Soal Kamus Sejarah Kemendikbud, Direktur Pontren: Jangan Larut Arus Medsos
Jumat, 23 April 2021 | 08:00 WIB
Direktur PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag H Waryono A Ghafur berbicara di forum Puslitbang Penda. (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)
Depok, NU Online
Direktur PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag H Waryono A Ghafur berharap masyarakat tidak kehilangan esensi masalah dari kasus hilangnya Nama KH Hasyim Asy’ari pada buku Kamus Sejarah Indonesia terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini. Ia mengajak masyarakat tidak perlu kemudian turut larut dalam arus perbincangan di media sosial yang mengait-ngaitkan kasus ini dengan hal-hal lain.
“Seperti yang sekarang viral itu Pak Hilmar pro PKI. Saya kira yang demikian nggak perlu lah,” jelasnya kepada NU Online usai menjadi narasumber dalam ‘Penyusunan Peta Potensi Kelembagaan Pesantren’ yang diinisiasi Puslitbang Penda Balitbang Diklat Kemenag di Depok, Jawa Barat, Kamis (22/4).
Menurut Waryono, secara teori keilmuan memang sejarah itu ditulis oleh siapa yang berkuasa dengan versi kekuasaannya. Oleh karena itu, buku sejarah itu tergantung siapa yang menulis. Dan agar dalam penulisan bisa fair itulah yang sebenarnya harus digarap bersama.
“Bahwa Mbah Hasyim punya peran nasionalisme yang luar biasa itu jangan kemudian menutup karena beliau NU lalu tidak perlu ditulis gitu lho. Mestinya kan begitu. Akan tetapi, logika kekuasaan tidak seperti itu,” sesalnya.
“Makanya saya jadi maklum kenapa Si A tidak ada, Si B ada. Jadi, yang nulis itulah yang berkuasa,” imbuh alumnus PP MHS Babakan Ciwaringin Cirebon ini.
Baca juga: Bantuan Pesantren Perlu Regulasi yang Lebih 'Lembut'
Ia menambahkan, ada yang menyebut bahwa sejarah Indonesia merupakan sejarah kekuasaan. Makanya, ketika ia membaca buku ‘Api Sejarah’ karya Prof Mansur Suryanegara, dirinya mendapati banyak hal yang tidak disebutkan dalam sejarah.
“Termasuk sejarah tentang pesantren. Secara teoritik itu gampang bacanya,” ujar mantan Wakil Rektor III UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini berfilosofi.
Terkait kegiatan pemetaan potensi kelembagaan pesantren, ia berpesan agar terus bersinergi untuk membaca lembaga pesantren dan sejarahnya secara utuh. Dan itu butuh bacaan orang banyak untuk memotret sehingga kemudian tidak salah paham terhadap pesantren. Pesantren itu bisa diberdayakan, bisa dikembangkan.
“Jadi, melalui forum ini saya ingin kita memberi pesan kepada masyarakat bahwa berdasarkan pemetaan ternyata pesantren itu warna-warni. Tidak bisa kemudian digeneralisasi. Kedua, ternyata potensi pesantren itu banyak. Tidak hanya satu, tidak hanya ngaji agama,” jelasnya.
Terkait bakal dilakukannya revisi total Kamus Sejarah Indonesia tersebut, pihaknya siap saja jika dilibatkan untuk merevisinya.
“Dari kemarin kami terima dua surat dari K/L, tapi bukan Kemendikbud, untuk meminta staf PD Pontren untuk jadi tim penulisan buku dan modul tentang pesantren dan peran-peran yang bisa dilakukan. Termasuk misalnya IPB buat buku dan modul, lalu minta review kami, tentu ini sangat menggembirakan lantaran ada semacam pengakuan dari pihak lain,” pungkasnya.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Muhammad Faizin