Warta

Hasyim: Jangan Sampai Muncul ”Gerakan Abu Hasan”

Selasa, 11 Agustus 2009 | 09:01 WIB

Semarang, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi berpesan, jangan sampai Muktamar ke-32 NU yang digelar di Makassar pada Januari 2010 diintervensi oleh ’pihak ketiga’.

Hal itu disampikannya di hadapan peserta Musyawarah kerja wilayah (Muskerwil) NU Jawa Tengah yang berlangsung Sabtu (8/8) di Gedung PWNU Jateng, Jl. dr Cipto 180, Semarang dengan agenda tunggal persiapan muktamar.<>

Ia berharap muktamar yang akan datang tidak mengulangi peristiwa seperti dalam Muktamar ke-29 di Cipasung Jawa Barat, dimana campur tangan pihak ketiga cukup kuat.

”Jangan sampai muncul gerakan Abu Hasan,” katanya. Abu Hasan adalah calon ketua umum PBNU yang ’disusupkan’ oleh pemerintah Orde Baru waktu itu untuk melawan calon kuat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Dalam kesempatan itu Hasyim juga mengimbau, berbagai persoalan penting di tubuh NU yang mengemuka belakangan ini, terutamka terkait langkahnya dalam kancah politik, lebih baik dibicarakan lewat forum muktamar, tidak membuka forum lain di luar itu.

Dirinya menyadari, langkah yang ia lakukan ada yang ditanggapi pro dan kontra. "Padahal tujuan saya baik. Akan tetapi belum tentu semuanya menerima langkah-langkah saya termasuk dalam pilgub Jawa Timur dan Pilpres kemarin," katanya.

”Namun demikian, saya tidak perlu menanggapi berbagai desakan yang meminta saya mundur sebelum muktamar, termasuk desakan dari Ketua Umum GP Ansor, karena dia sendiri sesungguhnya bagian dari masalah,” tambahnya.

Apa yang telah diperbuat PBNU, menurut Hasyim adalah upaya maksimal PBNU untuk lebih memiliki nilai manfaat bagi tidak saja untuk lingkungan NU saja, akan tetapi juga kemasalahatan umum dan NU telah menampilkan jatidirinya sebagai oraganisasi yang 'rahmatan lil alamin'.

Jika ada beberapa aktivis NU tidak puas terhadap sikap PBNU, dirinya meminta agar dapat diselesaikan lewat forum muktamar yang akan berlangsung Januari tahun depan di Makassar Sulawesi Selatan.

Menurut Hasyim, yang dikatakan melanggar khittah itu bukan saja membawa NU ke kancah politik saja, akan tetapi warga NU yang tidak menjalankan khittah itu juga merupakan pelanggaran khittah. "Jadi tidak benar kalau yang dianggap melanggar khittah itu yang membawa NU ke arus politik saja", tandasnya.

Hasyim mengakui, hingga saat ini ada beberapa program yang belum dijalankan secara maksimal di NU, yakni masalah pengkaderan, masalah sumber dana organisasi dan masalah keumatan seperti labelisasi lembaga pendidikan dan rumah sakit di bawah naungan NU.

Hingga saat ini belum semua cabang memiliki unit usaha yang bisa menopang operasional organisasi, sehingga untuk menghidupinya selalu mengharapkan bantuan pihak lain. ”Ke depan tidak boleh demikian, NU harus mandiri, sehingga tidak akan mudah diintervensi oleh siapapun,” katanya. (amz)


Terkait