Nasional

Tips Imam Syafi'i dan Imam Ghazali Agar Tidak Hakimi Orang Lain 

Rabu, 30 Oktober 2019 | 23:15 WIB

Tips Imam Syafi'i dan Imam Ghazali Agar Tidak Hakimi Orang Lain 

Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) chapter Jakarta (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Akhir-akhir ini banyak orang yang mudah sekali menyalahkan orang lain yang berbeda pandangan. Hal tersebut membuat suasana kebangsaan yang harmonis jadi keruh.

Melihat realitas yang sudah demikian, Gus Ulil Abshar Abdalla menyitir pernyataan Imam Syafi'i terkait kebenaran pandangannya. Meskipun sosok mujtahid mutlak ini memiliki pandangan yang kuat, tetapi masih memberikan ruang keraguan.

"Ketika aku berpendapat saya berprinsip pendapatku ini benar, tapi mungkin salah. Sementara pendapat lawan saya yakini salah, tapi mungkin benar," katanya mengutip pernyataan Imam Syafi'i saat menjadi narasumber pada Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (30/10).

Lebih lanjut, Gus Ulil menyampaikan bahwa Imam Syafi'i mempunyai keraguan terhadap kebenaran yang diyakininya dan sekaligus meragukan kebenaran yang diyakini oleh musuhnya. "Sikap sehat itu meragukan diri kita dan lawan kita," ujar pengajar Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.

Penghakiman terhadap orang lain yang cenderung menyalahkan demikian, menurutnya, hal manusiawi yang kerap kali dilakukan oleh orang yang memiliki posisi moral yang kuat. Hal tersebut disampaikan secara verbal ataupun implisit.

Dalam kondisi menghadapi penghakiman, Gus Ulil mengatakan bahwa hal itu bisa jadi merupakan sebuah pesan Tuhan untuk memberikan perasaan bagaimana ketika dia dibuat jengkel oleh orang lain. Hal tersebut ia kutip dari pandangan Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumiddin. 

"Pesan kiriman Tuhan terimalah dengan penuh syukur. Di balik itu ada Tuhan. Itu cara kita turunin dosis kejengkelan kita terhadap orang yang jengkelin," ujar pengampu Ngaji Ihya melalui akun Facebooknya itu.

Sementara itu, Komedian Sakdiyah Ma'ruf menjelaskan bahwa sebetulnya penghakiman ini bukanlah hal baru. Hanya saja, katanya, diamplifikasi melalui media sosial.

"Sesuatu yang tadinya terlokalisir di komunitas saja, tidak untuk secara luas, melalui medsos dibawa ke online dibaca oleh orang yang beragam latar belakang. Hanya bentuknya lebih luas," katanya.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi