PWNU Lampung: Sapta Cita Program Unggulan, dari Rumah Sakit hingga BUMNU

Berdasarkan penilaian PBNU, kinerja PWNU Lampung masuk kategoria A. Ya, PWNU Lampung salah satu kekuatan NU di luar Jawa.

Sebagai salah satu kekuatan besar Nahdlatul Ulama di luar Pulau Jawa, NU Lampung tumbuh dengan jejak sejarah yang panjang dan memiliki pengaruh yang kuat di tengah masyarakat. Karakter keagamaan masyarakat Lampung yang kental dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah menjadikan NU di provinsi ini tidak hanya besar secara jumlah, tetapi juga dikenal sangat aktif dan konsisten sejak awal berdirinya.


Secara nasional, PWNU Lampung pernah menjadi tuan rumah pelaksanaan Muktamar ke-34 NU pada 22-24 Desember 2021, yaitu pada masa pandemi Covid 19. Ketika itu muktamar dilaksanakan di empat lokasi, yaitu Pondok Pesantren Darussa’adah, Lampung Tengah, Universitas Lampung, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, dan Universitas Malahayati, di Bandar Lampung.


Sebelumnya pernah pula dilaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Islamic Center, Bandar Lampung, pada 21-25 Januari 1992, saat kepemimpinan Ketua PBNU KH Abdurrahman Wahid. Di antara yang dibahas dalam Munas Alim Ulama itu adalah sistem pengambilan keputusan hukum dan bahtsul masail di lingkungan Nahdlatul Ulama, bank Islam, dan asuransi menurut Islam.


PWNU Lampung dan PCNU se-Lampung, masuk dalam kelompok (cluster) A berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan dan disahkan PBNU dalam Konferensi Besar (Konbes) NU pada 2022. Klasifikasi itu membedakan PWNU dan PCNU menjadi tiga kelompok, yaitu A, B, dan C, yang ditentukan berdasarkan penilaian kinerja.


Saat ini PWNU Lampung dibawah kepemimpinan Ketua Tanfidziyah H Puji Raharjo dan Rais Syuriah KH Shodiqul Amin, yang terpilih dalam Konferensi Wilayah PWNU Lampung, pada Juli 2023.  PWNU Lampung periode ini membuat program kerja yang dituangkan dalam sapta cita (tujuh tujuan).


Sapta cita itu adalah penguatan dan penyebaran Aswaja an-nahdliyah, penguatan organisasi dan sistem kaderisasi, penguatan kelembagaan Lembaga Pendidikan NU, peningkatan kesehatan dan kemaslahatan, penguatan kemandirian  ekonomi NU, pengembangan pesantren dan kebudayaan, serta hukum dan pemberdayaan sumber daya politik.


Ketua PWNU Lampung, H Puji Rahardjo mengatakan, dari tujuh cita tersebut, PWNU telah menetapkan sejumlah program percepatan (quick win). Cita yang pertama, misalnya, program percepatannya adalah publikasi pesan dan produk pengetahuan keaswajaan di berbagai platform, pelayanan dakwah NU ke perkantoran dan masyarakat luas, serta pemanfaatan teknologi untuk dakwah aswaja oleh kiai-kiai NU. Lembaga yang terkait dengan cita yang pertama itu adalah LBM NU, LDNU, LTM NU, LTNNU, Jatman, dan NU Online Lampung.


“Alhamdulillah, capaian atas cita pertama tersebut saat ini ditunjukkan oleh NU Online Lampung yang menjadi media dengan pembaca terbanyak di Provinsi Lampung,” kata H Puji. Meski begitu, lanjutnya, tantangan ke depannya tetap harus memperbanyak konten dan produk pengetahuan keaswajaan, oleh lembaga-lembaga yang terkait.


Kemudian cita kedua, program percepatannya adalah peningkatan kapasitas SDM organisasi, pengembangan sistem informasi manajemen berbasis digital, pengelolaan dan pengembangan aset NU, serta penguatan sistem kaderisasi.


“Capaian dari cita kedua ini, 95 persen pengurus PWNU telah mengikuti pengaderan baik PD-PKPNU maupun PMKNU. Kemudian 58 persen pengurus terhubung dan aktif menggunakan digdaya persuratan, serta aset NU yang telah terkelola dengan baik,” ujarnya.


Lalu cita ketiga, program percepatan diantaranya adalah penataan aset lembaga pendidikan NU dan membangun sekolah-sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten. Pendirian Rumah Sakit NU menjadi program dari cita keempat. Kemudian pendirian Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU) dan pengembangan UMKM berbasis pesantren merupakan program dari cita kelima.


