Koin NU Magelang Wujudkan Kemandirian Nahdliyin dari Kabupaten yang Jadi Lokasi Muktamar Ke-14 NU

Di Magelang, semangat menggerakkan NU untuk kebaikan masyarakat terbangun sejak masa perjuangan kemerdekaan. Hadirnya Koin NU semakin menegaskan itu.

Nahdlatul Ulama (NU) Magelang lahir ketika kondisi politik-sosial masyarakat yang belum kondusif, karena pada masa itu situasi di Pulau Jawa dan umumnya Indonesia masih dalam kekuasaan penjajah Belanda.


Pada tahun 1939 Kepengurusan Pusat NU (masih Bernama HBNO) berkeinginan untuk melaksanakan Muktamar Ke-14 di Magelang. Hal ini dilakukan untuk memperluas pengaruh NU.


Dalam persiapannya, Majelis Konsul NU Jawa Tengah Wilayah Selatan yang berkedudukan di Sokaraja Banyumas turun langsung ke wilayah-wilayah yang berada di bawah koordinasinya untuk memberikan kursus-kursus guna mempercepat koordinasi warga NU dan menggelorakan semangat juang.


Pada saat itu tahun 1939 Cabang NU Magelang belum terbentuk, maka pengurus Majelis Konsul Jawa Tengah yang dipimpin KHR Muhtar dan KH Ahmad Zuhdi berkoordinasi dengan menemui tokoh-tokoh ulama kharismatik di Magelang, Temanggung, Purworejo, dan Wonosobo untuk konsultasi dan memohon restu pendirian NU di Magelang.

 

Di antara ulama-ulama kharismatik yang ditemui antara lain KH Dalhar Watucongol Muntilan, KH Abdul Chamid Ustman Kajoran dan KH Sirodj Payaman. 
Mereka bekerja keras untuk mendirikan NU di Magelang. Berbagai upaya dan pendekatan secara massif dilakukan kepada masyarakat luas. Setelah bekerja keras hampir satu tahun maka Muktamar Ke-14 berhasil dilaksanakan di Magelang.


Muktamar NU di Magelang mendapatkan antusiasme masyarakat, mereka berbondong-bondong mendatangi area Muktamar dengan membawakan logistik dari hasil bumi untuk turut serta mensukseskan Muktamar yang digelar. 


Gelaran Muktamar Ke-14 di Magelang berlokasi di beberapa tempat berbeda, antara lain Hotel Thae Tong, Masjid Agung Magelang, Pondok Pesantren Watucongol (Muntilan), dan di Masjid Agung Payaman (Secang). Ketua Panitia pelaksana Muktamar Ke-14 ini adalah KH Raden Alwi Randucanan Tonoboyo Bandongan. 

 

Beberapa minggu sebelum Muktamar berlangsung, para Konsul Jawa Tengah yang melakukan konsultasi dan konsolidasi akhirnya mendapat restu dari para ulama untuk secara resmi mendirikan Kepengurusan NU Cabang Magelang.

 

Adapun susunan kepengurusan masa awal NU Magelang yaitu

Jajaran Musytasar
KH Dalhar
KH Sirodj
KHR Maksum (Punduh Tempuran)

 

Rais Syuriah diamanahkan kepada KHR Alwi
Ketua Tanfidziyah diamanahkan kepada H Qodri.

 

Muktamar Ke-14 NU berlangsung pada tanggal 15-21 Juli 1939. Tema yang dibahas dalam Mukhtamar Ke-14 tersebut adalah mengenai persoalan kemodernan (Tamaddun) yang melahirkan konsep Mabadi Khoiro Ummah Ats-tsalasah (asshidqu-al wafa bil ‘ahdi-atta’awun).

 

Acara ini dihadiri oleh para pendiri NU seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari (Jombang), KH Wahab Chasbullah (Jombang), KH Bisri Syansuri (Jombang), KHR Asnawi (Kudus), KH Mahfudz (Kudus), KH Baedlowi (Lasem), KH Dalhar (Magelang), KH Sirodj (Magelang) dan masih banyak lagi.

