Pustaka

Jejak Pembangun Peradaban Denanyar

Senin, 4 Mei 2015 | 00:59 WIB

Lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang bermula dari Komite Hijaz, tak bisa dilepaskan dari peran sosok kiai kharismatik KH Bisri Syansuri, yang merupakan pendiri pondok pesantren Mam’baul Ma’arif Denanyar, Jombang.
<>
Komite Hijaz sendiri merupakan gagasan sahabat dan kemudian menjadi kakak iparnya, KH Abdul Wahab Hasbullah, begitu menyita perhatian dan tenaga untuk memunculkannya. 

Dua tokoh NU sejak awal organisasi ini didirikan, mesti berkeliling Jawa menghubungi kiai-kiai, meminta dukungan memunculkan komite, yang memiliki misi utama memperjuangkan pendiriannya di depan Raja Abdul Aziz Ibnu Sa’ud.

Sedikit ilustrasi di atas, bisa kita baca dalam buku menarik berjudul ‘’Kiai Bisri Syansuri: Tegas Berfiqih Lentur Bersikap’’ karya KH Abdussalam Shohib, dkk., yang diterbitkan untuk mengenang jasa besar salah satu pendiri NU sekaligus pejuang kemerdekaan tersebut. 

Bisri Syansuri lahir pada 23 Agustus 1887 di Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah dari pasangan Sansuri dan Siti Rohmah (hal. 3-4). Dia adalah sosok yang cinta pada ilmu agama, yang bisa dilihat dari kegemarannya mengaji kepada kiai-kiai yang begitu ‘alim pada waktu itu. 

Di antara kiai yang ikut menempa Bisri Syansuri muda semasa mencari ilmu, adalah KH Kholil (Bangkalan), KH R. Asnawi (Kudus), KH M Oemar (Rembang), Kiai Sholeh Darat (Semarang), KH Mahfudz (Termas), dan KH Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng). (hal. 8-19)

Di waktu usianya beranjak dewasa, 26 tahun, ia memantapkan diri ke Makkah Al-Mukarromah untuk menuntut ilmu. Di tanah suci, Bisri Syansuri antara lain belajar kepada Syeh Muhammad Baqir, Syeh M Sa’id Yamani, Syeh Ibrahim Madani, serta Syeh Jamal Al-Maliki. (hal. 26)

Semasa di Makkah ini pula, Bisri Syansuri menemukan jodohnya. Dia menikahi seorang gadis bernama Chadjidjah yang tak lain adalah putri KH Hasbullah, pendiri pondok Tambak Beras yang berarti pula menjadi adik ipar KH Abdul Wahab Hasbullah. 

Membangun Denanyar 

‘’Babak baru’’ kehidupan Bisri Syansuri terjadi ketika dia pulang kembali ke tanah airnya. Dia tidak kembali  ke Tayu, tetapi ke Jombang, dan mengambil peran yang sangat intens di pesantren Tambak Beras. 

Namun setelah empat tahun, ia kemudian mendirikan pesantren sendiri di Desa Denanyar. Di sini, ia berjuang membangun ‘’peradaban baru’’ di tengah masyarakat yang lekat dengan moralitas buruk, seperti tindak kekerasan, pembegalan, bahkan pembunuhan. (hal. 33-34)

Moralitas masyarakat yang buruk itu, tentu menjadikan perjuangan sang kiai menjadi mudah dalam melakukan dakwah dan mengembangkan pesantrennya. Melainkan ia harus berjuang keras dengan penuh kesabaran, kesantunan, dan juga tawadhu’. (hal. 36)

Kini, seabad yang lalu, KH Bisri Syansuri telah memberikan sumbangsihnya bagi NU dan bangsa ini dalam membangun pusat pendidikan Islam, mendidik generasi bangsa ini menjadi generasi yang tidak sekadar cerdas, tetapi juga ber-akhlakul karimah dan tawadhu’. 

Tetapi tidak sekadar melakukan dakwah dan mendirikan pesantren saja kiprah dan peran Kiai Bisri bagi bangsa ini. Tetapi masih banyak jasanya, termasuk kiprahnya dalam perjuangan melawan penjajah melalui barisan Hizbullah dan Sabilillah. 

Kiprah dan peranan besar KH Bisri Syansuri ini, bisa kita simak dalam buku karya KH Abdussalam Shohib, dkk ini. Kiranya, dengan membaca buku ini, kita akan menemukan sosok yang patut menjadi teladan, sebagaimana disinggung pula oleh KH A Musthofa Bisri dalam catatan penutupnya. 

Meski begitu, buku ini masih membuka peluang bagi penulis-penulis lain untuk menghadirkan karya lain tentang KH Bisri Syansuri, dengan sudut pandang yang lebih beragam dan spesifik. Dengan begitu, umat (pembaca) bisa mendapatkan gambaran mengenai sosok pembangun peradaban Denanyar ini secara lebih lengkap.  

Data buku

Judul Buku : Kiai Bisri Syansuri: Tegas Berfiqih Lentur Bersikap
Penulis : KH Abdussalam Shohib, dkk. 
Catatan Penutup : KH A Musthofa Bisri
Penerbit : Yayasan Mamba’ul Ma’arif Denanyar & Pustaka Idea Surabaya 
Cetakan I : Januari 2015 
Cetakan II (edisi revisi):  April 2015 
Jumlah Halaman : 156 +xii 
Peresensi : Rosidi, pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Cabang Kudus dan staf Humas Universitas Muria Kudus (UMK) 


Terkait