Muslimat NU Dorong Gerakan Dakwah sebagai Instrumen Diplomasi Kultural Indonesia di Kancah Global
Selasa, 4 November 2025 | 16:45 WIB
Ketua PP Muslimat NU Arifatul Choiri Fauzi dalam acara Seminar Perempuan Dan Diplomasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (4/11/2025). (NU Online/Jannah)
Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU Arifatul Choiri Fauzi menyampaikan bahwa gerakan dakwah tidak hanya menjadi sarana penyampaian ajaran agama, tetapi juga instrumen penting dalam membangun peradaban dan memperkuat diplomasi kultural Indonesia di kancah global.
“Salah satu kekuatan kultural Indonesia yang kadang terlupakan adalah gerakan dakwah. Sebuah tradisi sosial yang tidak hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga membangun peradaban, mencetak intelektual, merawat solidaritas sosial, dan menumbuhkan etika publik,” ujarnya dalam acara seminar bertajuk Perempuan dan Diplomasi Publik di Auditorium Bahtiar Effendy, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Arifah menyampaikan bahwa upaya pemberdayaan perempuan dalam diplomasi publik perlu dilakukan melalui tiga langkah strategis.
Pertama, memperkuat literasi global perempuan agar mampu memahami isu-isu ekonomi politik internasional, transformasi teknologi, serta dinamika sosial budaya dunia.
Kedua, membangun ekosistem dukungan melalui kebijakan afirmatif, akses pembiayaan aktivitas publik, dan jejaring lintas negara maupun lintas sektor.
“Ketiga, menciptakan narasi strategis berbasis nilai dan identitas. Perempuan Indonesia membawa modal budaya yang kaya, Islam yang moderat, kearifan lokal, serta tradisi sosial yang kuat. Ini adalah sumber soft power yang luar biasa,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) itu.
Ia berharap perempuan Indonesia tidak hanya menjadi subjek dalam diplomasi publik, tetapi juga menjadi arsitek narasi bangsa di panggung global.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Safira Machrusah menyampaikan bahwa diplomasi kultural merupakan bagian dari soft diplomacy yang melibatkan aktor non-negara sebagai instrumen penting.
Menurutnya, gerakan dakwah telah menjadi bagian dari diplomasi kultural sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, meski belum terkonsep secara formal.
“Diplomasi dakwah akan berhasil jika didukung pembiayaan dari pemerintah, adanya peluang bisnis, dan semakin sigapnya sebuah negara,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa diplomasi bertujuan mencegah konflik melalui dialog, membangun aliansi strategis, serta mengamankan kepentingan nasional di bidang ekonomi, politik, dan pertahanan, termasuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, pandemi, dan krisis pangan.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2023 Prof Amany Lubis mengatakan bahwa pentingnya memperkuat diplomasi publik berbasis nilai Islam rahmatan lil alamin.
“Ini tugas kita sebagai ormas (organisasi kemasyarakatan) dan pendidik untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat. Nilai-nilai rahmatan lil alamin mengajarkan kita untuk membela keadilan, menghilangkan penganiayaan, pelecehan, dan peminggiran,” ujarnya.
Ia menilai nilai-nilai tersebut harus terus diperjuangkan lintas generasi.
“Upaya ini harus dilanjutkan oleh generasi muda, tidak hanya oleh yang sudah berpengalaman. Tujuannya sama, yakni menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan nilai-nilai Islam,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014 Yuniyanti Chuzaifah menilai diplomasi perdamaian dan dakwah perlu menjadi kebijakan sistemik.
Ia mencontohkan pengalamannya dalam mengawal isu perdamaian di Afghanistan, melahirkan Marrakech Declaration, serta memperjuangkan perlindungan bagi perempuan pembela HAM dan kelompok rentan di forum internasional.
“Strategi membangun perdamaian dapat dilakukan dengan menyerukan damai di ranah publik dan domestik, memperkuat agensi perempuan agar tidak selalu diposisikan sebagai korban, serta mendengarkan suara kelompok rentan sebagai pijakan dakwah diplomasi,” ujarnya.
Yuni mengajak agar dunia Islam aktif mengampanyekan penghentian kekerasan global, perang, dan eco-war, dan memperkuat gerakan ecosipasi demi menjaga keberlanjutan kehidupan.