“Untuk pencapaian cita ketiga hingga ketujuh, masih dalam proses. Kami terus berkoordinasi dengan para pengurus PWNU dan lembaga-lembaga yang terkait, agar dapat tereralisasi pada akhir kepengurusan ini,” kata H Puji.


Rumah Sakit dan BUMNU
H Puji Rahadjo mengatakan, dari 7 cita tersebut, sebenarnya yang “paling berat” itu  adalah membangun rumah sakit NU, yang masuk dalam cita keempat, yaitu kesehatan dan kemaslahatan. Tim pelaksana pembangunan rumah sakit itu sudah dibentuk, yang diketuai H Andi Warisno, salah seorang Wakil Ketua PWNU Lampung.


“Rumah sakit itu akan dibangun di lahan milik PWNU Lampung di areal Kotabaru, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, yang merupakan hibah dari Pemerintah Provinsi Lampung. Kita sedang mengumpulkan sumber daya, karena pengurus NU yang bergerak di bidang itu selama ini belum banyak,” katanya.


Ia menjelaskan, membangun rumah sakit tentunya bukan hanya sekedar pembangunan fisik, namun bagaimana kehadirannya kelak bisa melayani dan berperan dalam kemaslahatan umat. Rumah sakit itu akan dikelola secara profesional, dengan menjadikan entitas NU sebagai pemegang saham utama.


“Jangka pendeknya, di sisa kepengurusan saya harus sudah kelihatan ‘hilal’nya. Saat ini tim yang sudah dibentuk sedang membuat masterplan dan mengurus izin berdirinya. Setidaknya nanti bisa sampai pada peletakan batu pertama, atau pembangunan gedungnya sudah di mulai,” tegas alumni Pesantren Tebuireng itu.


Kemudian terkait kemandirian ekonomi, H Puji mengungkapkan, PWNU tengah mendorong pesantren agar terus berkembang dan memperkuat potensi ekonomi.  Pesantren-pesantren NU di Lampung rata-rata dikelola oleh generasi kedua, yang relatif lebih berhasil mengelola pesantren sehingga lebih tumbuh dengan baik,  dibanding generasi awal. Para pengurus pesantren di generasi kedua itulah yang kini dipercaya untuk mengelola Lembaga Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU Lampung.


PWNU Lampung juga akan mendirikan BUMNU di bidang pertanian, jasa, dan perdagangan. Saat ini sudah dibentuk Tim BUMNU yang diketuai Rudi Hartono, bendahara PWNU Lampung. Tim tersebut tugasnya adalah melakukan percepatan terbentuknya badan usaha melalui pengembangan ekonomi yang dapat dijalankan.


“Dalam pengembangan ekonomi ini tentunya dengan melihat apakah bidang itu sudah dilaksanakan oleh PCNU-PCNU di daerah. Jangan sampai kita melaksanakan sesuatu yang sudah dilaksanakan oleh PCNU. Justru BMNU yang dikelola oleh PWNU, harus dapat mengkoordinasikan unit-unit usaha yang sudah berjalan di tingkat cabang,” tuturnya.


Aset PWNU Lampung
Sejak kepengurusan PWNU Lampung dibawah kepemimpinan Ketua Tanfidziyah KH Saleh Badjuri dan Sekretaris Aryanto Munawar, pada tahun 2013, PWNU Lampung menempati kantor di Jalan Cut Meutia No 28 Telukbetung Utara, Bandar Lampung. Kantor itu statusnya adalah hak pakai, milik Pemerintah Provinsi Lampung.


PWNU Lampung sebenarnya sudah memiliki bangunan kantor berlantai dua, yang berada di Jalan Soekarno-Hatta, Bandar Lampung. Namun bangunan tersebut saat ini digunakan sebagai tempat perkuliahan Institut Teknologi dan Sains Nahdlatul Ulama (ITSNU) Lampung.  Satu lagi kantor aset PWNU Lampung, yang berada di Jalan WR Supratman, Telukbetung Utara, Bandar Lampung, menjadi pusat aktivitas PCNU Kota Bandar Lampung.


Untuk pengembangan perkantoran PWNU Lampung, Pemerintah Provinsi Lampung telah memberikan hibah lahan seluas 9 hektare di Kotabaru, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan. Hibah itu ditandai dengan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada 22 Maret 2025 lalu, oleh Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dan Ketua PWNU Lampung, H Puji Rahardjo.