 

Dalam buku Nahdlatul Ulama di Tengah-Tengah Rakyat dan Bangsa Indonesia, tercatat bahwa sebelum Muktamar berlangsung pada tanggal 5 Juli 1939 Rapat Umum Muslimat pertama kali diadakan dengan dihadiri kurang lebih sebanyak 4000 anggota Muslimat dari penjuru Jawa. Rapat umum ini merupakan cikal bakal organisasi Muslimat NU yang kemudian pada bulan Maret 1946 baru disahkan secara resmi menjadi bagian dari Nahdhatul Ulama.

 

Selain itu, dalam buku Kiai Wahab Hasbullah Bapak dan Pendiri NU disebutkan, pada Muktamar Ke-14 di Magelang ini juga muncul usulan untuk dibentuknya BANOE (Barisan Ansor NO) sebagai sebuah organisasi yang menampung anak-anak muda NU dengan sifat keorganisasiannya lebih tinggi dari kepanduan.

 

Hal menarik lainnya seperti yang ditulis dalam Madjallah Islamijah tahun 1939 adalah dikeluarkannya keputusan untuk menyisihkan dana bagi tiap-tiap cabang NU di Hindia Belanda untuk disumbangkan kepada anak-anak yatim dan para janda di negeri Palestina.

 

NU Magelang dalam Berbagai Era

Era Pra-Kemerdekaan dan Kemerdekaan (1939 -1945)

Kepengurusan NU Magelang saat itu selain memberikan pelayanan pada masyarakat dalam berbagai bidang juga tersibukkan oleh perjuangan mengusir penjajah dan ikut aktif dalam meraih kemerdekaan Indonesia.

 

Struktur kepengurusan NU Magelang pada tahun 1939 adalah sebagai berikut
 

Mustasyar: 
KH R Maksum (Punduh Tempuran)
KH Dalhar (Watucongol Muntilan)
KH Sirodj (Payaman Secang)
 

Rais Syuriyah: KH R Alwi
Ketua Tanfidziyah: H Qodri

 

Khidmah para kiai NU di tengah-tengah masyarakat dalam memberikan bimbingan agama dilakukan dengan mendirikan pesantren dan Majelis ta’lim untuk masyarakat umum. Bahkan para kiai dengan penuh keikhlasan mendatangi kampung-kampung untuk membimbing masyarakat melalui kajian-kajian agama. Beberapa kiai dengan semangat mengkampanyekan atau memperkenalkan NU pada masyarakat di antara tokoh yang gigih memperkenalkan NU adalah para pendiri NU di Magelang. 

 

Dalam perjuangan organisasi para pengurus NU Magelang menjalankan keputusan Muktamar Ke-14 NU, di antaranya adalah melaksanakan hasil keputusan Muktamar terkait pengembangan sosial dan ekonomi yang tertuang dalam mabadi’ khaira ummah ats-Tsalatsah (Trisila Mabadi’) yaitu as-shidqu (benar) al-wafa’bil ‘ahdi (menepati janji) dan at-ta’awun (tolong menolong).


Selain berjuang dalam memajukan organisasi para tokoh NU seperti disebutkan di atas, para kiai itu juga berjuang mengangkat senjata dalam pertempuran mengusir penjajah. Dalam lintasan sejarah mempertahankan revolusi kemerdekaan sebagian hanya mengenal peristiwa heroik 10 November 1945 di Surabaya, atau pertempuran Palagan Ambarawa Semarang. Padahal, di beberapa wilayah saat itu juga bergolak dan bergerak melakukan perlawanan terhadap kedatangan pasukan Sekutu, Inggris

 

Di Magelang pada tanggal 31 Oktober 1945 terjadi baku tembak antara kesatuan Republik dengan para Pejuang dengan pasukan Inggris. Pertempuran ini berlangsung dengan sengit selama 2 hari. Perlawanan ini membuahkan hasil, pasukan Inggris merasa terjepit karena kepungan yang dilakukan TKR, Hizbullah, dan pejuang pejuang lain. Guna menghadapi kepungan ini, Inggris kembali menggunakan cara lama seperti yang dilakukan di Semarang yakni dengan memanfaatkan tenaga para pasukan Jepang untuk membantu menghadapi tekanan yang dilakukan oleh pasukan RI. 

