Selain fokus bertafaqquh fiddin (belajar ilmu-ilmu agama), santri juga tidak jarang yang memperdalam seni dan budaya sebagai bagian dari komitmen menyebarkan Islam melalui instrumen tersebut.
Sejak dahulu kala, kalangan santri sudah tidak asing dengan berbagai instrumen musik, seni suara, maupun film sebagal kanal dakwah Islam rahmatan lil alamin. Sebut saja Para Sineas andal di kalangan santri seperti Asrul Sani, Usmar Ismail, dan Djamaluddin Malik.
Kualitas film karya Sutradara Usmar Ismail tidak lapuk dimakan zaman. Terbukti dengan Film Tiga Dara karyanya yang diputar kembali tahun ini meskipun telah mencapai usia 60 tahun. Jika dirunut, seni di bidang lain juga tak kalah mengeliatnya sehingga membuat Majalah Risalah Nahdlatul Ulama sangat perlu mengangkat tema Seni Santri dalam edisi terbarunya, Edisi 65/Tahun X/1438 H/Oktober 2016.
Menurut Pemimpin Majalah Risalah, Musthafa Helmy dalam pengantar redaksinya, beredarnya kembali film Tiga Dara tentu mengembalikan ingatan masyarakat kepada H Usmar Ismail, sang sutradara sekaligus produser. Dia adalah mahaguru perfilman Indonesia yang juga dikenal sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
Usmar Ismail, Asrul Sani, dan Djamaluddin Malik merupakan tiga serangkai seniman yang kebetulan semuanya berasal dari Sumatera Barat dan menonjol di zamannya. Usmar dan Asrul aktif dan di Lesbumi NU, sedangkan Djamaluddin aktif sebagai salah satu Ketua PBNU sejak NU menjadi partai politik kala itu.
Berbeda dengan film yang menjadi representasi seni di kalangan atas, Lesbumi di tingkat lokal dari seluruh daerah di Indonesia adalah seniman-seniman lokal yang cenderung tidak terkait dengan seni perfilman. Mereka adalah seniman santri di bidang lain.
Di Kabupaten Banyuwangi misalnya, ada Kiai Mahmud alias Bung Rewel yang memiliki Orkes Melayu Bintang Sembilan. Setiap manggung, orkes ini selalu membawakan nyanyian dan juga cerita sandiwara yang bercerita tentang sejarah dan perjuangan Islam di masa lalu. Begitu juga di Pasuruan dengan Orkes Al-Asyubban (Bangil), dan lain sebagainya.
Lesbumi di derah juga dipenuhi dengan para seniman santri yang aktif dalam Ishari (Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia) yang hampir setiap mushalla dan masjid memiliki grup itu. Hadrah yang dikolaborasikan Samrah (seni rebana) mengkristal menjadi sebuah perpaduan musik indah.
Seniman santri yang mampu mengelaborasikan berbagai instrumen sehingga menjelma menjadi seni musik yang dapat dinikmati oleh semua kalangan sebut saja seperti Rhoma Irama, penyanyi dan pencipta lagi religi Opick, grup band Wali, Kiai Kanjeng, Ki Ageng Ganjur, dan lain sebagainya. Kesenian ini terus dijaga agar tetap menjadi instrumen dakwah efektif di tengah perubahan zaman.
Selain membahas geliat seni santri, Majalah setebal 66 halaman ini juga seperti biasa menyajikan bacaan dan informasi menarik terkait dengan ke-NU-an, fikrah, pengajian tafsir, tasawuf, sejarah, serta sebuah uraian menarik dari Ketua Lesbumi PBNU KH Agus Sunyoto yang menyoroti Sastra Lisan Santri di Era Global. Selamat membaca!
(Fathoni Ahmad)