Pustaka

Ibrahim Bapak Agama-Agama

Senin, 28 Juli 2014 | 01:00 WIB

 Ibrahim a.s. adalah bapak agama-agama langit dan leluhur para nabi dan rasul. Dalam tradisi Yahudi dan Nasrani dia dikenal dengan sebutan Abraham. Julukannya sebagai bapak agama-agama berkat penemuan kebenaran hakiki setelah bertualang dalam pencarian panjang berliku demi mendamba Tuhan sejati sesembahan makhluk.<>

Riwayat tentang Ibrahim a.s. dicoba diungkap oleh buku ini melalui sudut pandang sejarah. Mengambil kesimpulan dan meluruskan kekeliruan dengan melihat pada al-Qur’an dan hadis, kitab suci lain seperti Taurat dan Injil, serta berbagai buku sejarah.

Buku yang disadur dari tujuh buah buku berbahasa Arab yang meliputi Ibrâhîm Abû al-Anbiyâ’ karya ‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad; Dirâsât Târîkhiyyahmin al-Qur’ân al-Kârîm karya Muhammad Bayumi Mahrani; Dirâsât fî Târîkhasy-Syarqî al-Adnâ al-Qadîm karya Muhammad Bayumi Mahrani; Mishrwa al-Syarq al-Adabî al-Qadîm karya ‘Abdul ‘Aziz Shalih; Min I’jâz al-Qur’an karya Ra’uf Abu Sa’dah; ‘Arâ’is al-Majâlis karya Abu Ishakats-Tsa’labi; Muhammad Rasulullah wa al-ladzîna Ma’ahu karya ‘Abdul Hamid Jaudah as-Sahhar. 

Buku ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, seperti yang disebutkan dalam pengantarnya: Pra Ibrahim dan Pasca Ibrahim.

Pada bagian pertama, diuraikan sejarah Nuh a.s. dan keturunannya, serta bagaimana seiring dengan persebarannya terbentuk agama dan kepercayaan yang bermacam-macam. Bagian kedua membahas silsilah Ibrahim a.s., kelahirannya, perjalanannya mencari Tuhan, peristiwa pembakarannya hidup-hidup, dakwah yang dilakukannya sebagai utusan Allah, sampai saat beliau harus mengorbankan anaknya dan membangun Baitullah.

Tabel sejarah dan gambar silsilah cukup membantu pembaca untuk memahami kronologis sejarah Ibrahim a.s. Mungkin akan lebih baik jika gambar peta khususnya dibuat lebih jelas dan menarik.

Ada beberapa hal yang cukup menarik yang perlu diberi highlights dari buku ini.

Raja Namrud

Dalam buku ini terdapat kontradiksi antara pengantar dengan uraian di bab III mengenai raja Namrud. Sebagaimana kita ketahui, tokoh Namrud dipahami (sebagian masyarakat) sebagai raja yang memerintahkan para bawahannya agar menghukum Ibrahim melalui hukum bakar, karena Ibrahim a.s. telah melakukan penghancuran berhala-berhala atau patung-patung orang-orang Ur, dengan menyisakan satu berhala besar yaitu patung Dewa Mardukh.

Pemahaman seperti ini juga tampak dalam uraian penulis pengantar buku ini (xiv). Padahal, penyebutan raja Namrud sebagai subyek utama perintah hukum bakar sangat minim bukti sejarah yang valid. Menurut Rusydi al-Badrawi, catatan-catatan sejarah tidak menyebutkan adanya seorang pun raja bernama Namrud yang pernah memerintah Irak.(73). Tokoh yang berpendapat bahwa Namrud yang memerintahkan hukum bakar kepada Ibrahim a.s. adalah ats-Tsa’labi dalam bukunya‘Ara’is al-Majalis. Selain ats-Tsa’labi tidak ada yang menyebut nama Namrud.

Menurut al-Badrawi dan Abbas Mahmud Aqqad, tokoh yang memerintahkan dijatuhkannya hukuman bakar hidup-hidup atas diri Ibrahim a.s. adalah Syawaji (Shoulgi), raja Ur yang sombong dan haus pengagungan. (80). Jadi tidak ada nama Namrud di sini. Bahkan menurut Al Badrawi, sejarah Irak kuno tidak meninggalkan catatan apa pun yang menunjukkan pernah berkuasanya seorang raja bernama Namrud. (48).

