Wawancara

Kabbani: Pilih Gaji 5 USD Daripada 100 Juta USD

Kamis, 11 Maret 2004 | 07:21 WIB

Jakarta, NU Online

Salah satu tantangan besar dunia Islam saat ini adalah
pengentasan kemiskinan. Namun membangun perekonomian
itu tidak semudah membalik telapak tangan. Semua harus
dilakukan pelan-pelan.

<>

Pendapat tersebut disampaikan oleh Shaykh Muhammad
Hisham Kabbani, ‘Chairman, Islamic Supreme Council of
America’. Kabbani yang ahli di bidang kimia, dan medis
ini, mempresentasikan makalahnya di komisi Islam dan
Pembangunan dalam International Conference of Islamic
Scholars’ICIS’ pada Rabu (25/02) di JHCC.

Dalam makalah yang berjudul The Importance of
Technology in the Development of Islamic Countries,
Kabbani mengatakan,”Pengenalan teknologi harus sudah
mulai diperkenalkan sejak dini, sebagaimana dilakukan
di sekolah-sekolah tingkat dasar AS,”kata Kabbani yang
ramah dengan siapa pun yang menegurnya. Masalahnya,
lanjut Kabbani, apakah di ‘Dunia Islam’ memiliki semua
itu,”kata Kabbani ragu. Karena itu dia menyarankan
agar pemerintah di masing-masing Negara Islam
memperhatikannya secara serius.

Kabbani yang dipanel dengan Iwan Poncowinoto melihat
ketertinggalan ‘Dunia Islam’ dalam penguasaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Dia mengatakan,”Bukti
ketertinggalan Islam itu terjadi di Indonesia.
Meskipun Indonesia kaya raya tetapi tidak membuat
masyarakat muslimnya kaya,”ungkap Kabbani.

Ulama yang sehari – hari mudah dikenali dengan jenggot
putih yang panjang ini memberikan saran kepada semua
peserta dari berbagai Negara. “Saya kira dengan
meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi akan
bisa membantu mengurangi kemiskinan. Karena itu
teknologi menjadi penting dalam pembangunan
negara-negara Islam,”kata Kabbani mensarankan.

Apa yang dikatakan Kabbani tentu bukan pendapat tanpa
dasar. Sebab menurutnya dalam kitab suci Al-Quran dan
As-Sunnah telah disebutkan pentingnya penguasaan
teknologi itu. Jadi umat Islam Indonesia pun, menurut
Kabbani akan bisa kaya jika secara mendalam mengkaji
dan mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Penjelasan Kabbani pun menuai banyak pertanyaan
peserta konferensi. Di antaranya ada yang menanyakan
penyebab keterbelakangan umat Islam di sejumlah
negara, padahal mereka tidak sedikit yang mampu
mengembangkan teknologi. Mendapat pertanyaan seperti
itu, Kabbani pun menjawab,”Memang tidak mudah
mengentaskan kemiskinan. Banyak orang Islam yang
menetap ke AS. Mereka belajar dan berusaha. Tidak
sedikit yang sukses,”jawab Kabbani. Salah satu contoh
kesuksesan itu, lanjut Kabbani, di Los Angeles, ada
perusahaan komputer terbesar yang dimiliki orang
Islam. Itu baru satu orang, padahal masih banyak orang
Islam lainnya yang sukses di AS,”papar Kabbani. “Namun
kebanyakan mereka enggan kembali ke negaranya
masing-masing. Bagaimana mereka mau kembali sementara
di negeri mereka tiak menjanjikan apa-apa,”kata
Kabbani menegaskan.

Kembali Kabbani mengingatkan,”Membangun perekonomian
itu tidak semudah membalik tangan. Semua harus
dilakukan pelan-pelan,”katanya. Sebuah contoh
disebutkan oleh Kabbani,”Apabila membantu negara Islam
atau satu kelompok  dengan uang. Mereka pasti akan
datang lagi, karena itu kita tidak pernah memberikan
uang. Agar mandiri, kita membantu mereka dengan
ketrampilan, dan pendidikan,”kata Kabbani menceritakan
pengalamannya. “Gaji dokter di Uzbekistan, hanya US 5
dollar, tetapi itu masih lebih baik dibanding US 100
juta dollar tetapi hasil dari meledakkan gedung-gedung
untuk kepentingan terorisme,”tambah Kabbani.

Karena pengalamannya itu, Kabbani melihat pentingnya
kemampuan mengelola uang. “Terhadap bunga bank yang
dilarang, saya bisa menerimanya. Sebab pengalaman ada
orang Islam yang sangat kaya di AS yang bertemu saya.
Dia menolak bunga bank. Setelah satu tahun bunga
uangnya mencapai Rp 150 juta. Oleh bank di AS, bunga
tersebut tidak diakuisisi, tetapi bisa diberikan ke
misionaris. Akhirnya jutawan muslim AS ini terpaksa
menerima bunga banknya, dan mendistribusikannya untuk
pembangunan Islam,”kata Kabbani.

Sementara Dr. Iwan Poncowinoto, mengungkapkan dampak
buruk dari sistem birokrasi di Indonesia yang turut
menyuburkan


Terkait