Dengan kuantitas anggota yang signifikan menjadikan NU besar pula. Namun, kebesaran itu terancam terkikis manakala tidak ada pemeliharaan dari pengurus maupun anggota NU sendiri. NU bisa menjadi kerdil manakala tidak ada rasa untuk membesarkan NU.
”Adanya pengotakan antara NU struktural dan NU kultural, akan memancing perpecahan,” tutur Ketua Pengurus Cabang NU Kabupaten Brebes, Athoillah, saat melakukan konsolidasi dengan Majelis Wakil Cabang NU, badan otonom dan ranting NU se-MWC Losari, di Gedung MA NU Losari, Brebes, Jateng, Ahad (18/1).<>
Seolah-olah, lanjutnya, NU kultural yang memiliki kharisma, sedangkan yang struktural dalam lingkungan 'birokrasi' NU. Namun, sebenarnya tidak ada perbedaan dan merupakan satu-kesatuan yang utuh.
Membesarkan NU, tidak cukup dengan berbangga hati menjadi Nahdliyin atau pengurus. Tapi, yang lebih utama untuk kelangsungan kebesaran NU adalah dengan mencetak kader.
“Sangat ironis, ketika anak pengurus NU dengan bangga di sekolah yang bukan milik NU. Apalagi tidak dipesantrenkan. Padahal, tradisi NU sangat melekat di pesantren-pesantren itu,” paparnya.
Akibatnya, lanjut Athoillah, banyak anak-anak dari keluarga atau bahkan pengurus NU yang tidak meneruskan perjuangan NU. Bahkan, tidak mustahil menentang ajaran NU akibat terseret ke aliran yang bertentangan dengan akidah Ahlussunah wal Jamaah.
Menurut Atho, sekarang telah tumbuh subur berbagai aliran. Seluruh Indonesia ada sekitar 600-an aliran. Sedangkan di Jawa Tengah telah tumbuh lebih kurang 150 aliran. “Kalau tokoh NU sampai tergiur dengan aliran-aliran tersebut, otomatis NU akan menjadi kecil akibat tidak adanya pengkaderan,” ungkapnya.
Di hadapan pengurus MWC NU Losari dan 22 Pengurus Ranting itu, Athoillah berpesan agar kita jangan sampai tergoyahkan. “Membesarkan NU sama halnya mempertahankan akidah Ahlussunah wal Jamaah, maka jaga terus dan jangan tergoyahkan,” pintanya.
Selain itu kepada para pengurus untuk memiliki jiwa besar. Sehingga kiprahnya akan bernilai ibadah. Dalam mengayuh roda organisasi pun harus rela berkorban, tumbuhkan kerja sama, jaga persatuan dan saling harga menghargai.
Ketua Tanfidziyah MWC NU Losari, Bahrun Abduh, mengatakan, meski dalam praktik di lapangan sering dianggap kaum lemah, tapi para kadernya memiliki komitmen yang kuat. “NU selalu tegar menjaga tradisi yang baik dan menerima pemikiran-pemikiran baru yang baik pula,” imbuhnya. (was)