Nasional

DPR Sahkan UU KUHAP Baru, Bantah Isu Polisi Dapat Kewenangan Lebih

Selasa, 18 November 2025 | 12:30 WIB

DPR Sahkan UU KUHAP Baru, Bantah Isu Polisi Dapat Kewenangan Lebih

Ketua DPR RI Puan Maharani dan ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman saat memberikan draft KUHAP Baru sebelum disahkan. (Foto: Tangkapan layar Youtube TV Parlemen)

Jakarta, NU Online

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). UU KUHAP disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (18/11/2025).


"Tibalah saatnya kami persetujuan fraksi-fraksi terhadap rancangan UU Kitab Acara Undang-Undang Hukum Pidana apakah dapat disetujui menjadi undang-undang?" tanya Puan kepada seluruh anggota DPR RI. "Setuju," jawab serempak.


Puan menyampaikan bahwa penjelasan dari Ketua Komisi III Habiburokhman, menurutnya cukup dapat dipahami dan sangat jelas. Ia menegaskan bahwa semua hoaks yang beredar memang hoaks dan tidak benar.


"Jadi hoaks-hoaks beredar itu semuanya hoaks, tidak betul dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian bisa segera kita sama-sama pahami bahwa itu tidak betul," katanya.


Sebelum pengesahan RUU KUHAP baru, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, memberikan klarifikasi terkait beredarnya hoaks yang massif di media sosial. Hoaks tersebut menyebut empat hal yang dinilai meresahkan masyarakat.


Pertama, katanya hoaks tentang polisi yang bisa diam-diam menyadap, merekam, dan mengutak-atik alat komunikasi digital. Habiburokhman menegaskan hal itu tidak benar.


Sejauh ini, lanjutnya, kalau pembahasan seluruh fraksi Komisi III, hampir semua fraksi bahkan semua fraksi menginginkan penyadapan itu diatur secara hati-hati dan atas izin ketua pengadilan.


"Kami perlu klarifikasi bahwa menurut pasal 135 ayat 2 KUHAP yang baru hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali di dalam KUHAP. Tapi akan kita atur di undang-undang tersendiri yang membahas soal penyadapan," jelasnya.


Kedua, lanjutnya, klaim bahwa polisi bisa membekukan rekening online sepihak juga salah. Habib mengungkapkan bahwa pasal 139 ayat 2 KUHAP baru mensyaratkan izin hakim atau ketua pengadilan untuk pemblokiran tabungan dan data elektronik.


Ketiga, hoaks-nya disebutkan polisi bisa mengambil HP, laptop, dan data elektronikmu, menurut pasal 44 KUHAP baru yang akan kita sahkan, bahwa semua bentuk penyitaan itu harus izin ketua pengadilan negeri. Jadi tidak benar.


Keempat, ujarnya, hoaks terkait polisi yang bisa menangkap, menggeledah, melarang meninggalkan tempat, dan menahan tanpa konfirmasi tindak pidana juga dipastikan salah.


"Hal ini juga tidak benar bahwa menurut Pasal 93 dan pasal 99 KUHAP baru, penangkapan, penahanan penggeledahan, harus dilakukan sangat hati-hati dan berdasarkan minimal dua alat bukti. Sementara penahanan nanti kita jelaskan diatur lebih rinci," jelasnya.


Pasal 93 dan Pasal 99 KUHAP baru mengatur bahwa penangkapan, penahanan, dan penggeledahan harus dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan minimal dua alat bukti, dengan aturan penahanan yang lebih rinci.


Habiburokhman berharap klarifikasi ini dapat membantu masyarakat memahami RUU KUHAP baru dengan benar dan mencegah kesalahpahaman.