Larung Sesaji, Tradisi Muharram Wujud Syukur Masyarakat Pesisir Laut Selatan
Rabu, 19 Juli 2023 | 09:00 WIB
Ilustrasi: tradisi larung sesaji masyarakat Biltar pesisir selatan. (Foto: warisanbudaya.kemdikbud.go.id)
Jakarta, NU Online
Setiap 1 syuro atau 1 Muharram, masyarakat Kabupaten Blitar selalu mengadakan upacara adat larung sesaji. Tradisi ini sebagai wujud rasa syukur kepada Allah swt ditandai dengan dilarungkannya atau di persembahkannya hasil bumi (panen) khususnya masyarakat pesisir di laut selatan.
Prosesi ini selalu dinantikan ribuan pengunjung dari berbagai daerah-daerah. Dalam ritual budaya ini masyarakat Desa Tambakrejo menggelar kirab tumpeng dan sesaji. Kemudian, tumpeng dan sesaji diarak dari Kantor Desa Tambakrejo menuju pesisir pantai untuk didoakan.
Prosesi ini dihaturkan ungkapan-ungkapan syukur atas hasil laut yang diperoleh selama setahun, serta harapan agar memperoleh hasil yang baik tanpa halangan dan musibah. Untuk mengawali prosesi kegiatan ini, biasanya terlebih dahulu dibacakan sejarah Desa Tambakrejo dan tujuan dari prosesi larung sesaji. Selanjutnya gunungan yang telah didoakan diarak menuju bibir pantai.
Larung sesaji dimaknai pula sebagai tindakan religi dengan paham animisme dan dinamisme dimana mitos dan magic lekat dalam budaya Jawa. Makna lainnya, Larung Sesaji antara lain bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa yakni kekhasan yang merupakan ciri suatu daerah dan warisan leluhur.
Ritual Larung Sesaji di Sejumlah Daerah
Pada zaman dulu, Larung Sesaji merupakan ritual sederhana yang terdiri dari selamatan yang diiringi sesaji. Hingga kini, Larung Sesaji merupakan ritual yang ditunggu-tunggu masyarakat setempat.
Beberapa daerah memiliki ritual yang berbeda dalam merayakan Larung Sesaji. Berikut perbedaannya:
1. Jember
Dalam acara tulisan Perubahan Tradisi Larung Sesaji di Pantai Pancer Plawangan Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember Ines Syilvi Firda Rahmawati disebutkan dalam upacara selamatan dibacakan doa agama Islam, yaitu Yasin dan Tahlil. Selanjutnya, sesaji dibuang ke laut.
2. Magetan
Di Magetan, rombongan pengiring tumpeng sebagai rangkaian tradisi terdiri dari pasukan berkuda, cucuk lampah, demang sarangan (bapak dan ibu lurah), Bonang Renteng, tumpeng, dan rombongan reog. Dari dulu, semua unsur tersebut merupakan tradisi Larung Sesaji di Magetan.
3. Gunung Kelud
Blitar Ritual dipimpin Juru Kunci Gunung Kelud dengan doa bersama dan selamatan di sekitar tanah lapang dekat Gunung Kelud.
4. Pati
Ritual dilakukan dengan pembacaan doa, pelarungan, dan makan bersama di atas kapal. Pelarungan berupa sesaji berwujud miniatur kapal nelayan yang mengangkut sesaji, diantaranya kepala kambing, pisang raja, ketupat dan lepet.
Sesaji ini diarak menuju laut. Sebagai syarat untuk menolak bala, ada kesenian barongan yang mengiringi. Acara dimeriahkan dengan karnaval maupun pementasan kesenian tradisional.
5. Pekalongan
Di Pekalongan, tradisi Larung Sesaji dikenal dengan sedekah laut atau nyadran. Acara ini sebagai ungkapan nelayan supaya hasil tangkapannya melimpah. Acara dimulai dengan membawa sesaji terdiri dari kepala sapi, hasil bumi, jajan pasar, dan peralatan dapur.
Sesaji dibawa sejauh 1 kilometer dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Setelah itu, sesaji diturunkan ke di laut dan dilarung atau dihanyutkan. Sebelum dilarung, sesaji didoakan oleh kyai.