 

Seperti mengulangi aksi yang dilakukan di Semarang, pasukan Jepang dengan ganas menyerang penduduk. Dengan cara yang membabi buta mereka melakukan penembakan terhadap siapa saja dan melakukan pembunuhan dan bahkan penyembelihan. Tindakan yang mengerikan dan di luar batas kemanusiaan adalah ketika pasukan Jepang dan Gurkha-Inggris melakukan penyembelihan 33 penduduk desa yang sebagian besar korbannya adalah perempuan dan anak-anak di Desa Tulung. Inggris terus menekan konsentrasi perlawanan Pejuang Republik dengan menembaki pos-pos pertahanan dan siapa saja dengan pesawat pesawat tempurnya dan melakukan serangkaian pembersihan secara membabi buta. 


Tindakan Inggris terhadap masyarakat di Magelang mengundang reaksi tentara Republik dan kesatuan perjuangan daerah lain datang membantu. Mereka datang dari Banyumas, Yogyakarta, dan sekitarnya. Mereka terus melakukan penggalangan dan mengutuk tindakan pasukan Inggris dan Jepang. AH Nasution mencatat sebanyak 50.000 Laskar Sabilillah di Karesidenan Kedu mengeluarkan sikap tidak bisa menerima tindakan pasukan Inggris dan bersiap untuk terjun ke medan tempur untuk menghadapinya. 


Dengan makin tingginya moral perlawanan dan makin besarnya kekuatan para pejuang melakukan pengepungan terhadap kedudukan dan markas pasukan Inggris, NICA, Belanda, dan Jepang di kawasan Tuguran, Susteran, Hotel Montagne, dan markas Batalyon I dan II. Para pejuang tersebut merupakan gabungan TKR, Hizbulloh, Sabilillah, dan badan-badan perjuangan dalam jumlah ribuan sehingga membuat Inggris terkunci dan tidak bisa keluar dari kota Magelang. Bagi pejuang Republik hanya soal waktu untuk menghabisi kekuatan pasukan Inggris di Magelang.

 

Karena pasukan Inggris terpojok kedudukannya di Magelang mereka melakukan diplomasi dengan pemerintah Republik saat itu, tercapai kesepakatan untuk menghentikan tembak-menembak dan kontak fisik oleh kedua belah pihak. Salah satu butir kesepakatan itu adalah pembentukan komite kontak antara pihak Republik yang terdiri 5 orang dan pihak perwakilan Inggris 4 orang. 

 

Dengan adanya kesepakatan ini, pertempuran baik di Semarang maupun Magelang terhenti terhitung sejak tanggal 3 November 1945. Pihak Republik benar-benar mematuhinya namun tetap waspada. Para kiai di wilayah Karesidenan Kedu, Magelang, Banyumas, dan lainnya yang tergabung dalam barisan Sabilillah bahkan sudah sampai kepada kesepakatan untuk tidak sekedar bertindak sebagai pendorong bagi anggota Hizbulloh dan Fi Sabilillah dalam menghadapi Inggris, namun mereka ikut terjun langsung ke medan pertempuran.

 

Para kiai dengan kharisma dan pengaruhnya juga melakukan koordinasi dan sering kali menjadi tujuan untuk berdiskusi serta dimintai pendapat serta bantuan semngat bagi para perwira-perwira TKR di Magelang dan sekitarnya. Usaha yang dilakukan adalah menyelenggarakan acara Riyadhoh Rukhaniyah pada tanggal 21 November 1945 oleh KH.Saifudin Zuhri di rumah kediaman Komandan Hizbulloh Magelang, Suroso, acara ini dihadiri 200 ulama dan kiai. Empat Kiai terkemuka yakni KH. Dalhar Watucongol, KH. Siradj Romo Agung Payaman, KH.Alwi Randucanan Bandongan, dan KH. Mandhur Temanggung diplot sebagai motor dari penggalangan gerakan moral ini. 

 

Dalam acara yang diselenggarakan pada waktu menjelang dinihari itu juga dihadiri komandan resimen dan Batalyon TKR Magelang, Letkol Sarbini dan Mayor Ahmad Yani. Selain untuk menyelenggarakan acara mujahadah, acara ini juga sebagai tempat untuk menyatukan visi dari badan perjuangan Hizbulloh, Sabilillah, dan kesatuan TKR di Magelang. KH Dalhar dalam acara ini bermunajat atau mengakhiri doanya dengan Hizb an-Nashar.

