Jakarta, NU Online
Polemik antara PBNU dan Pagar Nusa kubu Suharbillah berakhir. Suharbillah yang terpilih sebagai Ketua Umum Pagar Nusa pada acara pra kongres yang digelar di Ciganjur pada 23-25 September lalu akhirnya mengakui bahwa pembelokan agenda pra kongres menjadi kongres tidak sesuai dengan aturan PBNU.
Hal itu disampaikan Ketua PBNU, Drs. H. Ahmad Bagdja ketika ditemui NU Online di sela acara evaluasi hasil pemantauan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) di hotel Bintang Jl. Raden Saleh Jakarta Pusat, Rabu (28/12) lalu.
Menurut Bagdja, sapaan akrab Ahmad Bagdja, Suharbillah yang lama tidak menjawab surat PBNU akhirnya mengirimkan empat nama yang akan dijadikan sebagai panitia kongres Pagar Nusa yang sah. Salah satu dari empat nama itu adalah nama Suharbillah sendiri. ”Dia (Suharbillah, Red) sudah mengirim empat nama sebagai panitia. Artinya, kepengurusannya telah gugur,” kata Bagdja.
PBNU, lanjut Bagja, langsung mengambil langkah tepat dengan mengumpulkan perwakilan Pagar Nusa dari sejumlah daerah untuk menjadi panitia. Empat nama yang diajukan oleh Suharbillah akan dilebur dengan panitia yang dibentuk oleh PBNU. ”Empat nama itu dikirim lewat faksimili Suharbillah akan masuk dalam panitia, karena walau bagaimanapun dia telah banyak mengurus Pagar Nusa,” jelasnya.
Kapan kongres Pagar Nusa itu digelar? Menurut Bagdja, meski telah mengumpulkan perwakilan sejumlah daerah untuk menjadi panitia, PBNU belum mengangkat ketua panitia. Pembentukan panitia, lanjutnya, akan dilaksanakan dalam waktu dekat, karena kongres akan dilaksanakan secepatnya. ”Awal tahun (2006, Red) atau mungkin Januari ini akan segera digelar kongres,” paparnya.
Seperti diberitakan NU Online sebelumnya, pada kegiatan pra kongres di Ciganjur 23-25 September lalu, Pagar Nusa telah memilih Suharbillah sebagai ketua umum. Namun, pemilihan itu dianggap tidak sah, karena melanggar aturan yang ditetapkan oleh PBNU. Sesuai dengan petunjuk PBNU, forum itu adalah untuk persiapan kongres, namun agendanya dibelokkan menjadi kongres. Karena itu, segala sesuatu yang dihasilkan termasuk hasil pemilihan ketua umum juga tidak sah.
Sesuai dengan ketentuan yang telah diumumkan dalam rapat pleno PBNU mengenai perubahan lembaga yang menjadi badan otonom, perubahan status dari lembaga menjadi badan otonom salah satu ketentuannya adalah harus terdapat kepengurusan minimal 50 persen di tingkat propinsi dan dari masing-masing propinsi tersebut minimal sepertiga dari seluruh kabupaten atau kota sudah berdiri cabang. (rif/amh)