Rencananya, lahan itu akan dibangun perkantoran PWNU Lampung, yang terdiri dari Kantor PWNU dan lembaga-lembaga, rumah sakit, dan ITSNU. “Jadi di lahan itu akan kita bangun semacam NU Center. Semua aktivitas akan kita pusatkan di sana,” kata H Puji.


Terkait aset PWNU Lampung lainnya, saat ini sedang dilakukan pendataan oleh Lembaga Wakaf dan Pertanahan (LWP) PWNU Lampung, terutama sekolah-sekolah NU.


Sejarah PWNU Lampung
PWNU Lampung  berdiri pada tahun 1964, seiring dengan berdirinya Provinsi Lampung. Sebelumnya Lampung adalah keresidenan di bawah Provinsi Sumatra Selatan. Pada masa itu, Nahdlatul Ulama masih berbentuk partai politik.


Partai NU Lampung sudah memproses administrasi  kepartaian seiring dengan upaya menjadikan Lampung Daerah Swatantra Tingkat I (Daswati I), yang sekarang dikenal dengan istilah Provinsi. Hal itu diketahui dari surat Pengurus Besar Partai NU Nomor 579 Tan/ VII-63 tertanggal 24 Juli 1963, yang ditujukan kepada Pengurus Cabang Partai NU Lampung, perihal pembentukan NU wilayah Lampung.


Surat yang ditandatangani oleh Ketua I Pengurus Besar Partai NU H.A Sjahri pada intinya menyatakan bahwa pengesahan susunan Pengurus Wilayah NU di Lampung sebagaimana hasil rapat cabang-cabang, ditangguhkan sampai Lampung diresmikan menjadi Daswati I.


Setelah Daswati I Lampung terbentuk,  baru PB Partai NU menyetujui susunan kepengurusan Pengurus Wilayah Partai NU Daswati I Lampung melalui surat tertanggal 1 Maret 1964. Maka untuk menindaklanjutinya, PW Partai NU Lampung  membuat pengumuman, yang menyatakan bahwa Rais Syuriah PWNU Lampung adalah K. Djamrak, didampingi Wakil Rais Syuriah I K.H.A Hadi Rahman, Wakil Rais Syuriah II Ustadz Djamsari, Katib Awal yaitu M.A.A  Halim, dan Katib Stanie yakni Debay.


Kemudian Ketua Tanfidziyah adalah H Marhasan SSS, Ketua I M. Thabranie Daud, Ketua II Akbar Musa, dan Ketua III Soentama. Sekretaris yaitu Hamim Hamzah, Sekretaris I Ismail Tji’mad, dan Sekretaris II Syafei D.


Marhasan (1911-1987) mulanya adalah seorang inspektur polisi yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia pada zaman Belanda. Pada tahun 1953 Marhasan dan beberapa tokoh membentuk Partai NU di Lampung. Setelah melalui proses yang panjang, ia menjadi Ketua PWNU Lampung pertama, yaitu tahun 1964-1967.


Ketua PWNU Lampung berikutnya adalah KH Muhammad Zahrie (1919-1983), yang berlatar belakang guru agama.  Ia menjadi Ketua PWNU Lampung terlama, yaitu sejak tahun 1967, hingga akhir hayatnya tahun 1983.  KH Zahrie disebutkan sebagai orang yang cinta pendidikan. Ia mendirikan Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama (Pemnu), yang masih eksis sampai saat ini.


Ketika KH Zahrie wafat, kepengurusan PWNU sempat kosong. Ketua PBNU saat itu, Idham Chalid, menunjuk Volta Djeli Panglima (1937-2010) sebagai Ketua PWNU Lampung, dan Rais Syuriyah KH Agus Muzani. Sebelumnya Volta adalah Wakil Ketua PWNU, dan pernah juga menjadi Ketua Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumi) Lampung.


Namun seiring dengan konflik di pusat, usai Munas di Situbondo, Rais Aam PBNU KH Ali Maksum mengangkat Romas Djajaseputra (1926-1996) sebagai Ketua PWNU Lampung dan KH Abu Abdillah sebagai Rais Syuriah. Konflik di pusat turut berimbas ke daerah karena ada dua dualisme kepengurusan yang sama-sama mengklaim memiliki SK yang sah. Romas Djajaseputra sebelumnya adalah bendahara di PBNU.


Ketua PWNU Lampung berikutnya adalah KH Khusnan Mustofa Ghufron (1942-2001), yang memimpin PWNU Lampung dalam dua periode kepengurusan, yaitu tahun 1985-1992, dan dilanjut tahun 1992-1997. KH Khusnan disebutkan mampu merekonsiliasi beberapa kelompok di PWNU yang sempat terpecah.


