Wawancara

Ngatawi Al Zastrow : Saya ingin Lesbumi Kembalikan Ruh Kebudayaan Mediun untuk Beragama

Jumat, 1 Juli 2005 | 02:39 WIB

Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) merupakan lembaga dibawah NU yang sudah ada sejak lama. Dalam masa kejayaannya, beberapa seniman terkenal pada zaman Orde Lama menjadi pengurusnya. Masa Orde Baru, lembaga ini vakum dan mulai diaktifkan pada periode kepengurusan PBNU 1999-2004.

Saat ini sudah terbentuk kepengurusan Lesbumi periode 2004-2009 dibawah pimpinan Ngaawi Al Zastrow. Berikut ini wawancaranya dengan reporter NU Online Mukafi Niam di rumahnya yang asri di komplek Taman Serua Sawangan Depok tentang upaya pengembangan Lesbumi ke depan, kehidupan keluarga dan kedekatannya dengan Gus Dur. 

<>

Bagaimana upaya pengembangan Lesbumi ke depan?

Ada dua hal yang menurut saya penting. Pertama Lesbumi bukan hanya menjadi alat penampung seniman atau pekerja seni, tetapi juga sekaligus menjadi alat untuk merancang dan memajukan kebudayaan Indonesia masa depan, sebagai pemikir dan perancang. Ini sangat strategis dan konsepsional.

Yang kedua adalah menjadi fasilitator terhadap seni budaya muslim di Indonesia, terutama kesenian yang sifatnya tidak kontemporer, tetapi seni tradisional dan religi yang saat ini kurang mendapat tempat karena desakan arus komersialisasi dan kapitalisasi seni budaya.

Bayangan saya, kebudayaan ini bisa menjadi pilar dalam pergerakan sosial masyarakat Indonesia karena kebudayaan merupakan sendi dari kehidupan bermasyarakat tapi selama ini hampir tidak ada lembaga yang memikirkan secara intens dan serius mengenai kebudayaan ini.

Kebudayaan diidentikkan dengan seni sehingga mengacu pada komersialisasi, padahal budaya juga mencakup cara hidup manusia. Dari sini saya berfikir Lesbumi bisa menjadi motor kebudayaan Indonesia yang tak semata-mata seni, tapi juga cara hidup masyarakat.

Bagaimana bentuk operasionalnya nanti?

Nanti ada dewan kebudayaan yang berisi para budayawan, pemikir, intelektual yang memiliki konsen terhadap masalah kebudayaan Indonesia. Yang kedua juga seniman dalam segala bentuknya. Ini karena sesuai dengan semangat kita ingin memberikan peran, atau ingin memfasilitasi kesenian yang sifatnya menumbuhkan kreatifitas masyarakat, maka program kita pertama adalah melakukan dokumentasi terhadap kesenian masyarakat, bahkan yang langka dan hampir hilang.

Nanti fungsinya ada dua, dokumenter supaya jangan sampai hilang dan kalau sudah hilang tetap ada domumentasinya dengan segala seluk beluknya. Yang kedua mengaktualisasikan atau mengekspresikan setiap kesenian bagi masyarakat disamping secara teknis.

Lembaga ini cukup lama vakum, bagaimana membangkitkannya kembali?

Walaupun ini merupakan lembaga lama tapi baru terbentuknya. Pada awalnya akan diarahkan pada proses konsolidasi kelembagaan. Target kita tahun ini berdiri cabang dan wilayah seluruh Jawa, syukur-syukur di Sumatra. Ini sambil jalan kita lakukan.

Jadi yang sifatnya administratif organisatoris kita nanti akan membentuk cabang-cabang di beberapa daerah, terus yang sifatnya pekerjaan adalah dokumentasi kesenian-kesenian yang sifatnya religius yang berkembang di masyarakat.

Saya ingin supaya Lesbumi ini bisa mengembalikan ruh kebudayaan sebagai medium beragama. Selama ini agama kan kering karena sepi dari sentuhan kebudayaan sehingga agama menjadi sangar dan beku sehingga yang muncul hanya simbol, kekerasan. Dia tidak punya kelenturan-kelenturan, sesuatu yang hidup, yang nyaman.

Agama sekarang terjebak dalam ritualisme, simbolisme dan formalisme. Dimensi-dimensi kebudayaan, kesenian sebagai pilar dari sikap kemanusiaan yang sebetulnya tak dapat dipisahkan dari agama itu hilang sehingga agama berjalan mengisi kemanusiaan kita tanpa ada sentuhan-sentuhan budaya sehingga kering, keras, dan kaku.

Saya ingin supaya media seni dan budaya ini dapat menjadi alat untuk pengembangan sikap keberagamaan. Kita selalu mengacu pada para wali yang sukses besar melakukan pengagamaan masyarakat melalui media seni. Dan itu adalah kreatifitas seni para wali yang melakukan modifikasi di sana-sini dengan kecerdikan dan kecerdasan mereka sehingga wayang yang aslinya Hindu menjadi Islam. Uyon-uyon yang aslinya musik untuk persembahan para dewa bisa mengekspresikan sikap keberagamaan.

Kalau dulu wayang dan uyon-uyon di Jawa, tari Saman di Aceh. Sekarang ini yang lagi berkembang kan AFI, dangdut, ya itu mestinya yang harus dimodifikasi. Itu yang harus kita lakukan semacam melakukan rekonstruksi seni budaya. Dia bisa menyuarakan spiritualisme agama. saya kira itu yang terpenting.

Ada permasalahan besar ketika seni menjadi sesuatu yang komersial ya


Terkait