Daerah

Lewat Literasi, Santri Harus Lawan Hoaks dan Radikalisme

Selasa, 13 Juni 2017 | 12:37 WIB

Demak, NU Online
Dalam kegiatan Bandongan Jurnalistik di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Ulum, Jalan P. Diponegoro Nomor 17 Jogoloyo, Demak pada Senin sore (12/6/2017), ada pesan penting yang disampaikan kepada ratusan santriwan dan santriwati.

"Santri harus melek literasi. Minimal bisa menulis berita, opini dan syukur-syukur bisa menulis buku dan kitab. Jangan sampai ada santri yang menjadi korban berita hoaks. Maka prinsip bermedsos, karena saat ini banyak ponpes memperkenankan santrinya membawa gawai, para santri harus memegang teguh etika, logika dan juga prinsip muamalah medsosiyah sesuai Fatwa MUI," kata Hamidulloh Ibda Pemimpin Umum Formaci Press di hadapan ratusan santri tersebut.

Dalam kegiatan bertajuk Gerakan Literasi untuk Memperkuat Persatuan dan Kebhinekaan tersebut, Ibda yang juga alumnus Ponpes Mambaul Huda Pati itu menegaskan, bahwa membuat, membagikan, memviralkan suatu berita tanpa adanya tabayun, maka sama saja membagikan kotoran pada orang lain.

"Disiplin tabayun harus diutamakan. Kalau tidak bisa pakai pola kerja ilmuwan, ya minimal menerapkan pola kerja wartawan, yaitu harus wawancara, klarifikasi. Itu minimal, tapi kalau Anda ilmuwan, ya harus diteliti, ilmiah, logis dan empiris. Bukan sekadar hoaks dan berdasarkan dhon atau prasangka," ujar mantan sekretaris IPNU tersebut.

Literasi di sini, kata dia, adalah kemampuan baca-tulis. "Tapi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan melek aksara melalui kegiatan catur tunggal bahasa, yaitu membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Namun belakangan ada pendapat penambahan aspek melek komputer, IT dan media, itu salah satu definisi literasi," beber dia.

Makanya, kata dia, kalau sudah melek literasi, pasti santri mampu melawan hoaks. "Tahap literasi itu ada tiga, praliterasi, literasi dan pascaliterasi. Nah, kira-kira Kang-kang dan Mbak-mbak ini berada pada posisi mana," tanya dia.

Alumnus pascasarjana Unnes itu juga menjelaskan, salah satu dosa besar santri adalah memviralkan berita hoaks. "Jadi, tugas kita memang tidak boleh membagikan hoaks dan harus dilawan. Kita juga harus melakukan gerakan literasi untuk melawan serangan hoaks yang selama ini banyak ditujukan pada kiai dan ulama kita. Makanya, pilar literasi berupa baca, tulis dan arsip harus jalan. Santri selain lihai membaca, wajib melakukan publikasi dan pengarsipan, baik itu berupa artikel di koran, buletin, majalah maupun buku bahkan kitab kuning," tegas penulis buku Demokrasi Setengah Hati tersebut.

Saya yakin, lanjut dia, kalau kemampuan literasi kita mapan, maka soal memperkuat persatuan, kesatuan dan kebhinekaan akan mudah digapai dan dipertahankan.

Sementara itu, Junaidi Abdul Munif, Direktur el-Wahid Centre dan pengurus bidang penerbitan LTN NU Kota Semarang menegaskan bahwa tradisi menulis di kalangan santri tidak boleh sekadar formalitas. 

Mantan aktivis PMII tersebut membeberkan bahwa berita itu ada yang sengaja dibuat untuk menyerang lembaga dan seorang. "Unsur berita itu ya minimal 5 W dan 1 H, kalau tidak ada itu, anggap saja belum memenuhi kaidah jurnalistik," beber alumnus Universitas Wahid Hasyim Semarang tersebut.

Penulis buku Jenis-jenis Karangan dan 105 Tokoh Penemu dan Perintis itu juga mengatakan, santri di era milenial harus memiliki kompetensi menyeleksi berita. "Dalam jurnalistik ada istilah bad news is good news. Makanya, banyak media yang mengedepankan opini daripada berita. Padahal dalam berita, tidak boleh ada unsur opininya. Maka pilihlah berita yang tidak bombastis, karena biasanya yang bombastis itu hoaks," tegas pengajar di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang tersebut.

M. Chaezam Ketua Panitia Bandongam Jurnalistik, merespon positif dukungan kepada para santri agar melek literasi. Sebab, menurut kiai muda tersebut, santri zaman sekarang berada dalam zona banjir informasi.

"Demak itu kota wali. Meski demikian, banyak para santri yang belum mengenal Demak lebih dalam termasuk sejarah Walisongo. Nah, kalau sudah melek literasi, mau ada berita hoaks dan sejarah palsu pun, santri akan mampu menyeleksi," beber Sekretaris Yayasan Miftahul Ulum Demak itu dalam kegiatan yang terlaksana atas kerjasama antara Ponpes Miftahul Ulum dan penerbit Formaci Press, LTN NU serta HJ Network.

KH Humaedi Tamyiz Pengasuh Ponpes Miftahul Ulum Jogoloyo, Demak juga mengatakan, bahwa prestasi santri di SMK Miftahul Ulum tidak hanya di bidang kajian Islam, namun yang paling terlihat adalah di pencak silat Pagar Nusa. "Sudah beberapa kali kita melakukan wisuda pencat silat Pagar Nusa di sini. Nah, Saya berharap setelah acara ini, para santri bisa memaksimalkan karya jurnalistik yang nyata," harapnya.

Usai Bandongan Jurnalistik, kegiatan dilanjutkan buka bersama sekaligus doa khataman yang dipimpin KH Humaedi Tamyiz. Ia berharap, bulan Ramadhan ini membawa berkah bagi semua santri. Red: Mukafi Niam


Terkait