 

Penggalangan tokoh agama, kiai juga dilakukan Panglima Divisi V/Purwokerto, Kolonel Sudirman yang memerintahkan salah satu pimpinan kesatuan Hizbulloh, Munawir Syadzali, agar mengumpulkan 40 kiai khos untuk membantu doa dan memberikan semangat dalam menghadapi Inggris.

 

Hingga kemudian mengingat terbatasnya jumlah pasukan yang dimiliki dan pertimbangan lain, meskipun sebelumnya sudah membangun kubu-kubu pertahanan dan persenjataan baru yang mengindikasikan pelanggaran mereka atas kesepakatan gencatan senjata. Inggris memutuskan untuk keluar dari Magelang dan mundur ke Semarang pada 20-21 November 1945 dengan tanpa memberitahu kepada perwakilan Republik yang tergabung dalam komite kontak. 


Dalam proses pengunduran pasukan ini mereka melakukan tindakan kurang satria dengan menempatkan sebuah tank di rel kereta api di Secang sehingga jalur hubungan kereta api Magelang-Ambarawa terputus. Pengunduran pasukan Inggris ke Ambarawa tidak berlangsung lancar karena menghadapi hadangan dan pengejaran dari Hizbulloh, TKR, dan pemuda sepanjang jalan.

 

KH Syaifudin Zuhri segera mengumpulkan para pimpinan Hizbulloh dan Sabilillah dan menugaskan Saleh Azhari dengan didampingi Kiai Siraj Wates Magelang agar segera bersama-sama pasukan TKR mengejar pasukan sekutu ke Ambarawa.

 

Dengan demikian, NU di Magelang pada masa ini masih disibukkan dengan perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

 

Kepengurusan PCNU Masa Khidmah tahun 1939 - 2018 

Dari paparan pada bagian sebelumnya dapat ditarik bahwa sejarah kepengurusan PCNU Magelang dimulai tahun 1939, ketika diselenggarakan Muktamar NU di Magelang.

 

Berikut data lengkap kepengurusan dalam kurun waktu 79 tahun dari tahun 1939-2018:

Masa Khidmah 1939 – 1949
Rais Syuriyah: KH Raden Alwi (lahir 29 September 1847 wafat 7 Januari 1981)
Tanfidziyah; Qodri

 

Masa Khidmah 1950-1960
Rais Syuriyah: KH Raden Alwi 
Tanfidziyah: Raden Ahmad (Grabag)


Masa Khidmah 1960-1965
Rais Syuriyah: KH Raden Alwi 
Tanfidziyah: K Fatkurrahman  

 

Masa Khidmah 1965-1970
Rais Syuriyah : KH Raden Alwi 
Tanfidziyah: K Sodiqin Qodri Payaman

 

Masa Khidmat 1970 - 1981
Rais Syuriyah: KH Raden Alwi 
Tanfidziyah: K Djarji Zaedan


Masa Khidmah 1982-1985
Rais Syuriyah: KH Fadhil Thoyib
Tanfidziyah: KR Muslih


Masa Khidmah 1985-1987
Rais Syuriyah : KH Abdurrahman Chudlori
Katib Syuriah: KR Muslih
Ketua Tanfidziyah: Kiai Ubaidillah Sulaiman
Sekretaris: Abdul Aziz, BA.

 

Masa Khidmah 1987-1992
Rais Syuriyah: K Abdul Jabbar Aly
Katib Syuriyah: KH Abdul Mu’id
Ketua Tanfidziyah: KH Drs. M.Zuhdi Syarbini
Sekretaris: Ahmad Djunaidi Syamsuri, B.A


Masa Khidmat 1993-1997
Rais Syuriyah: K Abdul Djabbar Aly
Katib Syuriyah: KH Abdul Mu’id
Ketua Tanfidziyah: KH R Muhaimin Asnawi
Sekretaris: Musyafa’


