Haul Ke-86, Bahtsul Masa’il Qur’aniyyah Pesantren Al-Munawwir Angkat 6 Topik
Jumat, 13 Desember 2024 | 08:00 WIB
Potret Bahtsul Masail Quraniyyah Haul Ke-86 KH Munawwir di Masjid Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Selasa (10/12/2024). (Foto: dokumentasi panitia)
Yogyakarta, NU Online
Memperingati Haul ke-86 KH Muhammad Munawwir, Pondok Pesantren Al-Munawwir melangsungkan Bahtsul Masail Qur’aniyyah (BMQ) yang diikuti oleh para peserta putra dari pondok pesantren se-Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kegiatan ini digelar di Masjid Jami’ Al Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. pada Selasa (10/12/2024) lalu.
Kegiatan BMQ ini mengangkat enam topik, yaitu Demo Bacaan dalam Haflah Khotimat, Rasionalisasi Al-Quran Menjadi Boomerang, Musikalisasi Surah Al-Fatihah, Berbedanya Qiroah Imam dan Makmum, Mengkaji Ulang Mushaf Braille, serta Imalah dan Taqlil Dalam Ilmu Qiraat.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir KH Fairuzi Afiq Dalhar membuka kegiatan BMQ sekaligus menegaskan bahwa BMQ sebagai ciri khas Pesantren Al-Munawwir.
Kiai Fairuzi menyampaikan bahwa Pondok Pesantren Al-Munawwir merupakan salah satu pesantren tertua yang menjadi hulu sanad keilmuan Al Qur’an di Indonesia.
Ia juga mempertegas urgensi tema Qur’aniyyah dalam tradisi Bahtsul Masail di Nusantara. Sebab, Al-Qur’an sejatinya juga merupakan pokok dari jawaban yang dibutuhkan umat manusia.
Pada soal yang pertama diajukan oleh Al Munawwir Komplek L membahas tentang praktik Haflah Ikhtitam Al-Qur’an para khotimat (Perempuan) yang marak diselenggarakan berbagai pesantren. Soal ini mendapatkan sambutan yang riuh dari para musyawirin karena sangat relate dengan dinamika kehidupan pesantren. Terlebih lagi dewan perumus mengatakan soal ini bisa dibilang merupakan aspirasi dari dalam pesantren untuk pesantren itu sendiri, sekaligus akan merekomendasikan prosesi Haflah Ihktitam yang sesuai panduan kitab-kitab fikih.
Soal kedua, yang diajukan oleh Pesantren Mathali’ul Huda Kajen, dibahas pada sesi siang hingga sore hari. Soal ini membahas perbedaan qiraah antara Imam dan Makmum, seperti dalam pelafalan al-shirath. Sesi ini tidak kalah ramainya dengan yang pertama, karena aspek yang dipertimbangkan ternyata begitu kompleks mulai dari aspek mufaraqah, qiroah masyhuroh dan memantik pembahasan-pembahasan lain seperti perbedaan pembacaan basmalah antara imam dan .akmum. Tema ini memunculkan wawasan baru bagi para musyawirin khususnya terkait ilmu qiro’ah dalam Al-Qur’an.
Forum ini menuai antusiasme yang besar dari para musyawirin. Salah satu peserta dari Pesantren At Tauhidiyah Tegal mengatakan bahwa baru kali ini mereka menginjakkan kaki di Yogyakarta sebagai delegasi Bahtsul Masa’il.
“Selama ini biasanya undangan Bahtsu biasanya datang dari daerah etan (Jawa Timur) atau lor (Pantura). Alhamdulillah bisa diberi kesempatan untuk ber-bahtsu di daerah kidul (Jawa Selatan) Kang, khususnya Jogja memang baru pertama kali ini,” ujarnya.
Meskipun sepanjang acara hujan deras terus mengguyur, tetapi malah semakin membuat suasana diskusi menjadi hangat. Beberapa peserta malah menganggapnya sebagai pengadem-adem.
“Moderator dan dewan musahhih serta perumus juga membuka ruang diskusi dan isykal selebar-lebarnya bagi peserta, memastikan semua aspirasi jawaban masuk dan ditampung dengan baik,” ujar delegasi dari Tegal yang diterima NU Online pada Kamis (12/12/2024).
“Ternyata Bahtsu di Munawwir vibes-nya seru, seperti di Jawa Timur saja, apalagi di sini saya banyak mendapat wawasan baru mengenai Al-Qur’an melalui kacamata fikih dan qiro’at,” lanjutnya.
Ketua Panitia BMQ Haul Ke-86, Muhammad Khoiru Ulil Abshor mengatakan bahwa BMQ tahun ini menegaskan urgensi dari pelaksanaan BMQ ini sebagai usaha untuk memahami kitab kuning dan fiqih sebagai karakter keilmuan pesantren dan menyelaraskannya dengan Al-Qur’an.
“Besar harapan dari semua pihak yang terlibat supaya acara semacam ini harus selalu di-istiqomah-kan. Apalagi BMQ dilaksanakan beriringan dengan Haul KH. Muhammad Munawwir, sang Begawan Qur’an Nusantara. Tentu kegiatan semacam ini akan terus memberikan insight baru dalam aspek-aspek Qur’aniyyah dan berdampak positif dalam perkembangan keilmuan serta regenerasi aktivis-aktivis pesantren,” ujarnya.