Wawancara

NU di Mata Maqsood Ahmed : ”Saya Merasa Di Rumah Sendiri”

Sabtu, 11 Februari 2006 | 02:12 WIB

Penasehat Departeman Dalam Negeri Inggris, Maqsood Ahmed, 6-9 Februari lalu melakukan serangkaian kunjungan ke Sejumlah Pondok Pesantren yang berada dalam naungan NU. Diantara Pondok Pesantren yang dikunjunginya adalah As-Shidiqiyah Jakarta, Al-Masturiyah Sukabumi Jawa Barat, Bahrul Ulum Tambak Beras dan Darul Ulum Peterongan Jombang Jatim. Tidak hanya itu, Maqsood Ahmed juga berkunjung ke Rumah Sakit (RS) Siti Hajar Sidoarjo. 
 
Maqsood Ahmed juga telah melakukan dialog dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim untuk memperdalam pengetahuannya soal NU yang selama ini hanya didengarnya dari Inggris.
 
Setelah melakukan rangkaian kegiatan dan kunjungan tersebut, kesan apa yang ada dibenaknya soal NU dan sejumlah tempat yang dikunjunginya? Untuk menjawab pertanyaan itu, Ahmad Millah Hasan berhasil mewancarainya di gedung PBNU, Jl. Kramat Raya Jakarta Pusat, Jum,at (10/2) kemarin. Berikut petikan wawancaranya.
 
Anda sejak beberapa hari lalu berada di PBNU, mengunjungi PWNU Jatim dan mengunjungi sejumlah Pondok Pesantren di Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Setelah melakukan kunjungan demi kunujungan, anda mempunyai kesan apa soal NU ?
 
Saya sangat terkesan dengan kerja keras NU. Saya melihat NU adalah organisasi yang modern, tapi dengan kemoderan itu, NU tetap memegang teguh ajaran Islam. Yang terpenting bagi saya, NU meski telah menjadi organisasi modern, tapi tetap tidak kehilangan pesan yang sebenarnya terhadap kecintaan terhadap Rosulullah.
 
Ada lagi hal lain yang menarik bagi anda di NU?
 
Ya. Setelah melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren As-Shidiqiyah (Jakarta), Al-Masturiyah (Sukabumi), Darul Ulum dan sejumlah pesantren lainya di Jombang, serta kunjungan ke Surabaya, saya melihat NU mempunyai hubungan yang erat dengan massa di grass root. Jadi, saya terkesan dengan hubungan dengan grass root  itu.
 
Setelah berkunjung ke enam pesantren di Jawa Timur dan Rumah Sakit Siti Hajar (Sidoarjo), saya sangat simpatik dengan apa yang dilakukan NU, seperti yang telah dilakukan oleh Muslimat NU. Mereka mengumpulkan rupiah demi rupiah dari orang-orang. Saya melihat itu seperti cahaya. Itu adalah bukti ril dari kerja kongkrit NU.
 
Khusus soal kunjungan ke Pondok Pesantren, apa kesan anda soal pendidikan yang dikembangkan Pondok Pesantren yang berada dalam naungan NU?  
 
Saya telah mengunjungi Pondok Pesantren Darul Ulum (Peterongan Jombang). Di sana ada dua ribu santri putra dan santri putri. Menariknya, mereka benar-benar mamahami keilmuan Islam Ilmu umum. Bahkan, mereka sangat memahami bahasa Inggris, sehingga ketika saya berbicara, mereka tidak memmbutuhkan penerjemah.
 
Di Jombang saya mengunjungi banyak Pondok Pesantren (selain Darul Ulum Peterongan dan Bahrul Ulum Tambak Beras). Diantara Pondok Pesantren tersebut muncul kesan ada yang kualitas pendidikanya tidak bagus atau mudur. Tapi, untuk Pondok Pesantren seperti Darul Ulum, saya melihat sangat bagus. Modern, tapi tetap memegang ajaran Islam dengan baik. Saya menemukan banyak pelajar yang bagus. Bahkan, banyak gurunya yang saya lihat sudah sekelas doktor.
 
Apakah anda kerasan berada di Indonesia, terutama berada dalam komunitas NU?
 
Saya datang dari Inggris ke Indonesia. Di Indonesia saya berkunjung ke mana-mana. Saya sangat senang sekali. Saya merasa kerasan. Indonesia ini seperti rumah saya sendiri. Jadi, kedatangan saya di Indonesia ini, seperti kedatangan saya dari rumah saya ke rumah saya yang lain.
 
Bagaimana pendapat anda soal faham ahlussunnah wal jama,ah di Indonesia?
 
Di Jakarta, saya datang ke sebuah masjid di sekitar hotel tempat saya menginap. Di situ saya sholat Ashar kemudian membaca Al-fatihah serta berdzikir bersama para jamaah lain. Setelah itu, saya sholat


Terkait