Ribuan Warga Lari dari Militer Myanmar, Ratusan Sudah Capai Perbatasan Thailand
Ahad, 28 Maret 2021 | 16:15 WIB
Jakarta, NU Online
Di wilayah perbatasan antara Thailand dan Myanmar, anggota kelompok etnis Karen telah berjuang melawan tentara Burma selama beberapa dekade. Sementara sejak kudeta bergulir di Myanmar pada awal Februari lalu, wilayah perbukitan itu kembali menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang menentang rezim militer.
Menurut Padoh Saw Taw Nee, Kepala Departemen Luar Negeri Serikat Nasional Karen, yang menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi warga Myanmar yang melarikan diri, mengatakan saat ini ada lebih dari 2.000 pengungsi yang tinggal.
"Kebanyakan dari mereka adalah anak muda,” ujar Padoh Saw dikutip dari DW.
"Ada beberapa dokter; yang lainnya adalah jurnalis, pengacara, anggota parlemen, dan juga orang-orang yang telah meninggalkan polisi dan militer."
Seorang pengungsi yang meninggalkan Yangon dua minggu lalu mengatakan kepada DW bahwa dia telah melarikan diri ketika keadaan menjadi "terlalu berisiko."
"Saya takut diculik oleh tentara setiap malam," katanya. Dia menambahkan bahwa gerakan perlawanan dapat "diatur ulang" di wilayah perbatasan karena adanya akses internet melalui jaringan Thailand.
Tentara telah memblokir internet di Myanmar untuk mencegah pengunjuk rasa berorganisasi secara online.
Thailand membentengi perbatasan
Di Thailand, persiapan sedang dilakukan untuk masuknya gelombang pengungsi dari Myanmar. Di kuil Tao Tahn di Sangkhlaburi, yang berjarak sekitar 300 kilometer barat laut Ibu Kota Bangkok, ada tumpukan piring plastik dan peralatan makan yang menumpuk di ruang sembahyang.
"Kami siap menerima sekitar 760 pengungsi," kata biksu Chatchai, yang pernah melakukan ini sebelumnya dan merupakan keturunan Karen. "Kami telah menerima banyak orang Karen di masa lalu, yang sekarang sudah kembali ke desa mereka."
Pemerintah Thailand sedang melakukan segala upaya untuk mencegah kejadian itu. Daerah perbatasan barat sepanjang 2.000 kilometer di negara itu saat ini diblokir karena pandemi virus corona dan diawasi lebih intensif sejak terjadinya kudeta di Myanmar.
"Tidak diketahui berapa banyak orang yang melintasi perbatasan," kata Letnan Itthipon, dari kantor polisi Sangkhkaburi di Provinsi Kanchanaburi.
Phak Poom, seorang pejabat di desa perbatasan Ban Kao di provinsi yang sama, membenarkan hal ini: "Situasi politik berarti ada lebih banyak orang yang datang dari Myanmar. Perbatasan terlalu panjang untuk dikontrol dengan mudah. Kami hanya dapat menangkap orang secara acak atau jika kami mendapat perintah."
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon