Muncul Kembali Wacana Ketum PBNU Dipilih Ahlul Halli wal Aqdi
Kamis, 20 Agustus 2009 | 11:45 WIB
Menjelang pelaksanaan Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Sulawesi Selatan pada 25 Januari 2010, muncul beberapa usulan alternatif mekanisme pemilihan ketua umum tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Di Mojokerto Jawa Timur, muncul usulan pemilihan ketua umum PBNU oleh Ahlul Halli wal Ahdi seperti pada Muktamar tahun 1984 di Situbondo. Usulan ini mengemuka dalam pertemuan beberapa kiai dengan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), Selasa (18/08) kemarin.<>
Usulan ini mirip dengan yang diajukan kelompok anak muda NU agar muktamar hanya memilih Rais Syuriah PBNU, dan kemudian Rais bersama formatur atau dewan kolektif syariah memilih ketua umum PBNU.
Ada beberapa alasan mendesak yang menguatkan urgensi usulan mekanisme pemilihan ketua umum tanfidziyah PBNU, yang mengacu pada Muktamar tahun 1984 di Situbondo, dimana Nahdlatul Ulama membulatkan tekad untuk kembali melaksanakan Khittah NU 1926 ini.
Pertama, menghindari intervensi pihak luar, baik dari struktural birokrasi atau pihak tertentu yang berkepentingan
Kedua, mengantisipasi politik uang yang menurut beberapa pihak indikasinya terlihat dalam Muktamar NU ke 30 di Lirboyo dan Muktamar NU ke 31 di Donohudan Solo, pemilihan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di beberapa daerah.
Ketiga, mengembalikan kewibawaan Rais Am PBNU, sehingga tidak terjadi dualisme kepemimpinan, dan overlapping kebijakan antara Rais Am dan ketua Umum Tanfidziyah PBNU.
Pertemuan bersama Gus Sholah itu itu dihadiri KH Abdus Salam Shohib Jombang, KH Mahfudz Mojokerto, beberapa kiai dan warga nahdliyyin. (yus)