Bagaimana Cara Membangun Keluarga Maslahat? Ini Fondasi, Pilar, dan Atapnya

Keluarga memiliki peran krusial dalam stimulasi tumbuh-kembang anak, penanaman nilai-nilai moral, serta pembentukan karakter dan akhlak mulia.

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Satuan Tugas (Satgas) Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menjelaskan cara membuat bangunan keluarga maslahat.


Ia menerangkan bahwa bangunan keluarga maslahat terdiri dari komponen fondasi, pilar, dan atap. Semua komponen ini perlu diperhatikan agar bangunan keluarga maslahat menjadi sangat kuat.


Alissa menuturkan bahwa fondasi dari bangunan keluarga maslahat yaitu mu'adalah (keadilan), mubadalah (kesalingan), dan muwazanah (keseimbangan). .


"Ketiga fondasi ini bukan sekadar konsep abstrak, melainkan nilai-nilai yang (harus) diterapkan dalam kehidupan keluarga sehari-hari," kata Alissa dalam seminar bertajuk Strategi Pembangunan Keluarga untuk Indonesia Maslahat 2045, Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama, di Hotel Bidakara, Jakarta, pada Jumat (31/1/2025).


Selanjutnya, terdapat lima komponen pilar yang perlu diperhatikan dalam membangun keluarga maslahah.


Pertama, zawaj (pasangan suami istri). Pilar ini menggambarkan hubungan yang seimbang dan adil dalam pernikahan.


Kedua, mitsaqan ghalidzhan (perjanjian agung), yaitu komitmen bersama antarpasangan dalam membangun keluarga yang harmonis.


Ketiga, mu'asyarah bil ma'ruf (hubungan yang baik), yang menekankan pentingnya komunikasi dan pemahaman dalam hubungan keluarga.


Keempat, taradhin (kerelaan), yang mengajarkan pentingnya saling merelakan dan menerima satu sama lain.


Kelima, musyawarah yang menjadi alat untuk merealisasikan ketiga fondasi dalam keputusan bersama yang adil dan bijaksana.


"Ketika kelima pilar ini kokoh, maka bangunan keluarga maslahat akan tegak berdiri. Namun, jika salah satu pilar ini lemah, maka tembok keluarga pun akan sulit berdiri dengan kokoh," jelasnya.


Sementara atap dari bangunan keluarga maslahat adalah kemaslahatan, yakni tujuan utama yang ingin dicapai oleh setiap keluarga Indonesia.


"Dengan fondasi yang kuat dan atap yang kokoh, keluarga tidak hanya diharapkan menjadi keluarga yang shaleh dan shalehah, tetapi juga keluarga yang mampu membawa kemaslahatan bagi masyarakat di sekitarnya," ucap Alissa.


Program-program GKMNU

Selanjutnya, Alissa menjelaskan bahwa program-program GKMNU memiliki dua landasan.


Pertama, landasan keislaman yang mencakup nilai tauhid yakni khalifah fil ardl (peran manusia sebagai pemimpin di bumi), rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam), tatmimu makarimil akhlaq (penyempurnaan akhlak mulia), dan maqashid syariah (tujuan syariat untuk kesejahteraan umat).


Kedua, landasan ke-NU-an yang menekankan kemaslahatan, mabadi' khaira ummah (dasar kebaikan umat), Aswaja An-Nahdliyyah (jalan tengah yang moderat), ukhuwah (persaudaraan), serta mazhab dan amaliyah NU yang mengarahkan praktik kehidupan beragama.


"Kedua landasan ini bersatu untuk mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera, maslahat, dan berdaya dalam menyongsong Indonesia Maslahat 2045," jelas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesejahteraan Rakyat itu.


Program GKMNU yang telah berjalan

Direktur Jaringan Gusdurian itu menegaskan bahwa program-program yang dilaksanakan oleh GKMNU sejak 2022 hingga 2024 mencakup berbagai kegiatan yang sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat.


Di antaranya adalah bimbingan keluarga maslahat, program berkah keuangan keluarga, bimbingan pernikahan bagi calon pengantin, pendampingan remaja, dan penanaman nilai Aswaja di lingkungan sekolah.


"Selain itu, GKMNU juga turut aktif dalam penanggulangan kekerasan di pesantren, program perhutanan sosial, mencegah stunting dalam perspektif agama, serta kegiatan edukasi kesehatan dan gizi untuk keluarga," jelas Alissa.


Melalui program-program ini, GKMNU berkomitmen untuk menjangkau lebih dari 1,5 juta keluarga, 30 ribu bayi dan balita, serta 30 ribu remaja di seluruh Indonesia.


Kerja sama dengan berbagai mitra strategis, antara lain Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan organisasi internasional UNFPA, memperkuat dampak dari program ini, sehingga GKMNU dapat memastikan keluarga Indonesia bisa hidup lebih sejahtera, berdaya, dan harmonis.


Mitra strategis dan jangkauan luas

Dengan dukungan berbagai mitra, termasuk kementerian-kementerian terkait, lembaga pendidikan, dan dunia bisnis, GKMNU mampu menjangkau lebih dari 290 sekolah dan madrasah, serta melibatkan ribuan kader dan mitra di desa-desa.