Masa Khidmah 1997 – 2003
Rais Syuryiah: K.Abdul Djabbar Aly
Katib Syuriayh : K Abdul Wahab
Ketua Tanfidziyah: KM. Ridlwan
Sekretaris: K Nawawi


Masa Khidmah 2003 – 2008
Rais Syuriyah: KH Abdul Mu’id /KH Afifuddin
Katib Syuriah: K Rochmatullah Abdan, B.A.
Ketua Tanfidziyah: KH Ahmad Said Asrori
Sekretaris: Ahmadi, S.E, MPHR


Masa Khidmah 2008- 2013
Rais Syuriyah: KH Muhsin/KH Abdul Rozaq
Katib Syuriyah: K Mahsun Mahfud, M.Ag
Ketua Tanfidziyah: KH Afifuddin
Sekretaris: Drs Asfuri Muhsis


Masa Khidmah 2013 – 2018
Rais Syuriyah: KH Ahmad Said Asrori
Katib Syuriah: KH Zaenal Arifin
Ketua Tanfidziyah: K Mahsun Mahfudh, .Ag
Sekretaris: Masrukhan, S.Sos. 


Masa Khidmt 2018 – 2024
Rais Syuriyah: KH Thoha Mansur
Katib Syuriyah: KH Achmad Labib Asrori
Ketua Tanfidziyah: KH Achmad Izzudin, Lc, M.SI
Sekretaris : S.G.Najib Chaqoqo, M.Ag

Babak Baru NU Magelang
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Magelang berupaya menjadi NU yang maju dan mandiri sesuai amanat rekomendasi dalam konferensi tahun 2019.

 

Untuk mewujudkan amanat ini langkah awal yang dilakukan adalah mewujudkan kemandirian ekonomi. Pada tahun 2019 PCNU melakukan kajian-kajian untuk turut serta membangun bendungan dana melalui akuisisi Bank Syariah Meru Sangkara. Bank adalah lembaga keuangan yang sangat strategis bagi pengembangan ekonomi warga NU. Dengan mengakuisisi kepemilikan saham mayoritas, maka PCNU menjadi pemegang saham pengendali ultimatchare holder bank ini. Pada tahun 2020 bank ini berganti nama menjadi Bank BNU sesuai arahan Ketua Umum PBNU saat itu Prof DR KH Said Aqil Siroj.

 

Peran NU Care-LAZISNU Kabupaten Magelang
LAZISNU Kabupaten Magelang adalah lembaga pengelola dana masyarakat yang berfokus pada penghimpunan dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, wakaf, serta dana CSR.

 

LAZISNU Kabupaten Magelang hadir sejak PBNU mengarahkan agar semua PWNU dan PCNU membentuk kepengurusan LAZISNU. Pada masa khidmah 2014-2019 di bawah kepemimpinan Ketua Tanfidziyah Dr KH Mahsun, M.Ag, LAZISNU Kabupaten Magelang diketui oleh Nawawi (wafat 19 September 2021). Di tengah perjalanan, terjadi perubahan aturan kelembagaan yang menyebabkan kepemimpinan beralih kepada Ahmad Mustofa, M.Ag.

 

Selanjutnya, pada periode 2019-2024, Drs Fauzi memegang tampuk kepemimpinan LAZISNU Kabupaten Magelang. Sementara pada periode 2025-2029 LAZISNU Magelang diketua oleh Afiffuddin, S Ag.


Untuk memastikan berjalannya tata kelola dan manajemen yang baik, dibentuk NU Care-LAZISNU Magelang sesuai arahan NU Care-LAZISNU di tingkat PBNU.


Visi dan Misi NU Care-LAZISNU Kabupaten Magelang
NU Care-LAZISNU memiliki visi untuk menjadi lembaga pengelola dana masyarakat yang amanah dan profesional, dengan tujuan mencapai kemandirian umat.

 

Untuk mewujudkan visi tersebut, lembaga ini menetapkan beberapa misi, antara lain:

  1. Mendorong Kesadaran Masyarakat: NU Care-LAZISNU berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk secara rutin mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah
  2. Penghimpunan dan Pendayagunaan Dana: Lembaga ini bertugas mengumpulkan dan mendayagunakan dana zakat, infak, dan sedekah secara profesional, transparan, tepat guna, dan tepat sasaran
  3. Program Pemberdayaan Masyarakat: NU CareLAZISNU menyelenggarakan berbagai program pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, dan minimnya akses pendidikan yang layak.
 