Hajar sebagai Budak

Ketika Ibrahim a.s. berkunjung ke Mesir bersama Sarah, istrinya, Ibrahim mendapati raja Mesir yang menginginkan istrinya. Waktu itu di Mesir ada kebiasaan aneh yaitu sering mengganggu perempuan yang sudah bersuami dan merampas mereka. Tetapi terhadap perempuan yang belum bersuami, justru tidak akan mengganggunya. Karena Sarah berada dalam lindungan Allah, maka upaya sang raja menjamah Sarah selalu mengalami kegagalan. Sampai akhirnya raja merasa bahwa Sarah bukan perempuan sembarangan. Selanjutnya raja menghadiahkan seorang budak yang bernama Hajar.

Ketika usia Ibrahim sudah semakin bertambah, sedangkan ia belum memiliki keturunan, maka Ibrahim terus bermunajat kepada Allah agar menganugerahi keturunan. Mengetahui bahwa suaminya sangat mendamba keturunan, sedangkan dirinya juga semakin berumur, Sarah menghadiahkan Hajar untuk dinikahi. Ini cukup menarik. Sebab, adakalanya muncul kesan merendahkan ketika membaca riwayat Ibrahim yang mengawini budak istrinya. Padahal, apa yang dilakukan Sarah merupakan sesuatu yang lazim ketika itu. (133). Dan majikan perempuan akan memperlakukan anak yang lahir dari budak perempuannya sebagai anaksendiri. 

Pada mulanya Hajar bukanlah budak (148), melainkan seorang tawanan. Ia adalah istri raja Mesir yang dikalahkan orang-orang Ain Syams. Raja Mesir menghadiahkan kepada Sarah untuk menutup kemungkinan munculnya perlawanan dari kaum Hajar. Allah mengangkat kembali kehormatan Hajar dengan menjadikannya sebagai istri bagi Ibrahim menjadi ibu bagi Ismail, sekaligus menjadi ibu leluhur seluruh bangsa Arab.

Kerancuan Taurat

Buku ini banyak mengkritisi keterangan-keterangan yang terdapat di dalam Taurat, karena seringkali mengandung kerancuan yang akut.Misalnya, perjalanan Ibrahim a.s ke Hijaz sama sekali tidak diakui penulis Taurat. Malahan, Taurat menyebut bahwa Ibrahim mengusir Hajar dan Isma’il. Ia hanya memberi mereka bekal, lalu menyuruh keduanya pergi. Padahal keterangan ini, menurut al-Badrawi sangat rancu.

Kerancuan lainnya adalah keteranganTaurat tentang Hajar yang diperintahkan malaikat untuk mengangkat putranya, Ismail, padahal putranya sudah berusia 16 tahun.

Buku ini juga mengungkap keterangan dusta para penulis Taurat tentang Nabi Luth a.s., keponakan Ibrahim a.s. Dalam Kitab Kejadian Pasal 19 diterangkan bahwa dua putri Luth a.s. memberi minuman anggur kepada Nabi Lutha.s. Maka Nabi Luth a.s. menjadi lupa diri, sehingga Nabi Luth berhubungan badan dengan kedua putrinya itu. Kemudian kedua putri Nabi Luth itu hamil. “Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapak orang Moab yang sekarang. Yang lebih muda pun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapak bani Amon sekarang.”(184)

Satu hal yang cukup mengganggu dari buku ini adalah tidak diterjemahkannya nama kerajaan, tempat atau nama kota. Misalnya nama Amuri, Akad, Babil, Hibrun dan sebagainya. Padahal Amuri bisa diterjemahkan menjadi Amorit, Akad menjadi Akadia, Babil menjadi Babilon (untuk kerajaannya diberi nama Babilonia), Hibrun menjadi Hebron dan sebagainya.  

Secara umum, buku ini menambah pengetahuan dan memperjelas gambaran tentang kehidupan Ibrahim as., hijrahnya ke berbagai tempat untuk berdakwah, serta keistimewaannya hingga beliau menjadi al-Khalil (kesayangan Allah) dan menjadi salah satu dari lima nabi bergelar Ulul ‘Azmi. 

Judul Buku : Ibrahim as. Bapak Semua Agama : Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian Ibrahim AS. Sebagaimana tertuang dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an.
Penyadur : Iqbal Harahap
Penerbit : Lentera Hati
Tahun : Cetakan Pertama, Februari 2014
Volume : xvi+254 hlm.; 15 x 23 cm
Jenis Cetak : Soft cover/ Bookpaper
ISBN : 978-602-7720-18-3
Harga: Rp. 77.000
Peresensi : Luluk Fikri Zuhriyah, dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya


Terkait