Tak ada seorang pun yang ingin hidup melarat, pasti semua ingin hidup penuh keberlimpahan dan terhormat. Untuk mencapai itu, Islam telah memberi konsep sederhana pada umatnya, yakni dengan bertakwa. Sebaliknya, Islam pun telah memperingatkan dan mengancam para pembuat maksiat dengan kemelaratan dan kehinaan.<> Tapi mungkin ada yang bertanya, kalau benar begitu, kenapa orang yang senang mengumbar kemaksiatan dengan penuh bangga malah hidupnya bergelimang harta dan tahta, sementara yang selalu taat agama seakan tak putus dililit sengsara?
Para pengumbar maksiat boleh terlihat sebagai konglomerat atau hadir sebagai seorang pejabat, misalnya, tapi sebenarnya mereka sangat melarat. Hati mereka gersang, selalu didera kekurangan. Secara fisik gagah tapi secara jiwa mereka jauh terpuruk. Karena kekayaan dalam Islam bukan saja apa yang tampak berlimpah dari luar tapi yang terpenting adalah apa yang berlimpah di dalam hati, yakni rasa syukur, zuhud, dan ikhlas.
Oleh karena itu, selain bekerja untuk menjemput rezeki, seorang Musilm juga harus mengiringi usahanya dengan ketaqwaan agar mendapat jaminan dari Allah akan adanya rezki yang datang dari arah yang tidak disangkakan. Tentu selain bertaqwa juga kita harus menghindar dari jerat maksiat yang siap menjerumuskan kita ke kubang kemelaratan dan kehinaan. Sayang, maksiat begitu halus, sehingga tak sadar kalau telah menelikung kita dan menelusup lewat alam bawah sadar sehingga semua tak terasa sebagai sebuah maksiat. Oleh karena itu, kehadiran buku ini ingin kembali “menyadarkan” kita dari jerat maksiat yang telah berhasil “menyandera” kita.
Salah satu maksiat penyebab melarat adalah syirik. Sebagai bentuk maksiat terberat pasti akan memberi dampak negatif terberat juga pada pelakunya. Syirik yang kasat mata adalah menyembah berhala, namun syirik yang paling berbahaya adalah yang tak kasat mata, yang tak terasa bahwa itu sebuah kesyirikan. (hal. 13). Seperti mengakui adanya kekuatan dan kekuasaan selain Allah, semisal kekuatan dari seorang paranormal. Atau pun mengakui adanya sesuatu yang bisa membawa sial selain Allah. Inilah yang mesti diwaspadai karena masih banyak terjadi di zaman modern ini.
Selain menutup pintu rezeki, syirik menimbulkan banyak permasalahan lain bagi pelakunya, di antaranya menyebabkan kehinaan, menyuburkan khurafat, menimbulkan rasa takut, menjerumuskan ke neraka selamanya, dll (hal.25-28)
Liwath atau homoseks juga merupakan maksiat yang berakibat melarat. Dianggap perbuatan hina karena liwath merupakan bentuk pelencengan seksual yang sangat serius sehingga sangat dibenci oleh Allah. Tak heran bila maksiat ini mendatangkan kemelaratan dan kehinaan.
Liwath memiliki banyak sisi negatif, diantaranya liwath merupakan dosa yang belum dilakukan umat sebelum umat Nabi Luth, merupakan salah satu dosa yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah, akan menumbuhkan keengganan pemuda untuk menikah yang akhirnya berdampak pada berkurangnya generasi manusia, dll (hal.73-77).
Kikir dan tamak juga termasuk dua penyakit hati yang dapat berdampak pada tertutupnya jalan rezeki. Kikir dapat menimbulkan mala petaka bagi masyarakat. Penyakit ini bisa menimbulkan rasa dengki dan iri hati di jiwa orang-orang yang hidupnya kekurangan atas orang-orang kaya yang bakhil. Situasi ini akan mengakibatkan kerugian bagi si kaya tak kala si miskin melampiaskan kedengkinan dengan membabi buta dan merusak harta si kaya. Oleh karena itu, ingin hidup mulia, bahagia dan penuh harta maka hindarilah penyakit hati berupa bakhil ini. (105-109).
Biasanya orang kikir identik dengan penyakit tamak atau rakus. Kerakusan manusia akan harta bukannya membuat kaya, tapi malah berdampak pada rasa kurang tak berkesudahan. Ibarat menumpas haus dengan meneguk air laut. Seberapa pun yang terteguk, kehausan tak akan pernah surut dari “kerongkongan” orang-orang rakus tersebut. Akibatnya adalah hilangnya kontrol diri dalam memilah jalan kebenaran untuk mencari kekayaan. Tak ayal, asal dapat keuntungan finansial segala jalan dianggap legal. (hal.110-118)
Dari situlah kemelaratan hakiki dimulai, dari sanalah kehinaan berakar dan akan terus tersandang hingga ia benar sembuh dari dua penyakit hati itu; kikir dan rakus.
Masih banyak bentuk maksiat yang bisa mengakibatkan kemaralatan dan kehinaan yang dikupas penulis lewat buku setebal 196 halaman ini, seperti durhaka pada orangtua, memutus tali silaturahmi, gemar berbohong, ghibah, berbuat kedzaliman pada orang lain, riya’, mencuri, dll.
Judul Buku : Maksiat-Maksiat Penutup Reseki dan Hidup Hina
Penulis : Rizem Aizid
Penerbit : Diva Press
Cetakan : I, Februari 2014
ISBN : 978-602-7968-36-3
Peresensi : Moh. Romadlon. penulis lepas, penyuka buku, tinggal di Kebumen