Pustaka

Dua Gubernur Kurang Ajar dan Balasannya

Kamis, 15 September 2016 | 03:03 WIB

Khalifah Umar bin Khatab mengutus dua orang untuk memanggil Gubernur Mesir karena mendapat kabar ia tidak baik menjalankan pemerintahannya. Guburnur itu pun datang ke Madinah bersama dua orang suruhan Umar tersebut.

Waktu gubernur datang, Umar baru selesai shalat berjamaah. Ketika mendapati mereka, ia bertanya kepada suruhannya, siapa yang dihadapkan kepadanya tersebut.

Sebelum dua suruhan itu menjawab, Gubernur Mesir menjawab dengan memperkenalkannya dirinya.

Umar menyindirnya dengan pedas, bahwa dulu ia mengangkat gubernur yang kurus, tapi kenapa yang datang sekarang bertubuh gemuk. Kulitnya bersih seperti wanita pingitan karena jarang terkena sinar matahari dan menginpeksi rakyatnya. Dilihat dari pakaiannya yang glamor akan membuat rakyat jelata jerih menghadapnya.

“Tak ada tanda-tanda kau menunjukkan sebagai seorang pekerja keras,” tukas Umar sembari mengatakan, “dan kudengar kau sekarang menjadi seorang pengusaha dan penguasa yang sewenanag-wenang.

Kepada suruhannya, Umar meminta menyiapkan seragam penggembala untuk gubernur tersebut. Umar akan mememecatnya dan menjadikannya seorang penggembala.

Pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid juga ada seorang gubernur yang membangkang membayar utang kepada rakyat. Padahal utang adalah utang tanpa melihat latar belakagn. Meski gubernur telah dikirimi surat sampai tiga kali oleh hakim, ia tak mengindahkannya. Surat selalu dirobek dan dibuangnya. Ia merasa, menjadi seorang gubernur yang berkuasa tak perlu membayar utang kepada rakyatnya.

Perilakunya itu membuat gerah Khalifah Harun Al-Rasyid yang kebetulan mendapat laporan ketika berada di wilayah gubernur tersebut. Kemudian Khalifah memerintahkan kepala kepolisian dan anggotanya untuk mengunci seluruh pintu rumah gubernur tersebut sampai ia mau membayar utang tersebut kepada rakyatnya.

Dua kisah tersebut terdapat dalam buku Kisah-kisah Zaman Khalifah. Di dalam buku yang terdiri dari12 bab menceritakan sisi-sisi kehidupan para khalifah. Tidak hanya Khulafaur Rasyidin, tapi khalifah zaman Abasyiyah.

Pada Bab 1 misalnya, mengisahkan kebesaran Panglima Khalid bin Walid yang tiba-tiba saja jabatannya dicopto Khalifah Umar bin Khatab tanpa dijelaskan duduk perkaranya, tanpa ada kesalahan sedikit pun.

Meski demikian, ketika ia menjadi seorang prajurit biasa, Khalid bin Walid tidak sedikit pun luntur semangatnya dalam menghadapi peperangan. Bagi dia, berperang bukan karena sebagai jabatan panglima, tetapi kebesaran agama Islam dan karena Allah.

Belakangan Umar menjelaskan bahwa mencopot Khalid itu bukan karena kesalahan, melainkan supaya tidak tumbuh sedikit pun rasa sombong dalam dirinya. Ia juga ingin memberi tahu kepada masyarakat muslim waktu itu, bahwa Islam tersebar tidak hanya karena jasa Khalid.  

Buku tersebut sarat dengan kisah bermuatan hikmah, yang bisa dipetik pelajarannya tidak hanya bagi para pemimpin, tapi juga rakyat biasa. Buku ini menceritakan kebijaksanaan, keberanian, persahabatan sejati, baiknya membalas budi, bekerja tanpa pamrih, dan cara memimpin umat Islam. Bahkan ada kisah yang lucu dari Khalifah Al-Mahdi.

Namun sayangnya, buku ini tidak mencantumkan rujukan satu pun, apalagi catatan kaki sehingga pembaca tidak dapat menelusuri kepada naskah aslinya. Meski demikian, buku ini layak dibaca, paling tidak untuk dongeng sebelum tidur, tak hanya buat anak-anak, tapi orang tua.

Info Buku:

Penulis        : Tjetje Jusuf
Judul            : Kisah-kisah Zaman Khalifah
Tebal            : 120 halaman
Penerbit       : Pustaka Jaya 1975
Peresensi   : Abdullah Alawi




Terkait