Program Koinusasi: Wadah Penghimpunan Dana yang Legal
Salah satu program unggulan NU Care-LAZISNU Kabupaten Magelang adalah Program Koin NU-isasi, selanjutnya dikenal dengan Koinusasi. Program ini merupakan inisiatif penyebaran Kotak Infak (Koin) NU yang dibuat secara resmi oleh PCNU Kabupaten Magelang berdasarkan SK PCNU No. 110/PC/28.11/A.II/XII/2019.

 

Adanya SK ini mendorong lebih massifnya Gerakan Koin NU yang telah berjalan pada tahun 2018 di Kabupaten Magelang. Program Koinusasi ini bersifat legal dan memiliki badan hukum resmi, sehingga masyarakat dapat mempercayakan dana zakat, infak, dan sedekah mereka melalui program ini.

 

Kegiatan Koinusasi tidak hanya berfungsi sebagai wadah penghimpunan dana, tetapi juga sebagai sarana konsolidasi internal warga NU. Hasil dari penghimpunan dana tersebut diatur oleh ketentuan dari NU Care-LAZISNU Pusat.


Dalam gerakan mewujudkan kemandirian, Ketua Tanfidziyah PCNU Magelang menegaskan bahwa kemandirian Jamiyyah Nahdhatul Ulama’ menjadi dambaan warga NU di mana pun.


"Salah satu amanat Konferensi Cabang Nahdhatul Ulama di Kabupaten Magelang adalah wujudnya jam’iyah maju dan mandiri," ungkap dia

 

Saat ini warga NU menghadapi 1 Abad Jam’iyah Nahdhatul Ulama. Salah satu program besar PBNU adalah terwujudnya suatu kemandirian. "Maka di Magelang untuk mewujudkan kemandirian ini ada 3 pilar penting yang kita garap," ujarnya.


Ketiga pilar tersebut adalah

  1. Rasa memiliki dari warga kepada NU dengan gerakan Koin NU sebagai bentuk konsolidasi internal
  2. Adanya salah satu betul-betul Usaha Milik Organisasi dengan Badan Usaha Milik NU
  3. Supporting Dana.
 

Upaya mewujudkan kemandirian yang dilakukan PCNU Magelang telah menunjukkan beberapa hasil. Di bawah kepemimpinan KH Achmad Izzudin, PCNU Magelang mampu mengelola berbagai jenis unit usaha, di antaranya adalah Bank NU Syariah yang hingga tahun 2023 memiliki omzet mencapai Rp46 miliar. Bukti keberhasilan pengelolaan ekonomi ini juga terlihat dari kepemilikan pertama 2 unit bus senilai Rp2,5 miliar, dan saat ini armada bus yang dimiliki PCNU Magelang sebanyak 5 unit. Selain bus, PCNU Magelang juga sudah memiliki sekitar 40 unit ambulans gratis yang awalnya hanya 3 unit dalam kurun waktu 3 tahun.


Badan Usaha Milik NU (BUMNU) PCNU Magelang juga sudah memiliki wujud kemandirian ekonomi seperti NU Mandiri Grosir, NUmart, PT Baraka NUgo International, dan Apotek N26.

 

KH Achmad Izzudin mengatakan bahwa capaian yang sudah dilakukan ini menurutnya berdasar pada komitmen bagaimana bisa menghidupi Jamiyyah Nahdlatul Ulama. Pengurus dan warga NU Magelang bertekad untuk mewujudkan harapan para pendiri Ulama. "Jangan mencari hidup di NU, dan saatnya kita bersama bagaimana bisa menghidupi Jam'iyah Nahdlatul Ulama," tegasnya dalam video yang diunggah kanal YouTube NU Online.

