Nasional

Cerita Tim NU Peduli Terjebak 7 Jam Antrean Solar di Jalur Pekanbaru–Padang Sidempuan

Rabu, 24 Desember 2025 | 15:00 WIB

Cerita Tim NU Peduli Terjebak 7 Jam Antrean Solar di Jalur Pekanbaru–Padang Sidempuan

Mobil mengantre bahan bakar di SPBU. (Foto: NU Online/Kendi)

Padangsidimpuan, NU Online

Subuh belum lama berlalu ketika kendaraan travel yang kami tumpangi akhirnya merayap masuk ke antrean SPBU di Petapahan, di jalur Pekanbaru menuju Padangsidimpuan, Sumatra Utara pada Selasa (23/12/2025).


Dari balik kaca mobil, deretan kendaraan tampak mengular panjang. Ratusan mobil, mulai dari truk, kendaraan pribadi, hingga travel seperti yang kami tumpangi, berdiri diam, menunggu giliran mengisi bahan bakar.


“Ini antrean BBM pagi ini,” kata Hasibuan, sopir travel yang mengantar kami, sambil menunjuk barisan kendaraan yang seolah tak berujung. Antrean itu bukan baru terjadi pagi hari. Tadi malam di SPBU lain, saat kendaraan kami ikut mengantre, ratusan kendaraan juga ikut mengantre.


NU Online sendiri, bersama Tim NU Peduli berangkat dari Kota Pekanbaru pukul 22.00 WIB. Sebelum ke Padangsidimpuan, kami harus mengisi BBM di dalam Kota Pekanbaru. Namun rencana itu langsung buyar. Di SPBU pertama, kami mengantre hampir tiga jam tanpa hasil. Solar keburu habis. Kami lalu mencoba SPBU kedua, sekitar 10 kilometer dari lokasi pertama. Di sana, antrean kembali memakan waktu lebih dari dua jam, dengan hasil yang sama: gagal mengisi. Sebelum menjemput kami, Hasibuan mengaku telah mengantre di 3 SPBU lainnya dengan hasil kosong alias tidak kebagian BBM.


Setelah menjemput kami, SPBU di Petapahan menjadi titik ketiga. Di sini kami kembali berharap. Perjalanan Pekanbaru–Padangsidimpuan yang normalnya ditempuh delapan hingga sembilan jam, baru berjalan sekitar tiga jam. Artinya, masih tersisa sekitar enam jam perjalanan, itu pun jika kondisi lancar.


Semula, kami memperkirakan akan tiba di Padang Sidempuan menjelang subuh atau sekitar pukul 09.00 pagi jika perjalanan lancar dimulai pukul 22.00 WIB. Namun kenyataannya, waktu terus molor.


Dua kali antrean BBM di tiap-tiap SPBU sebelumnya memakan waktu hampir tiga jam. Di Petapahan, antrean yang baru berjalan sekitar 30 menit justru terlihat jauh lebih panjang dan mengkhawatirkan.


Hasibuan, sopir yang mengantar kami, menyebut antrean semalam “panjang seperti ular”. Ia mengatakan telah mencoba mencari biosolar di enam titik berbeda sejak malam sebelumnya. “Sudah antre, gagal. Antre lagi, gagal lagi,” ujarnya.


Menurut dia, kondisi ini dipicu oleh pengurangan jatah BBM di sejumlah SPBU. Biasanya, SPBU kecil mendapatkan pasokan sekitar 8.000 liter, sementara SPBU yang lebih besar bisa menerima hingga 16.000 liter. Namun sejak bencana melanda sejumlah wilayah, distribusi BBM diprioritaskan ke daerah terdampak.


Padahal, kota-kota di jalur ini tetap menjadi tumpuan mobilitas ekonomi dan lalu lintas kendaraan. Selain aktivitas warga lokal, juga truk-truk yang mengangkut hasil olahan kelapa sawit ke Pelabuhan Dumai, jalur ini juga dipadati kendaraan relawan yang menuju wilayah bencana.


“Kendaraan tambah ramai setelah bencana. Banyak mobil bantuan berdatangan,” kata Hasibuan.


Dari pukul 22.00 pada Senin malam hingga pukul 05.00 Selasa pagi, kami masih berada di Pekanbaru. Tujuh jam waktu berlalu belum seperempat perjalanan kami lalui. Situasi ini berdampak langsung pada agenda penyaluran yang telah disusun. Jadwal penyaluran bantuan yang semula direncanakan dimulai siang hari terancam molor.


“Nanti kita lihat perkembangan di lapangan,” kata Wahyu Noerhadi dari NU Care-LAZISNU yang ikut dalam rombongan ini. Sejak keberangkatan dari Jakarta, dia beberapa kali mengabari tim lokal di Padangsidimpuan.


Sebelum tiba di SPBU ketiga ini, kami sempat singgah untuk menunaikan shalat Subuh di sebuah masjid besar di pinggir jalan, dengan jemaah yang cukup ramai. Kami bersyukur mobil akhirnya mulai diisi BBM. Tangki yang semalam nyaris kosong kini terisi cukup banyak.


“Alhamdulillah, berhasil,” kata Hasibuan dengan nada lega.


Dari Kota Pekanbaru, kami harus melintasi beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), hingga Kota Padangsidimpuan.


Jalur ini ditempuh karena pilihan tiket transportasi udara ke Bandar Udara Raja Sisingamangaraja XII (Bandara Silangit) di Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, titik terdekat ke lokasi penyaluran, tidak berhasil kami dapatkan untuk tanggal keberangkatan. Sementara jadwal penyaluran bantuan sudah ditetapkan. Akhirnya, rombongan berangkat melalui Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, sebelum melanjutkan perjalanan darat menuju Padang Sidempuan.


Namun perjuangan belum selesai. Perjalanan masih panjang, melewati hutan, desa-desa, serta jalan yang sebagian rusak dengan banyak lubang. “Kalau tidak isi di sini, di depan lebih repot lagi,” ujar sopir.


Pagi semakin terang. Di kiri dan kanan jalan, hamparan kebun sawit dan kawasan hutan tanaman industri tampak jelas, terutama di wilayah Kampar hingga Rokan Hulu.


Lewat pukul 15.00 WIB, akhirnya kami masuk di Kota Padangsidimpuan.


Sekretaris LAZISNU Padang Sidempuan Ali Akbar telah menyambut kami. Satu jam kemudian Ketua PCNU Misbahudin dan Sekreratis PCNU Padangsidimpuan Sholahudin bergabung. Hingga nyaris tengah malam, kami berkoordinasi untuk rencana aksi penyaluran, meninjau dua Posko NU Peduli, serta menyiapkan layanan kesehatan warga di pengungsian pada Rabu (24/12/202) hari ini.


==========


Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik Banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman beranda atau via web Filantropi di tautan berikut.