Jakarta, NU Online
Praktik filantropi Islam berkeadilan sosial di Indonesia menunjukkan potensi perkembangan lebih tinggi menyusul penguatan semangat gerakan filantropi yang didasarkan pada basis ajaran Islam, kreativitas praktik, dukungan pemerintah, dan pemenuhan kriteria-kriteria filantropi berkeadilan sosial.
Pandangan tersebut diungkapkan oleh Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Amelia Fauzia pada sesi keempat diskusi panel dalam acara Simposium Nasional Islam Nusantara, yang diselenggaralan Fakultas Islam Nusantara (FIN) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) di Ruang Rapat, Gedung PBNU lantai 4, Jakarta Pusat, Sabtu (8/2).
Menurutnya, hal tersebut bisa ditemukan dalam berbagai praktik filantropi di tingkat individu, program, lembaga, maupun asosiasi di tanah air yang berkembang pesat dalam dua dekade terakhir.
"Melihat fenomena inefisiensi menangani problem sosial lantaran fokus merespon akibat dan dampak, sementara akar masalah dari kemiskinan tidak ditangani, contohnya seperti ada orang kelaparan yang dibantu, namun tidak dibantu dengan mencari tau akar masalah penyebab ia menjadi kelaparan. Nah, itulah yang menjadi penyebab kenapa saya perlu berbicara tentang Filantropi Islam berkeadilan sosial," paparnya.
Amelia yang juga menjadi Ketua Tim Riset, menjelaskan bahwa sepanjang sejarah Islam Nusantara, praktik filantropi seperti zakat, sedekah, wakaf telah mengakar kuat, mendorong perubahan sosial, dan penguat civil society.
"Hal ini harusnya menjadikan semangat warga Nahdliyin, khususnya mahasiswa Nahdliyin untuk lebih banyak melakukan studi tentang hal tersebut, karena konsep filantropi Islam berkeadilan sosial dapat membawa lebih jauh misi Islam rahmatan lilalamin," ungkapnya.
Lebih jauh, Amelia menjelaskan, hasil penelitian World Giving Index tahun 2018, Indonesia masuk sepuluh besar negara dengan tingkat kedermawanan tertinggi, Indonesia menempati posisi teratas dari 144 negara yang disurvei oleh lembaga ini.
Kontributor: Anty Husnawati