Nasional MUKTAMAR KE-34 NU

Muktamar NU Tegaskan Hak Rakyat atas Tanah

Sabtu, 25 Desember 2021 | 07:56 WIB

Muktamar NU Tegaskan Hak Rakyat atas Tanah

Pembahasan Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah Muktamar Ke-34 NU di Auditorium Uiniversitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung pada Kamis (23/12/2021) . (Foto: Panitia Muktamar)

Bandarlampung, NU Online 

Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) melalui Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah di Auditorium Uiniversitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung pada Kamis (23/12/2021) menegaskan bahwa sebagai entitas penting bagi negara, rakyat memiliki hak atas tanah. Oleh sebab itu, pemerintah atau negara sebagai pemilik otoritas wajib menegakkan keadilan atas hak tersebut. 

 

Ketegasan pemerintah atas hak tanah rakyat menjadi semakin urgen mengingat jumlah warga negara terus mengalami kenaikan, sementara tanah sebagai kebutuhan paling mendasar manusia bersifat statis, artinya tidak mengalami peluasan permukaan. 

 

"Tanah tidak bertambah dan berkurang, sedangkan manusianya selalu berambah dan bekurang," kata Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah KH Moqstih Ghazali saat membacakan hasil putusan dalam Sidang Pleno III di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung (Unila), Kamis (23/12/2021). 

 

Berkaitan dengan ak rakyat atas tanah, Kiai Moqsith mengutip ayat Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 10 yang artinya, ‘Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk (-Nya). Selain itu, ia juga membacakan UUD 1945 pasal 33 ayat 3, ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.’ 

 

Pemerintah dalam kapasitasnya sebagai pemimpin (imam) dapat mengatur kepemilikan tanah untuk rakyat sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Negara sebagai lembaga yang mengatur kehidupan rakyat demi kemaslahatan publik (mashalih al-ra’iyyah), tidak boleh membiarkan tanah diperebutkan oleh rakyat karena akan menimbulkan anarki (fawdha). 

 
Pengaturan kepemilikan tanah oleh rakyat didasarkan pada mekanisme yang telah diajarkan Islam, yaitu melalui (1) jual beli, (2) waris, (3) hibah, (4) ihya`ul mawat (menghidupkan tanah mati), (5) tahjir (membuat batas pada tanah mati), dan (6)  iqtha` (pemberian negara kepada rakyat). Dengan mekanisme jual beli, waris, dan hibah, rakyat memiliki hak untuk menguasai tanah. Dengan mekanisme ihyaul mawat, tahjir, dan iqtha, rakyat juga memiliki hak untuk memiliki tanah. 

 

Selain itu, tujuan pemberian hak rakyat atas tanah adalah untuk pemerataan dan pemanfaatan tanah secara produktif untuk kesejahteraan dan keadilan bersama. 

 

Dengan penjelasan itu maka pemberian pengelolaan tanah oleh pemerintah kepada seseorang berkaitan dengan status pemberian tanah (hak milik atau hak pakai), luas tanah, dan lama pengelolaan. 

 

Pemerintah dapat memberikan tanah kepada seseorang baik dalam dalam status hak milik maupun hak pakai. Pemberian tanah dalam status hak milik dapat dilakukan pada lahan mati, tanah garapan, dan lokasi pertambangan. Sementara pemberian tanah dengan status hak pakai dapat dilakukan pemerintah terhadap tanah zakat dan tanah pajak. 

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan