Pustaka

Distingsi Pendidikan Islam di Indonesia

Selasa, 17 Mei 2016 | 03:00 WIB

Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh perjuangan lahir dari lembaga pendidikan Islam klasik yakni pesantren. Sebut saja beberapa Pahlawan Nasional seperti KH Muhammad Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Abdul Wahid Hasyim, KH Zainul Arifin, dan lain-lain. Tokoh-tokoh ulama tersebut tidak hanya menginspirasi kalangan pesantren, tetapi juga memberikan spirit (ruh) perjuangan kepada para tokoh nasional seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Jenderal Soedirman, Bung Tomo, dan lain sebagainya. Tokoh perjuangan dari kalangan nasionalis ini secara mantap menjadikan ulama sebagai pelabuhan berpikir dan bertindak dalam melakukan perjuangan kemerdekaan. 

Prinsip kemerdekaan berpikir dan kemandirian hidup menjadikan warga bangsa dan generasi yang lahir dari pesantren mampu memberikan perubahan moral dan struktur sosial masyarakat, sehingga bangsa Indonesia bisa merengkuh kemerdekaan dari kungkungan penjajah. Berbagai transformasi pendidikan juga dilakukan lembaga pendidikan tertua di Indonesia itu dengan mengadaptasi dan mengembangkan pendidikan sesuai dengan semangat zaman dengan tetap teguh melestarikan tradisi dan budaya yang telah menjadi jati diri bangsa.

Lembaga pendidikan pesantren merupakan akar dari segala bentuk lembaga pendidikan yang muncul saat ini. Transformasinya berupa madrasah di berbagai jenjang, dari madrasah diniyah hingga Ma’had Aly. Bahkan untuk menginternalisasikan tradisi dan ruh pesantren, perguruan tinggi juga membuka Ma’had al-Jami’a sebagai wadah melengkapi pemahaman keagamaan ala pesantren yang dirasa kurang di dalam jatah waktu yang telah ditentukan perguruan tinggi.

Transformasi pendidikan Islam tak usang di makan zaman, bahkan mereka mampu menyesuaikan diri dengan baik untuk mengembangkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik umum, praktis, maupun keagamaan. Transformasi inilah yang memberi dampak positif dengan munculnya berbagai kekhasan (distingsi) yang melingkupi lembaga pendidikan Islam, baik madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi Islam.

Kekhasan pendidikan Islam dari berbagai lembaga pendidikan di berbagai daerah di Indonesia dalam buku ini memberikan penjelasan dan uraian apik untuk memberikan informasi dan data sehingga bisa memberikan inspirasi untuk lembaga pendidikan secara umum. Kekhasan yang dipaparkan dalam buku setebal 433 halaman ini meliputi berbagai aspek, baik program pendidikan, kurikulum yang diterapkan, maupun inovasi guru sehingga menciptakan lembaga pendidikan Islam berkualitas.

Awalnya, tulisan-tulisan panjang tentang berbagai kekhasan lembaga pendidikan Islam dalam buku ini diterbitkan di Situs Resmi Nahdlatul Ulama, NU Online. Dengan menggandeng Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, akhirnya tulisan-tulisan tersebut dapat dibukukan dengan tujuan agar lebih luas lagi dalam menginspirasi masyarakat dan stakeholder pendidikan Islam. 

Buku ini terbagi dalam beberapa bagian, meliputi pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi Islam. Dalam buku yang diterbitkan oleh Ditjen Pendis Kemenag RI ini dipaparkan kekhasan dari 44 pesantren, 42 madrasah (ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah), serta 6 perguruan tinggi Islam.

Selain berbagai inovasi keilmuan yang dikembangkan, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut juga memberikan inspirasi moral maupun material  yang dikembangkan dalam pembelajaran. Di titik inilah sifat populis lembaga pendidikan Islam patut diapresiasi karena telah banyak memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mengakses pendidikan bagi anak-anaknya.

Penulisan dalam buku ini tidak hanya menggunakan pendekatan penggalian inovasi dan prestasi, tetapi juga pendekatan populis seperti yang telah dijelaskan di atas. Artinya, lembaga pendidikan Islam yang dihadapkan dengan kemajuan zaman yang begitu deras memberikan konsekuensi untuk selalu berinovasi sehingga mewujudkan prestasi. Namun demikian, beberapa lembaga dan guru pendidikan Islam yang tetap teguh dengan sikap populisnya perlu menjadi satu-kesatuan sebagai sebuah inovasi moral. Hal ini penting agar pendidikan dapat diakses oleh masyarakat yang kurang mampu.

Inovasi moral dalam bentuk sikap populis maupun perjuangan tanpa pamrih dari para guru maupun lembaga pendidikan Islam perlu mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Karena walau bagaimana pun, mereka turut berjuang dalam mencerdaskan generasi bangsa. Di titik inilah sikap dan perhatian pemerintah yang sering hanya tertuju pada lembaga pendidikan yang sudah mapan perlu menjadi renungan bersama. Bahkan generasi emas dan berakhlak mulia sering muncul dari basis pendidikan dengan motivasi murni hanya berjuang demi mencerdaskan generasi bangsa. Inilah yang patut menjadi perhatian pemerintah sebab kerap kali guru (ngaji) maupun sekolah secara kelembagaan (biasanya madrasah diniyah dan pesantren) merasa kasihan menarik iuran dari siswa dan santri.

Namun demikian, berbagai inovasi yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan Islam tidak meninggalkan tantangan ideologi yang berkembang di dunia Islam, seperti paham radikal yang gencar menyasar para generasi muda di lembaga pendidikan. Potret pendidikan Islam yang sebagian terwujud sebagai sebuah kekhasan yang diuraikan dalam buku ini patut diapresiasi. Sebab lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren telah mengajarkan cara beragama yang toleran (tasamuh), moderat (tawasuth), dan berkeseimbangan (tawazun) yang membentuk karakter khas Islam di Indonesia yang kemudian populer dengan nama “Islam Nusantara”.

Model pendidikan Islam yang damai tanpa kekerasan, mengejarkan keteladanan sosial dan moral maupun spiritual, toleran, mengenal satu sama lain, dan menghargai perbedaan telah memberikan sumbangan besar dalam pembentukan karkater khas Islam dan bangsa Indonesia. Inilah yang disebut inovasi moral yang semakin komprehensif dengan inovasi material (penelitian praktis) yang mewujudkan kekhasan pendidikan Islam.

Potret kekhasan lembaga pendidikan Islam dalam buku ini tentu belum menggambarkan seluruh lembaga pendidikan Islam yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun demikian, profil inspiratif berbagai lembaga pendidikan Islam dan guru dalam buku ini hendaknya bisa menjadi referensi produktif untuk mengembangkan pendidikan Islam menjadi lebih berkualitas dalam rangka mencetak generasi emas dan berakhlak mulia.***

Identitas buku:
Judul : Kekhasan Pendidikan Islam
Editor : A. Khoirul Anam
Penerbit         : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI
Tebal : xxii + 433 halaman
Cetakan : I, Desember 2015
Peresensi : Fathoni Ahmad, Pengajar di STAINU Jakarta.


Terkait