 

Sementara itu, Direktur Utama BNU Alief Dony mengatakan bahwa dalam melakukan pengkhidmatan, PCNU Magelang menggunakan 5 pilar kemandirian ekonomi. Pilar pertama adalah dengan melakukan terobosan yang diberi nama lumbung dana. "Secara sederhana, kalau dulu zaman penjajahan ada lumbung padi, kalau di sini kita mengawal dengan berkumpulnya dana sebanyak mungkin dari warga NU untuk ditampung. Selanjutnya kita bisa berdayakan untuk penguatan-penguatan ekonomi dan observasi potensi ekonomi," katanya.


Keberhasilan ini juga menurutnya adalah buah dari keberanian KH Achmad Izzudin dalam melakukan gebrakan di bidang ekonomi perbankan. Terlebih, masih jarang warga NU yang berani memasuki dan mengambil peluang di dunia ekonomi perbankan. Berawal dari langkah membentuk NUpreneur, PCNU Magelang melakukan akuisisi sebuah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) swasta untuk dikelola NU dan diganti nama menjadi BNU.

 

"Kita coba dampingi kurang lebih selama setengah tahun. Dari tadinya setiap bulan laba ruginya selalu minus, minus, minus, terus. Alhamdulillah mulai bulan ke-5, ke-6 mulai ada surplus. Naik-naik terus," jelasnya.


Saat awal akuisisi, aset BNU berada di angka Rp12 miliar dan saat ini sudah mencapai Rp46 miliar. Pertumbuhan BNU cukup signifikan. Dalam 3 tahun, pertumbuhan aset BNU mencapai 300 persen dengan nasabah mencapai 3.900 nasabah penabung serta nasabah lain seperti deposito dan pembiayaan. BNU juga merupakan bank yang mendapatkan penjaminan di bawah OJK sehingga aman bagi para nasabah menabung di BNU Syariah. Saat ini, BNU sudah mampu melakukan pendampingan kegiatan NU di tingkat kabupaten hingga ranting serta membantu kegiatan usaha warga NU melalui dana keberpihakan.


NUMart

Kiai Izzuddin menjelaskan bahwa usaha ritel ini didesain secara modern untuk meringankan beban masyarakat dalam berbelanja. Harga di NUmart Magelang sangat kompetitif dibandingkan dengan harga yang ada di pasaran. Dengan manajemen modern saat ini, beberapa NUmart yang dikelola di salah satu lokasi bisa menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp125 juta dalam 6 bulan. Oleh karena itu, ke depan sedang dilakukan upaya agar 21 MWC yang ada di Magelang memiliki NUmart semua.

 

NUMart juga memiliki kearifan lokal dengan menjual produk-produk dari warga dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dapat diakomodir. Saat ini ada 28 UMKM yang bekerja sama untuk memasarkan produknya di NUmart dengan space khusus. Salah satunya adalah produk air kemasan bernama BAQNU yang mampu terjual sebanyak 130.000 karton dalam setahun. Ini berarti setiap bulan, BAQNU terjual lebih dari 10.000 karton. "Orang NU belinya produk NU," kata Kiai Izzuddin.

 


BUMNU menggandeng  kerjasama dengan perusahaan distributor untuk mendirikan swalayan NU Mart, hingga kini telah berdiri 3 NU Mart di Srumbung, Borobudur, Sawangan, Salam dan Dukun. Proyeksi kedepan NU Mart bisa didirikan diseluruh MWC NU dengan sekema permodalan secara terukur.


Berawal dari Koin NU

Proses awal kemandirian ekonomi di Kabupaten Magelang adalah dengan membangun kepedulian dan perhatian warga Nahdlatul Ulama. Program Koin NU menjadi media silaturahim pengurus kepada warga. "Koin NU ini singkatannya adalah Konsolidasi Internal Nahdlatul Ulama. Di kotak ini ada by name, by address, nomor WA. Database ini yang kita kelola," jelas Alief Dony.


Pengadaan kotak ini diawali dengan dana Rp100 juta yang didukung oleh Bank NU dengan harga kotak masing-masing Rp8 ribu. Saat ini, sudah lebih dari 120.000 kotak koin tersebar di Magelang dengan penghimpunan dalam 1 bulan mencapai Rp1 miliar. Dana koin tersebut digunakan untuk 5 bidang, yaitu sosial keagamaan, kesehatan, pendidikan, tanggap bencana, dan pemberdayaan ekonomi. Dana pertama yang dikumpulkan dari koin ini dianggarkan untuk membeli ambulans gratis yang memberi manfaat bagi masyarakat. Dalam pembeliannya, dana ambulans didukung dana awal dari BNU yang kemudian diangsur melalui pendapatan koin.

