Eksistensi Pesantren Bale Rombeng di Banten

Pesantren Bale Rombeng merupakan ciri khas Banten yang mengedepankan independensi santri dan menerapkan salafiyah murni, tanpa ada kelas.

Banten tercatat sebagai provinsi peringkat nomor dua yang memiliki jumlah pesantren paling banyak di Indonesia (4.579). Selain itu pada level Kabupaten/Kota se-Indonesia, jumlah pesantren terbanyak juga terdapat di kabupaten Lebak, Banten (1.593 pesantren).


Ada fakta menarik di balik keberadaan Banten menyandang julukan “daerah santri”, yaitu masyarakat di sana lebih tertarik menyebut pesantren dengan istilah “bale rombeng”. Walaupun bale secara harfiyah berasal dari bahasa Sunda yang merujuk pada satu bangunan luas tanpa kamar-kamar, sedangkan rombeng berarti jelek. Dengan kata lain bale rombeng memiliki arti bangunan luas yang jelek.


Padahal faktanya bangunan yang disebut “bale rombeng” terdiri dari banyak ruangan dan kamar kecil. Kondisi bangunannya juga tidak jelek, akan tetapi lebih tepat disebut bangunan tradisional yang mayoritas berbahan dasar bambu. Itu sebabnya santri-santri Banten juga terbiasa menyebut pesantren “Pokpring” atau batangan bambu.


Tidak diketahui secara jelas sejak kapan sebutan bale rombeng itu muncul. Banten sebagai bagian dari wilayah Pasundan secara historis memiliki sebutan tersendiri tentang pesantren. Sebutan pesantren di Sunda dan Banten adalah “kobong” yang berarti kamar perjaka. Sama pengertiannya dengan sebutan “Gothaan” di kalangan santri Jawa.


Dalam “Kamus Arsitektur Banten-Indonesia” tidak ditemukan istilah bale rombeng. Adanya istilah bale bandung (tempat memperhatikan titah raja), bale desa, bale kambang (bangunan di atas kolam), bale nyungcung (ruang resepsi kawin), dan bale watangan (kantor pengadilan). Kemungkinan istilah bale rombeng muncul di zaman sesudah kemerdekaan.


Independensi santri

Penyebutan bale rombeng besar kemungkinannya adalah bentuk kritik kalangan pesantren terhadap modernisme dan developmentalisme. Di Banten, hampir semua kampung dan desa semenjak dahulu sudah ada pendidikan pesantren. Bahkan keberadaannya lebih dari satu pesantren per-kampung, sekalipun jumlah santrinya tidak banyak. Itu sebabnya Banten tercatat memiliki pesantren terbanyak dibandingkan provinsi lain di seluruh Indonesia.


Hanya saja, keberadaan pesantren di kampung-kampung seluruh wilayah Banten kurang mendapatkan perhatian pemerintah. Di satu sisi pemerintah sekitar tahun 1980-an membangun sekolah Inpres di pelosok-pelosok kampung, tapi di sisi lain lembaga pesantren tidak diperhatikan.


Secara independen pesantren di pelosok-pelosok Banten beroperasi dengan segala keterbatasannya. Kiai pesantren umumnya adalah petani yang aktif mengajarkan kitab-kitab kuning. Para kiai juga tidak memungut bayaran kepada para santri yang ingin belajar kepadanya. Dengan kondisi seperti itulah, para santri secara mandiri membangun kamar untuk mereka sendiri di halaman pekarangan milik kiai.


Para santri biasa memanfaatkan bambu yang ada di sekitar pekarangan kiai atau meminta langsung kepada masyarakat. Dengan bantuan para santri senior, mereka bergotong-royong membangun bilik-bilik kecil dari bahan dasar bambu (pokpring) sebagai tempat belajar dan menginap.


Keterampilan santri membuat bilik-bilik bambu bervariasi sesuai pengalaman dan kemampuan mereka. Ada yang mampu membangun bilik bambu sederhana dan ada yang unik seperti bangunan gazebo bambu di taman dan restoran. Bilik bambu yang dibuat santri umumnya berbentuk panggung yang didirikan di atas tanah datar atau di atas kolam ikan.


Kesan “rombeng” sejatinya jauh dari kondisi nyata bangunan pesantren tradisional di Banten yang lebih tampak alami. Namun karena kondisinya dari dulu sampai sekarang masih seperti itu dan sedikit yang direnovasi total menjadi bangunan tembok berbeton, maka dikenalilah pesantren di Banten dengan sebutan pesantren bale rombeng.


Salafiyah murni

Pesantren bale rombeng yang banyak berdiri di Banten merupakan prototipe pesantren salafiyah murni. Disebut demikian karena pesantren bale rombeng tidak menerapkan sistem klasikal maupun kurikuler. Di hadapan kiai, semua santri bale rombeng berkedudukan sama. Baik santri baru maupun santri lama, mereka sama-sama belajar berhadapan dengan kiai sekalipun, misalnya, kitab yang dibacakan oleh kiai sudah di pertengahan juz.


Santri baru yang ingin mempelajari ilmu-ilmu dasar harus aktif belajar secara mandiri dengan santri yang lebih berpengalaman. Hal ini biasanya dilakukan di luar jam jadwal pengajian yang ditentukan kiai. Jika santri ingin belajar kitab kuning secara mendalam maka ia harus aktif mengikuti seluruh program pengajian kitab kuning yang disampaikan langsung oleh kiai.


Belajar kitab di pesantren bale rombeng tidak dibatasi waktunya karena tidak ada kurikulum khusus di pesantren-pesantren bale rombeng. Kiai-kiai pengasuh pesantren bale rombeng umumnya sudah diketahui kepakarannya. Ada yang kepakarannya di bidang ilmu alat (nahwu-sharaf), bidang fiqih, bidang tafsir, dan sebagainya, –termasuk ilmu hikmah. Kitab-kitab yang dibacakaan para kiai pesantren bale rombeng secara disiplin tidak jauh beda dengan kitab-kitab kuning yang dikaji di pesantren Jawa. Oleh sebab itu santri yang ingin menguasai bidang ilmu tertentu menentukan sendiri kepada pengasuh pesantren bale rombeng mana yang sudah dikenal kepakarannya?


Jadi salafiyah murni yang diterapkan di pesantren bale rombeng di Banten terdapat perbedaannya dengan sistem salafiyah yang diterapkan pesantren-pesantren Jawa. Kalau pesantren Salafiyah di Jawa basis kurikuler-klasikalnya menggunakan kitab kuning, maka pesantren salafiyah bale rombeng tidak seperti itu. Sumber ilmu betul-betul dimanifestasikan pada sosok kiai, tanpa ada strategi pembelajaran dan rancangan kurikulum khusus.


Uniknya, sekalipun pendidikan yang diterapkan di pesantren bale rombeng semacam itu, akan tetapi banyak santri yang lulus berhasil menjadi tokoh di masyarakat. Tanpa melalui proses pendidikan formal, para lulusan pesantren bale rombeng itu mengembangkan model pendidikan pesantren yang sama di tempat asalnya atau di tempat barunya, yaitu pesantren bale rombeng. Itulah salah satu keunikan pesantren di Banten. Wallahu a’lam.


Moh Ishom El Saha, Pengelola Pesantren Qod Ata Kota Serang Banten


M Ishom el Saha
Kolomnis

logo