Jakarta, NU Online
Anggota Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) Ahmad Syafiq menjelaskan bahwa stunting merupakan kondisi ketika balita (anak berusia di bawah 5 tahun) memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan standar untuk usianya.
Menurut Syafiq, kondisi balita yang seperti itu akan berpengaruh pada kemampuan prestasi belajar yang rendah, tinggi badan tidak optimal, kekebalan tubuh menurun, risiko tinggi munculnya penyakit, kualitas kerja yang tidak kompetitif, dan produktivitas ekonomi rendah.
“Pada 1000 hari pertama kehidupan ini pertumbuhan dan perkembangan anak akan menentukan perkembangan kecerdasan anak yang jangka panjang,” ujar Syafiq saat menjadi narasumber pada sesi diskusi mendalam bertajuk Keluarga Sehat dalam Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Strategi pencegahan stunting
Dosen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) itu menjabarkan strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah anak dari kondisi stunting.
Pertama, pencegahan stunting harus optimal. Menurutnya, peran pencegahan stunting harus optimal dilaksanakan agar generasi masa depan Indonesia semakin berkualitas dan pemerintah tidak terjebak dalam penanganan stunting.
Kedua, protein hewani. Syafiq mengatakan pemberian protein telah terbukti menjadi keberhasilan penanganan stunting, sehingga perlu terus diupayakan kehadirannya dalam menu bayi dan anak.
Ketiga, dukungan pemerintah. Ia menegaskan bahwa pemerintah ini harus berupaya menyediakan makanan bergizi supaya dapat terjangkau oleh masyarakat terutama masyarakat ekonomi bawah.
Keempat, posyandu. Ia menyampaikan bahwa posyandu sebagai ujung tombak pencegahan stunting perlu diperkuat.
“Perlu mekanisme apresiasi agar kader posyandu lebih termotivasi dan mekanisme peningkatan kapasitas agar makin pandai. Perlu pola rekrutmen yang lebih terencana,” ujar Syafiq.
Kelima, edukasi kepada media dan masyarakat. Menurut Syafiq, meningkatkan edukasi kepada media dan masyarakat sangat penting untuk memberi pengetahuan dan pemahaman mengenai pentingnya asupan protein hewani dalam mencegah terjadinya stunting.
Ia menyampaikan dalam ajaran agama Islam mendorong percepatan penurunan stunting menjadi langkah mulia untuk mengimplementasikan maqashid asy-syari’ah (tujuan-tujuan syariat Islam), terutama hifdh an-nafs (perlindungan jiwa), hifdh al-‘aql (perlindungan akal), dan hifdh an-nasl (perlindungan keturunan), sehingga menjadi bagian dari ibadah yang harus diamalkan.
“Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 9 menyampaikan kesehatan dan kesejahteraan anak merupakan hal penting dalam Islam sebagai upaya untuk menjaga dan memelihara generasi yang gizinya baik, sehat, kuat, dan berkualitas. Pencegahan stunting merupakan upaya menjalankan amanah yang diberikan oleh Allah berupa pemeliharaan anak,” katanya.
Syafiq menyampaikan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan langkah yang baik bagi bayi. Tetapi asi saja tidak cukup, diatas usia enam bulan perlu didampingi dengan makanan pendamping ASI serta susu yang jenis dan jumlahnya sesuai dengan anjuran dokter atau ahli gizi.
“Allah melimpahkan kepada manusia dan hewan, nikmat pangan yang harus disyukuri. Penyebutan air, tumbuhan dan binatang ternak pada ayat ini dapat mengindikasikan sumber pangan bagi manusia,” ucapnya.
Tantangan Kesehatan Keluarga
Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Ditjen Kesmas Kemenkes) Maria Endang Sumiwi menjabarkan data dari Perupadata tahun 2024 bahwa Indonesia berada di urutan ke-96 pada Human Capital Index (HCI) dengan nilai 0,54. Sementara negara yang mendapatkan nilai HCI tertinggi adalah Singapura dengan nilai 0,88 dan terrendah dengan urutan ke-173 adalah Niger memiliki nilai 0,29.
Menurutnya, urutan kesehatan tersebut masih perlunya peningkatan kesehatan keluarga melalui proses sosial dalam keluarga dan kebiasaan hidup sehat.