 

Bus NU

Pengadaan armada Bus NU milik PCNU Magelang didasari atas tingginya aktivitas berziarah warga NU. Bus ini melayani aktivitas warga yang ingin melakukan perjalanan sehingga diberi nama Bus NU GO. Setelah melalui observasi dan kalkulasi ekonomi, pengadaan bus diputuskan. Saat ini, okupasi bus ini melebihi prediksi sehingga para pengguna harus mengantre untuk jadwal penggunaannya. Pengelolaan bus yang saat ini sudah ada sebanyak 5 unit ini ditangani oleh PT Baraka Nugo International yang izinnya sudah masuk trayek antarkota antarprovinsi, bukan hanya sebatas untuk pariwisata.

 

Dalam menjalankan semua usaha ini, menurut Kiai Izzudin, pasti ada tantangan tersendiri. Namun, segala tantangan bisa dihadapi dengan kunci utamanya, yaitu transparansi di antara semua manajemen dan pengurus. Kedua, adalah bagaimana menguatkan warga untuk betul-betul mendukung program yang menjadi milik bersama.


PCNU Magelang juga melakukan rekrutmen tenaga profesional untuk menangani bidang-bidang usaha ini. Hampir ada 80 tenaga profesional yang menanganinya, dan mencari SDM yang kompeten dan mau mengabdi pada NU adalah tugas berat. Poin penting dalam hal ini adalah menemukan SDM yang bisa berkhidmat secara profesional.


Kiai Izzuddin selalu juga mengajak semua PCNU di Indonesia untuk mengembangkan unit-unit usaha milik jamiyyah NU yang mampu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. "Kita wujudkan bersama kemandirian di jamiyyah Nahdlatul Ulama ini, tidak hanya dari Magelang, Jawa Tengah, tapi juga di seluruh Indonesia," tegasnya.

 

Memaksimalkan Koin NU

Selain membangun bendungan dana PCNU Kabupaten juga terus melakukan Gerakan Koin NU yang saat itu dikenal dengan Koinisasi. Berbagai kajian dilakukan dengan mengundang praktisi perkoinan dari beberapa cabang lain yang sudah berjalan. Hingga kini Koin NU yang yang terkumpul sudah bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh warga NU melalui berbagai program ditingkat Majelis Wakil  Cabang NU dan Ranting di masing masing Kecamatan dan Desa.

 

Ambulans NU dan Ambulans Jenazah adalah salah satu dari sekian banyak produk koin NU, kini hampir setiap MWCNU di Magelang telah memiliki mobil ambulans NU sebagai layanan bagi warga.

 


Di bidang kesehatan, PCNU Magelang bekerja sama dengan Muslimat NU Muntilan mendirikan Klinik NU yang telah bekerja sama dengan BPJS untuk Pelayanan Kesehatan Gratis bagi warga NU Peserta BPJS. PCNU memroyeksikan ditargetkannya 5 kilinik sampai dengan tahun 2027 bahkan bisa didirikan di seluruh MWCNU.

 

Dalam penanganan bencana alam, NU Care-LAZISNU Kabupaten Magelang menurunkan relawannya untuk tergabung dalam NU Peduli dalam kegiatan penanganan dan pencegahan bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia

 

Di samping menjalankan Koin secara manual, NU Care-LAZISNU Kabupaten Magelang juga melaksanakan program Koin NU Digital yang digagas oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bersama NU Online Super App. Koin NU Digital Magelang secara resmi diluncurkan di Gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Rabu (26/2/2025). Peluncuran ini dipimpin Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Magelang KH Toha Manshur.

 

Selain sebagai bagian dari proses transformasi digital yang sedang dicita-citakan oleh NU, hadirnya Koin NU Digital Magelang ini diharapkan akan menjadi sarana mudah bagi masyarakat untuk berinfak dan bersedekah demi kesejahteraan dan kemandirian umat. 

 

Kontributor: M Arif Sholihan​​​​​​​


logo