Perkembangan Islam di dunia sedang diancam oleh terorisme berlabel agama dan radikalisme bersikap. Keduanya mengancam sisi humanis dari nilai-nilai Islam, sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad: mewartakan perbaikan akhlak dan moral. Islam yang keras dan brutal, merebut simbol-simbol sekaligus penanda utama wajah muslim dunia. Inilah yang menjadi tantangan bersama: bagaimana menghadirkan Islam yang penuh cinta, Islam yang mewartakan keramahan?
Di tengah arus pemahaman akan nilai-nilai Islam, tafsir al-Qur'an menjadi salah satu kuncinya. Dalam ruang tafsir al-Qur'an—sebagai pintu untuk mengakses ayat-ayat, pengetahuan dan kebenaran—bertemu dua pandangan: literal dan kontekstual. Cara pandang literal lebih mendasarkan pada rujukan tekstual ayat al-Qur'an tanpa tafsir, sekaligus menghilangkan kajian ilmiah yang dilakukan oleh ulama-ulama selama ratusan tahun. Kelompok literalis ingin mengacu langsung pada ayat-ayat al-Qur'an dan hadits, tanpa melalui wasilah keilmuan dan kedalaman spiritual ulama muslim.
Sedangkan, cara pandang kontekstual menghadirkan pemahaman-pemahaman atas kondisi zaman, produk pengetahuan dan arus waktu yang berputar pada tiap generasi. Kelompok yang menggunakan tafsir kontekstual, ingin agar ayat-ayat al-Qur'an dapat menjadi solusi atas beragam problem kontemporer masyarakat dunia.
Tafsir kontekstual menawarkan alternatif yang amat penting bagi umat Islam kontemporer demi mengimbangi tafsir tekstual yang begitu dominan saat ini. Sprektrum tafsir kontekstual merentang dari pendekatan yang bergantung sepenuhnya pada makna literal teks (hard textualism), hingga pendekatan yang mempertimbangkan sejumlah elemen kontekstual (soft textualism).
Di buku ini, "Al-Qur'an Abad 21: Tafsir Kontektual" (Mizan, 2016), Prof. Abdullah Saeed membahas pendekatan kontekstual dalam penafsiran al-Qur'an, yang kini tengah banyak diminati, di kalangan umat Islam dunia. Abdullah Saeed, dalam buku ini mengembangkan gagasannya sendiri, dengan harapan dapat memperkaya studi al-Qur'an saat ini serta mengangkat topik yang terkait erat dengan pendekatan kontekstual.
Tafsir kontekstual
Tradisi tafsir al-Qur'an telah ada sejak masa Nabi Muhammad (w.11 H/632 M). Pemahaman atas al-Qur'an lebih mudah dilakukan pada masa Nabi karena beberapa alasan. Al-Qur'an turun dalam bahasa Arab, sebuah bahasa yang digunakan oleh Sang Nabi dan para sahabat. Lebih dari itu, para penerima al-Qur'an juga memiliki konteks personal dan sosial secara langsung dengan sang Nabi. Lebih penting lagi, al-Qur'an hadir dalam konteks asli sehingga al-Qur'an memiliki hubungan ideologis dengannya. Elemen-elemen konteks ini, mencakup juga masa pewahyuan (610-632 M), tempat turunnya wahyu (Hijaz di Jazirah Arab), dan kebiasaan serta masyarakat pada waktu wahyu diturunkan (hal. 28).
Menurut Abdullah Saeed, pendekatan tekstual yang sangat bergantung pada makna "literal" ayat—dengan mempertimbangkan kompleksitas penerapan praktisnya—telah menjadi pendekatan utama dalam tradisi tafsir, khususnya yang berkaitan dengan ayat-ayat hukum/etika (ethico-legal), dan dalam literatur fikih. Namun, dalam semua variannya, pendekatan tekstual gagal memberikan keadilan yang utuh atas ayat-ayat tertentu yang ditafsirkan. Akibatnya, ayat-ayat al-Qur'an dipandang tidak relevan bagi kondisi masyarakat muslim kontemporer, atau dipraktikkan tidak secara semestinya, sehingga justru merusak prinsip-prinsip dasar al-Qur'an (hal. 12).
Sedangkan, kelompok kontekstualis memberi nilai hermeneutik yang besar bagi konteks historis saat pewahyuan al-Qur'an—awal abad ke-7 M—dan penafsiran setelahnya. Mereka berpendapat bahwa, para sarjana semestinya sangat sensitif dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, intelektual dan budaya pada saat penurunan wahyu. Kelompok kontekstualis lebih cenderung melihat al-Qur'an sebagai sumber panduan praktis (hal. 13). Dengan demikian, pendekatan kontekstual memberi sumbangsih agar ayat-ayat al-Qur'an dapat menjadi perspektif untuk membedah problem kontemporer umat manusia.
Dalam catatan Abdullah Saeed, tafsir kontekstual Umar menjadi salah satu referensi penting bagaimana al-Qur'an ditafsirkan pada masa awal. Umar bin Khattab menafsir ulang aturan-aturan dan perintah dalam al-Qur'an dengan mempertimbangkan konteks. Bagi Umar, al-Qur'an merupakan teks yang hidup, dan petunjuknya membutuhkan penafsiran yang sesuai dengan spritinya sehingga tetap sesuai dengan lingkungan yang berubah. Gagasan-gagasan dalam tafsir kontektual yang dilakukan Umar, semisal kepentingan umum, properti publik, pemerataan dan keadilan, serta kesadaran akan konteks yang berubah menjadi acuan tafsir kontekstual masa kini (hal. 67-68).
Isu utama bagi usaha penafsiran ini, adalah bagaimana al-Qur'an dibuat selaras dengan masyarakat Muslim yang beragama dalam kurun lebih dari 1.400 tahun. Kebanyakan ayat al-Qur'an mengeksplorasi isu-isu etika, moral, teologi, spiritual, dan historis serta menyoroti manusia dengan cara melampaui konteks-konteks spesifiknya. Dalam pemahaman ini, ajaran-ajarannya bisa digeneralisasi demi mengakomodasi berbagai situasi dan kondisi yang baru. Al-Qur'an sering tidak menyoroti isu-isu dan hal-hal spesifiknya namun pada level prinsip-prinsip moral secara umum.
Hal ini, dicontohkan dalam beberapa rujukan al-Qur'an mengenai bagaimana Tuhan secara konstan menjunjung tinggi pentingnya kejujuran dan keadilan, serta perhatiannya pada kaum yang terpinggirkan, lemah dan rentan bersamaan dengan tema-tema mengenai pertanggungjawaban dan kehidupan setelah mati, serta hikmah dari berbagai kisah historis (hal 294).
Gagasan-gagasan Abdullah Saeed dalam buku ini, menunjukkan bagaimana kegelisahan seorang akademisi dalam melihat perkembangan kaum muslim pada abad ini. Saeed melihat gelombang muslim yang cenderung memotong arus untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif terhadap pesan-pesan al-Qur'an. Kelompok tekstualis yang digugat oleh Saeed tidak melihat konteks pewahyuan sekaligus arus zaman dalam pemaknaan ayat-ayat al-Qur'an.
Buku ini, merupakan sumbangsih Abdullah Saeed dalam menjernihkan kembali pemahaman kaum muslim untuk melihat al-Qur'an. Saeed ingin agar ayat-ayat al-Qur'an yang dianggap kontroversial, dibaca dengan perspektif nilai-nilai utama Islam, yakni keadilan dan cinta kasih.***
Info Buku:
Judul: Al-Qur'an Abad 21: Tafsir Kontektual
Penulis: Prof Abdullah Saeed
Penerbit: Mizan
Cetakan: Januari 2016
ISBN: 978-979-433-921-3
Tebal: 316 halaman
Peresensi: Munawir Aziz, Peneliti Islam Nusantara, aktif di Gerakan Islam Cinta dan Jaringan GusDurian.