Warta

Operasi Pasar Belum Tepat Waktu

Kamis, 21 Desember 2006 | 04:56 WIB

Yogyakarta, NU Online
Keputusan pemerintah melakukan operasi pasar (OP) menyusul kenaikan harga beras di berbagai tempat dinilai terburu-buru dan justru menambah kisruh suasana. Kenaikan harga perlu difahami sebagai dampak dari kenaikan biaya produksi pertanian.

”Kenapa harga naik drastis? Tentu tidak sekedar karena cadangan pada tingkat pasar habis. Kedrastisan harga naik pasti tidak wajar karena ulah spekulasi. Dan jangan lupa spekulasi ini ternyata karena tahu cadangan Badan Urusan Logistik (Bulog) menipis,” kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) KH. Mohammad Maksum kepada NU Online di Yogyakarta, Kamis (21/12).<>Menurutnya, gagalnya pengadaan beras oleh Bulog sebesar 40 persen perlu dicermati. Bulog beralasan, pengadaan jeblog karena harga pada saat panen raya sudah di atas harga Pembeliab Pemerintah (HPP) sesuai inpres 13/05.

”Ya. Tetapi marilah kita baca hati-hati bahwa ini persoalan willingness to sell dan to buy. Kalau harga input produksi sudah naik semua pasti harga produksi harus naik. Dan itulah yang terjadi sehingga harga pasar lebih besar dari HPP, meski musim panen raya,” kata Maksum.

Dikatakan pakar pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) itu, HPP terlalu rendah dan perlu segera dinaikkan.

”Faktanya, HPP itu diset pada awal Oktober. Sudah ditabrak kenaikan BBM 128 persen (Oktober 2005) kenaikan urea 15 persen (Mei 2006). HPP beras harus lebih dari 4000/kg. Dan OP baru jalan saat harga lebih dari Rp. 5000,” katanya.

Ditambahkan Maksum, kenaikan harga beras di berbagai wilayah di Indonesia jangan sampai dipolitisir untuk kepentingan importasi beras susulan. ”Jangan sampai memanfaatkan kekisruhan yang dibikin sendiri,” pungkasnya. (nam)


Terkait