Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengatakan bahwa relationship goals, atau tujuan ideal yang ingin dicapai dalam suatu hubungan, sulit dicapai karena banyak faktor.
Berbagai faktor itu adalah bergantung pada kesiapan diri tiap individu atau kematangan diri dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain, terutama dengan pasangan.
"Sebetulnya kalau diri kita siap dengan diri sendiri kita akan paham karakter diri, pasangan, dan ketrampilan untuk mengelola hubungan. Tapi hubungan itu tidak secara otomatis mudah dibangun," kata Alissa dalam bincang santai bertajuk Relathionship Goals: Mimpi Jadi Nyata pada Festival Keluarga Indonesia di Mal Kota Kasablanka, Ahad (2/2/2025).
Ia lantas membeberkan tiga segitiga cinta untuk membangun hubungan bersama pasangan dalam perkawinan yakni kedekatan emosi, hasrat, dan komitmen. Menurutnya, pasangan suami istri harus saling komitmen, salah satunya dalam urusan anak.
"Kalau tiga ini ada satu yang bolong, tidak jadi langgeng. Karena komitmennya ada, gairah seksualnya tinggi, tapi tidak ada kedekatan emosi, itu berarti partner sharing tidak ada," ungkap psikolog keluarga itu.
Alissa menjelaskan bahwa ketika gairah seksual tidak dipelihara oleh suami istri, maka hanya ada komitmen dan kedekatan emosi saja. Hal itu disebut sebatas pertemanan dekat saja, bukan pasangan.
Keluarga harmonis
Alissa menjelaskan bahwa untuk mewujudkan keluarga maslahat perlu menguatkan nilai-nilai dalam diri. Ibarat bangunan rumah, maka harus ada fondasi dan sebagainya, baru kemudian ada iklim dan orang-orang di dalamnya.
Iklim dalam rumah tangga yakni sakinah, mawaddah, wa rahmah. Bangunannya adalah tiga pilar yaitu komitmen, kedekatan emosi, dan hasrat. Semuanya harus sama-sama kuat.
Alissa menjelaskan bahwa membangun keluarga yang ideal perlu memperhatikan tiga fondasi yakni keadilan, kesalingan, dan keseimbangan.
Prinsip keadilan harus sama dalam pasangan. Suami istri perlu menyepakati keputusan secara bersama. Lalu harus ada kesalahan antara suami dengan istri dalam rumah tangga dan keseimbangan tugas suami istri.
"Misalnya keseimbangan dalam peran domestik dan publik. Keseimbangan antara ibu dan istri, pribadi dan anggota keluarga," katanya.
"Kalau kita selalu menjaga keseimbangan itu, kita sebetulnya enggak lupa diri, itu fondasinya," imbuh Alissa.
Waktu berkualitas
Aktivis perempuan, Kalis Mardiasih, menjelaskan bahwa quality time (waktu berkualitas) bersama pasangan menjadi penting. Pola membangun waktu berkualitas ini tidak langsung mudah ditemukan untuk membangun kualitas hubungan perlu belajar.
Dalam menikah, prinsip harus sama. Adapun soal perbedaan hal yang wajar karena dibesarkan dalam tradisi keluarga yang berbeda tetapi dalam cara pandang melihat keberagaman, respek terhadap hak asasi manusia.
"Prinsipil itu harus sama, mau partainya atau organisasinya beda, tapi basic value harus ketemu," ucap penulis buku Muslimah yang Diperdebatkan itu.