Pada periode pertama menjadi Ketua PWNU Lampung, Rais Syuriahnya adalah KH Agus Muzani, dan periode kedua Rais Syuriahnya adalah KH Abrori Akwan. Tokoh yang dikenal dekat dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut wafat sebelum masa jabatannya habis. Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan dan mempersiapkan Konferwil, saat itu PWNU menunjuk  Pj Ketua PWNU Lampung.


Pada Konferwil berikutnya yang digelar pada Oktober 2002 di Gedung Islamic Centre Bandar Lampung, ketua tanfidziyah terpilih adalah KH Khairuddin Tahmid dan Rais Syuriah Ahmad Zuhri, yang memimpin PWNU Lampung selama 5 tahun, yaitu 2002-2007.


Berikutnya Ketua PWNU Lampung adalah KH Ngaliman dengan Rais Syuriah Syamsuddin Thohir periode 2007-2012, lalu KH Soleh Badjuri dan KH Ngaliman sebagai Ketua Tanfidziyah dan Rais Syuriah periode 2012-2018. KH Ngaliman kemudian digantikan oleh KH Muhsin Abdillah (periode 2012-2018)


Berikutnya, Ketua PWNU Lampung adalah Prof KH Moh Mukri dan Rais Syuriah KH Muhsin Abdillah (2018-2023). Pada masa ini Muktamar Ke-34 NU digelar di Provinsi Lampung, di tengah suasana pandemi Covid 19.


Bermula dari 6 Cabang
PWNU Lampung memang baru berdiri seiring dengan terbentuknya Provinsi Lampung. Namun, dikutif dari buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung, sejatinya NU sudah ada sejak lama di Lampung, yaitu sekitar tahun 1934. Tokoh yang menginisiasinya adalah KH Fadlil Amin (1900-1994). Ia adalah seorang santri yang pernah belajar di Negeri Haramain selama 9 tahun, yaitu pada tahun 1916-1925.


Pertemuan dengan KH Hasyim Asyari, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng di Makkah, membuat Fadlil kemudian memutuskan untuk melanjutkan belajar agama di Tebuireng, selama 5 tahun (1925-1930). Pada kurun waktu itulah perkumpulan NU di dirikan. Fadlil Amin yang menjadi murid kesayangan Kiai Hasyim, yang belakangan juga ikut mengajar di pesantren tersebut, turut mengikuti proses dan perkembangan pendirian NU tersebut.


Maka ketika Fadlil hendak pulang kampung, ia mendapat pesan dari Hadratussyekh agar dapat mendirikan NU di kampung halamannya. Fadlil Amin adalah anak seorang tokoh agama bernama KH Aminudin,  yang tinggal di Dusun Ulu Danau, Kecamatan Pulau Beringin—sekarang masuk dalam Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan. Namun mereka memiliki banyak keluarga di kawasan Lampung Utara.


Maka kemudian terbentuklah cabang NU pertama di Lampung, yaitu NU Cabang Tanjung Raja, yang sekarang masuk dalam Kabupaten Lampung Utara.  Berikutnya, dari pertemuan KH Fadlil Amin dengan para tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat, terbentuklah NU Cabang Menggala, NU Cabang Krui, NU Cabang Sukadana, NU Cabang Kotaagung, dan NU Cabang Telukbetung.


Cabang-cabang NU itu tidak mengacu pada wilayah administratif tertentu, apalagi saat itu Indonesia masih dalam penjajahan pemerintahan Belanda.  NU di Lampung terus berkembang dan membentuk cabang-cabang.


Pada tahun 1986  terdapat 15 cabang NU di Lampung. Padahal saat itu di Lampung hanya ada 1 Kotamadya dan 3 Kabupaten. Secara keseluruhan saat itu di Indonesia terdapat 368 cabang (Data PBNU, 1986).


Pada masa kepemimpinan Ketua PBNU KH Abdurrahman Wahid, struktur cabang NU ditertibkan dengan mengikuti wilayah administratif di Indonesia. Sehingga cabang NU di Lampung menjadi 4, yaitu PCNU Kota Bandar Lampung, PCNU Lampung Utara, PCNU Lampung Tengah, dan PCNU Lampung Selatan. 


Ila Fadilasari, penulis buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung, Kabiro NU Online Lampung


Ila Fadilasari
Kolomnis

logo