Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) Semarang Badan Diklat dan Litbang Kementerian Agama pada 2018 melakukan penelitian di kalangan pelajar Madrasah Aliyah (MA) yang berbasis pesantren tentang praktik literasi media. Penelitian dilakukan di sembilan MA yang dipilih secara purposive.
Sembilan MA tersebut ialah MA Salafiyah Kota Pasuruan, MA Ma’hadut Tholabah Babakan Lebaksiu Tegal, MA YAJRI Secang Magelang, Perguruan Islam Mathaliul Falah Pati, MA Salafiyah Syaifi’iyah Tebuireng Jombang, MA Maarif NU Blitar, MA Unggulan Ammanatul Ummah Surabaya, dan MA Unggulan Nurul Islam Jember.
Hasilnya, tim peneliti menemukan bahwa praktik literasi media dibagi menjadi tiga, yaitu akses, pemahaman, dan produksi. Adapun kebijakan pemerintah berkenaan dengan praktik literasi media berkonten keagamaan di MA ini masih bersifat umum dan parsial, sehingga hasilnya belum optimal dalam melakukan akselerasi atau percepatan penguatan MA menuju MA bertaraf internasional.
Karena itu, para peneliti mengungkapkan perlu adanya kebijakan pemerintah yang mampu mendorong percepatan penguatan literasi media berkonten keagamaan di MA agar tidak tertinggal dari sekolah umum lainnya dan mampu mempertahankan bahkan unggul dalam penguasaan ilmu agama sebagai ciri khas madrasah berbasis pesantren.
Adapun untuk aspek pemahaman ditemukan bahwa pelajar MA berbasis pesantren kritis terhadap konten-konten keagamaan di media dengan segala keterbatasan dalam mengakses. Sebagai contoh, pelajar mampu merespon secara kritis terhadap berita hoaks. Hal itu disebabkan santri atau pelajar MA masih terkonstruk dengan pemahaman dari kitab yang diajarkan di pesantren dan kiai.
Sedangkan untuk aspek produksi atau kreasi, pada umumnya pelajar MA mampu memproduksi berbagai karya, baik melalui media cetak maupun media online. Sebagai contohnya, para pelajar di MA Nurul Islam, MA Yajri, dan MA Salafiyah Syafi’iyyah mampu memproduksi konten keagamaan online dengan baik. Adapun pelajar MA salaf murni, bentuk produksi karyanya dalam bentuk cetak termasuk salah satunya majalah dinding.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti memberikan rekoemndasi terutama agar pemerintah perlu mendorong gerakan penguatan literasi media keagamaan di kalangan siswa MA pesantren. Adapun rekomendasi lainnya yang diajukan kepada pemangku kebijakan, adalah, pertama, pemerintah melalui Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI perlu menyelenggarakan diklat literasi media keagamaan bagi pimpinan pondok pesantren dan guru MA.
Kedua, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI menyelenggarakan kegiatan lokakarya, seminar, kolokium, konferensi, dan sebagainya untuk memperkuat literasi media keagamaan bagi pimpinan pondok pesantren dan guru MA.
Ketiga, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI mendorong dan memfasilitasi pembentukan organisasi ekstra kurikuler yang fokus pada penguatan literasi media keagamaan di MA.
Keempat, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI mendorong dan memfasilitasi pelaksanaan pelatihan dan workshop bagi siswa MA guna memperkuat literasi media keagamaan pelajar di pondok pesantren. Kegiatan literasi meliputi kegiatan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengomunikasikan informasi keagamaan.
Kelima, pemerintah melalui Kementerian Agama RI memfasilitasi penyediaan perpustakaan yang representatif dan koleksi populer keagamaan nonpelajaran (cetak maupun digital) untuk mendorong penguatan literasi media keagamaan di MA.
Keenam, pemerintah melalui Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan pengawasan dan pengendalian konten keagamaan dalam media cetak maupun online, yang dipergunakan sebagai bahan ajar pendidikan agama di MA di lingkungan pesantren agar tidak memuat konten yang mengarah pada pemahaman keagamaan yang intoleran, ekstrim, dan radikal.
Ketujuh, pemerintah melalui Kementerian Agama RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bekerjasama mengembangkan literasi digital dan media sosial yang bermuatan ajaran Islam wasathiyah (moderat), santun, toleran, dan damai.
Kedelapan, pemerintah perlu memfasilitasi pembentukan wadah atau ajang kreativitas digital bagi pendidik dan pelajar MA.
Berangkat dari usulan-usulan kebijakan di atas, maka rekomendasi kebijakan yang paling penting adalah pemerintah perlu melakukan pembinaan kepada MA di lingkungan pesantren agar menjadi MA yang unggul dalam ilmu agama atau sebagai pusat pengembangan tafaqquh fī ad-dīn dan menjadi lokus untuk mendidik kader ulama 'ahli ilmu agama' sekaligus tidak kalah dalam ilmu umum dengan sekolah umum lainnya. Untuk itu, pembinaan yang dapat dilakukan ialah dengan melakukan penguatan literasi media keagamaan pada MA berbasis pesantren.
Penulis: Husni Sahal
Editor: Kendi Setiawan