Nasional

Uji Materiil Soal Calon Polisi Wajib S1 Ditolak MK, Pemohon Dinilai Tak Memiliki Legal Standing

Kamis, 18 September 2025 | 12:00 WIB

Uji Materiil Soal Calon Polisi Wajib S1 Ditolak MK, Pemohon Dinilai Tak Memiliki Legal Standing

Polisi saat mengamankan jalannya demonstrasi. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyatakan permohonan uji materiil terhadap Pasal 21 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak dapat diterima. 


"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," katanya dalam Sidang Pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/9/2025).


Amar Putusan Nomor 133/PUU-XXIII/2025 tersebut diajukan oleh dua pemohon, yaitu Leon Maulana Mirza Pasha (Pemohon I) dan Zidane Azharian Kemalpasha (Pemohon II), yang masing-masing berprofesi sebagai advokat dan mahasiswa. 


Keduanya mempersoalkan ketentuan yang menetapkan bahwa pendidikan minimal bagi calon anggota kepolisian adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Mereka meminta agar pendidikan anggita polisi minimal Strata 1 (S1).


Namun, dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan bahwa meski para pemohon telah menguraikan status dan hak konstitusionalnya, mereka tidak berhasil meyakinkan Mahkamah bahwa keberlakuan pasal yang dimohonkan telah menimbulkan kerugian konstitusional secara langsung.


“Meskipun Mahkamah berwenang dalam mengadili permohonan, namun karena para Pemohon perkara tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan para Pemohon lebih lanjut,” katanya.


Dalam permohonannya, para Pemohon menilai ketentuan yang mewajibkan minimal tamatan SMA atau sederajat untuk menjadi anggota Polri tidak sejalan dengan kompleksitas peran kepolisian modern. 


Mereka berpendapat bahwa dalam menjalankan fungsi sebagai penegak hukum, polisi perlu dibekali dengan kompetensi akademik yang lebih tinggi dan substansial, sebagaimana profesi penegak hukum lainnya.


Pemohon juga menerangkan bahwa fungsi kepolisian saat ini tidak lagi hanya bersifat fisik dan administratif. Polisi harus menguasai ilmu hukum, kriminologi, psikologi, sosiologi, teknologi informasi, hingga komunikasi publik, yang umumnya diajarkan pada tingkat pendidikan tinggi (S1).


Lebih lanjut, para pemohon menilai bahwa mempertahankan ketentuan pendidikan minimal SMA justru bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, yang mengamanatkan peran Polri sebagai alat negara untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban masyarakat. 


"Sejatinya tamatan SMA tidak buruk, tetapi masih belum matang untuk mengemban tugas berat karena pendidikan saat SMA hanya berfokus pada kewarganegaraan, lembaga negara, budi pekerti. Sehingga belum mempelajari lebih dalam soal perbandingan hukum, hak konstitusional, analisis delik pidana, dan sebagainya," tulisnya.