"Ini bukan sekadar upaya dari PBNU, tetapi juga kolaborasi luas yang melibatkan seluruh elemen bangsa untuk menciptakan masa depan keluarga Indonesia yang lebih baik," ucap putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.

 


Psikososial Keluarga

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti menjelaskan bahwa hubungan antara faktor psikologis dan sosial (psikososial) dalam konteks keluarga mencakup empat hal.


Pertama, dinamika emosional yakni ketika antaranggota keluarga saling mendukung sehingga dapat mempengaruhi kondisi emosional mereka.


Kedua, nilai dan keyakinan yang dianut keluarga sehingga membentuk cara mereka berhubungan dengan dunia luar dan antarsesama anggota keluarga.


Ketiga, peran sosial dalam keluarga memiliki peran sosial masing-masing, yang mempengaruhi struktur dan fungsi keluarga secara keseluruhan.


Keempat, pola komunikasi dalam keluarga yang memainkan peran penting dalam kesehatan mental dan hubungan antaranggota keluarga


Selanjutnya, Nopian menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial individu dalam keluarga yang meliputi genetik, interaksi sosial, pola asuh orang tua, pendidikan, lingkungan keluarga, dan pengaruh budaya.


Peran orang tua dan fungsi pengasuhan

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amich Alhumami menggarisbawahi arah pembangunan keluarga berkualitas sebagai landasan transformasi menuju Indonesia Emas 2045, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.


Menurutnya, keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan kepribadian memiliki peran krusial dalam stimulasi tumbuh-kembang anak, penanaman nilai-nilai moral, serta pembentukan karakter dan akhlak mulia.


"Keluarga juga menjadi tempat belajar bagi anak untuk mengenali diri sebagai makhluk sosial, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan teman serta kelompok sebaya," kata Amich.


Menurutnya, keluarga yang kuat menjadi tempat bergantung dan mendapatkan perlindungan, memperkuat ikatan antaranggota keluarga yang mendukung psikososial dan kesehatan mental.


"Lebih jauh, keluarga menjadi tempat untuk memupuk afeksi, kebersamaan, keberanian, dan ketangguhan, yang menjadikan keluarga lebih sehat dan kuat sebagai pilar utama masyarakat yang sehat dan produktif," terang Amich.


Tantangan keluarga di era digital

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI (Dirjen Bimas Islam) Abu Rokhmad menyampaikan bahwa berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Generasi Z di Indonesia mencapai 74,93 juta jiwa atau sekitar 27,94 persen dari total populasi, sedangkan Generasi Milenial berjumlah 69,38 juta jiwa atau 25,87 persen.


Abu menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi keluarga di era digital sangat besar, antara lain akibat revolusi industri 4.0 yang membawa dampak teknologi canggih. Menurutnya, teknologi ini memberikan manfaat, tapi juga meningkatkan risiko isolasi sosial dalam keluarga.


"Kemudian yang tak kalah pending adanya kesenjangan digital antara digital natives dan digital immigrants menciptakan potensi jarak emosional dalam hubungan keluarga," jelasnya.


Selain itu, adanya pergeseran peran orang tua juga menjadi masalah, yakni ketika pendidikan moral dan spiritual anak seringkali tergeser oleh arus informasi digital yang tidak selalu positif.


Terkait itu, Abu menegaskan bahwa kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan keluarga sangat penting, karena kualitas keluarga tidak hanya menjadi tanggung jawab individu atau komunitas, tetapi juga bagian integral dari tujuan pembangunan nasional menuju masyarakat yang adil dan makmur.


"Hal ini sejalan dengan amanat Asta Cita Ke-8, yaitu memperkuat penyelarasan kehidupan harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta meningkatkan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur," jelasnya.


Sebagai bagian dari upaya memperkuat keluarga, Abu menegaskan terdapat beberapa kebijakan pemerintah untuk pemberdayaan keluarga.


Pertama, Gerakan Keluarga Sakinah yang diamanatkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 876 Tahun 2023.Gerakan ini dapat mendorong peran serta kementerian/lembaga dan masyarakat.


Kedua, Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 1099 Tahun 2023 yang memberikan pedoman untuk pelibatan masyarakat dalam memperkuat peran keluarga.


"Kerja sama lintas sektor, termasuk dengan PBNU melalui GKMNU, juga menjadi langkah penting untuk mewujudkan kemaslahatan keluarga Indonesia," terangnya.


Diketahui, GKMNU adalah inisiatif yang digagas oleh PBNU dan diluncurkan pada 12 Desember 2022 di Asrama Haji Surabaya, Jawa Timur. GKMNU hadir sebagai jawaban atas desakan masyarakat untuk memperkuat peran keluarga dalam pembangunan nasional.


Program ini, yang juga mendukung visi Indonesia Emas 2045, bertujuan mengatasi berbagai tantangan serius yang dihadapi keluarga Indonesia, seperti perceraian, stunting, KDRT, dan pernikahan dini.


Haekal Attar
Penulis

logo