Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU 1984-1999, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendobrak kungkungan kaum baruh. Ia berjasa besar membuka kebebasan buruh untuk berorganisasi. Ketika menjabat presiden ke-4 Republik Indonesia, Gus Dur mengesahkan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
<>
Menurut Soeharjono, Workers Specialist di badan khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk ketenagakerjaan (ILO), karena undang-undang semasa Gus Dur tersebut, saat ini ada 16 ribuaan serikat buruh di tingkat perusahaan, 200-an federasi serikat buruh di tingkat nasional, dan 8 konfederasi serikat buruh di tingkat nasional.
Dari hari ke hari, gerakan buruh di Indonesia semakin massif. Organisasi pekerja tumbuh bak jamur merang, setelah kran demokrasi dibuka di negeri ini, “Tumbuh-suburnya organisasi pekerja ini tidak terlepas dari masa Kepresidenan KH, Abdurrahman Wahid,” ujar Soeharjono kepada NU Online di Jakarta, Selasa (30/4).
Soeharjono, pria yang akrab disapa Bung Yono, menambahkan, pada masa rezim Ode Baru, Soeharto hanya memperbolehkan serikat tunggal, yakni SPSI, Gus Dur kemudian membuka kran kebebasan buruh untuk berorganisasi (freedom of association). Dengan kebebasan itu, 10 orang bisa mendirikan 1 serikat buruh.
Mengenai keadaan buruh, Soeharjono berpendapat, kebanyakan kaum buruh itu diposisikan untuk pasrah, nerimo ing pandum (menerima apapun keadaan tanpa reserve), dan “terkadang mereka dipaksa untuk meng-oknum-kan Tuhan.
“Maksud saya begini, mereka sering mereka sering dinina-bobokkan bahwa gaji di bawah UMR itu harus diterima, harus bersyukur karena banyak yang di PHK. THR tidak dibayar harus qona’ah karena masih mendapatkan pekerjaan,” pungkasnya.
Tanggal 1 Mei, merupakah salah satu momen terpenting bagi kaum pekerja atau buruh di dunia. Berawal dari perjuangan kaum buruh untuk memperjuangkan hak-haknya, 1 Mei 1886 ditetapkan sebagai Hari Buruh se-Dunia.
Redaktur : Abdullah Alawi
Kontributor : Irham Ali