“Hubungan interpersonal yang sehat di keluarga dapat membangun kesehatan jiwa seseorang yang baik. Maka nurturing care framework dilakukan untuk mencapai potensi yang optimal dan setiap anak membutuhkan komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisah dari perawatan pengasuhan,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa pengasuhan positif diberikan sebagai bekal orang tua untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak. Dalam pembagian peran orang tua diharapkan dapat hadir secara langsung sebagai bagian dari keluarga yang kondusif untuk mendukung tumbuh kembang dan pembentukan karakter anak.
“Ada enam pesan utama dalam pengasuhan positif, orang tua mampu mengelola emosi, mampu mengelola stres, pembagian peran ayah dan ibu harus jelas, komunikasi yang efektif, bersikap baik, dan disiplin positif,” katanya.
Maria mengatakan dalam mendukung tumbuh kembang anak perlu adanya dukungan sosial bagi keluarga.
"Dukungan sosial ini berupa jaminan kesehatan seperti BPJS, penyediaan fasilitas tempat bermain anak dan olahraga, dukungan lingkungan masyarakat itu juga perlu untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, terakhir, Program Keluarga Harapan (PKH),” ucapnya.
Kebiasaan Hidup Sehat
Selain proses sosial yang perlu ditingkatkan, kebiasaan hidup sehat juga perlu dibiasakan. Kebiasaan hidup sehat dalam keluarga dimulai dari ibu hamil, bayi, balita, remaja, dewasa, hingga lansia.
“Nah kita ingin kebiasaan ibu hamil yang sehat dan ASI eksklusif dilakukan. Kebiasaan hidup sehat ibu hamil itu rutin periksa kehamilan, konsumsi gizi seimbang, dan banyak lainnya,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa hidup sehat bagi bayi dan balita dimulai dari mendapatkan asi eksklusif, pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya, mengonsumsi makanan bergizi, serta imunisasi secara rutin.
“Pola hidup remaja seperti melakukan aktivitas fisik yang sesuai, nah remaja sekarang banyak yang obesitas karena kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi, istirahat juga harus cukup dan kurangi begadang,” ujar Maria.
Maria mengatakan bahwa pola hidup dewasa dan lansia, kurang lebih sama dengan pola hidup remaja yang perlunya menjaga aktifitas fisik, makan makanan yang seimbang, istirahat yang cukup, dan menjaga kesehatan reproduksi.
“Dengan tidak menjaga pola hidup yang dimulai sejak remaja, ketika beranjak dewasa dan lansia akan rentan mengalami penyakit-penyakit. Di Indonesia tahun kemarin (2024), penyakit obesitas sebanyak 23,4 persen; hipertensi sebanyak 30,8 persen; dan diabetes atau gula ini mencapai 24,3 persen.
Senada, Kepala Badan Gizi Nasional RI Dadan Hindayana menyampaikan bahwa keadaan saat ini, masyarakat Indonesia seperti ibu hamil, ibu menyusui, hingga anak-anak sekolah masih kekurangan makanan yang bergizi.
“Program makan makanan bergizi gratis menjadi langkah strategis Pak Prabowo (Presiden RI) untuk mencegah adanya stunting dan berharap anak-anak Indonesia ini pintar-pintar karena asupan makanannya seimbang,” ujarnya.
Ia menyampaikan makanan bergizi dari pemerintah memperhatikan kandungan gizi pada setiap porsinya.
"Di makanan itu dilihat harus ada karbohidratnya yang disesuaikan dengan daerahnya masing-masing misal biasanya nasi ya nasi, biasa jagung ya jagung, biasa papeda seperti di Papua ya tidak masalah, begitupun protein, wilayah yang kaya akan ikan maka ikannya dibanyakin, kalau wilayahnya banyak ayam dan telur ya itu yang dibanyakin, asal porsinya seimbang,” tegasnya.
Dadan menyampaikan bahwa uji coba makan bergizi gratis yang dilakukan di sekolah dan pondok pesantren dapat meningkatkan perkembangan otak anak dan mencegah stunting sejak dini.
“Terkadang kita memperhatikan perkembangan anak-anak hanya ketika lahir sampai usia sembilan tahun dan ketika usia sembilan tahun sampai 17 tahun ini dilupakan, padahal usia segitu pertumbuhan fisik dan otak anak paling optimal, maka perlu mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk mencegah meningkatnya stunting,” ujarnya.