Daerah

Kader IPNU-IPPNU Harus Jadi Agen Perubahan

Senin, 22 Juli 2019 | 12:00 WIB

Kader IPNU-IPPNU Harus Jadi Agen Perubahan

Makesta IPNU-IPPNU Jombang, Jatim

Jombang, NU Online
Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) MA Ma'arif 14 Sukorame, Jombang, Jawa Timur mengadakan Masa Kesetian Anggota (Makesta) di Graha Gus Dur Jombang. Kali ini Makesta ditekankan pada semangat membangun kader IPNU-IPPNU yang berjiwa nasionalis dan religius demi keutuhan NKRI.
 
"Fokus utama dalam Makesta kali ini adalah semangat membangun kader yang militan di IPNU-IPPNU," ujar Ketua Panitia, Ilham Yazid Busthomi.
 
Dikatakan, tujuan kegiatan ini yaitu meneguhkan sikap kader IPNU-IPPNU untuk mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) umumnya dan pada Nahdlatul Ulama khususnya.
 
"NU dan Indonesia tidak bisa dipisahkan, sejak awal kita tanamkan kepada para kader agar tidak lupa jati dirinya," jelasnya, Ahad (21/7).
 
Ilham menambahkan, selain menanamkan kecintaan pada NKRI, para kader juga diminta untuk menjadi agen penyebar kecintaan pada NKRI. Setiap kader akan diminta memposting ucapan dan statmen para kiai yang menyejukkan dan memuat kecintaan pada negara.
 
"Kader IPNU-IPPNU saat ini adalah kaum milenial, maka kita minta mereka menjadi agen bagi kaum mereka juga. Saat ini rata-rata generasi muda aktif di media sosial. Seperti membuat video, pamflet berisi kata ulama-ulama dan tulisan. Lalu disebarkan di media sosial," tambahnya.
 
Mahasiswa Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah ini mengungkapkan, materi yang disampaikan juga menjelaskan bahwa agama adalah perilaku dan sikap. Dan semua agama mengajarkan kesantunan, kasih sayang, dan cinta kasih sesama.
 
"Cara dakwah di zaman milenial harus kreatif. Kita punya modal, kader kita rata-rata punya bakat desain dan editing video. Tinggal mengembangkan saja," tambahnya.
 
Ilham menegaskan, gerakan ini perlu terus di genjot, karena sebagian kalangan muslim ada yang memahami Islam sebagai agama atau keyakinan yang eksklusif. Kebenaran diklaim hanya miliknya sendiri dan yang lain adalah salah.
 
"Akibatnya timbul pemikiran yang mengatakan yang lain salah, maka mereka dianggap sebagai kaum kafir. Dan sebutan-sebutan kafir tersebut dilekatkan kepada kaum nonmuslim. Anehnya, tidak mau juga disebut kafir oleh mereka yang nonmuslim," tandasnya. 
 
Selanjutnya dijelaskan, dikhawatirkan kalau gerakan ini tidak dibendung lewat gerakan masif di media sosial maka akan saling menuding kafir. Jika begitu kedamaian mustahil tercipta, tumbuh, dan berkembang di bumi Indonesia tercinta ini.
 
"Gerakan yang ingin merusak NKRI cukup masif di media sosial. Mereka mudah menyalahkan, mengafirkan kelompok yang berbeda. Ini alarm tanda bahaya buat masa depan Indonesia. Makanya generasi muda sebagai penerus kita jadikan agen Of change," tutup Ilham. (Syarif Abdurrahman/Muiz