Nasional

Naskah Pesantren Mesti terus Dilacak

Selasa, 5 Juni 2012 | 09:03 WIB

Jakarta, NU Online
Naskah-naskah klasik bernuansa pesantren yang masih tersebar mesti terus dilacak keberadaannya supaya bisa dikaji untuk kemudian dimanfaatkan khalayak luas. naskah-naskah klasik tersebut, sebagian masih tersimpan di tangan para kolektor.<>

Hal itu diungkapkan Mahrus el-Mawa, Pengurus Maarif Nahdlatul Ulama yang juga seorang filolog yang sedang merampungkan S3 di Universitas Indonesia.

Menurut Mahrus, melalui naskah klasik, kita bisa mengetahui nuansa lokal dari mana dan kapan naskah itu ditulis. Mushaf satu daerah dengan daerah lain akan tampak perbedaan. Dalam satu daerah juga berlainan antara mushaf kerajaan dan mushaf kalangan masyarakat. Terutama iluminasinya.  

“Misalnya, mushaf dari Timur Tengah selalu menggunakan iluminasi masjid, berbeda dengan di Cirebon yang menggunakan iluminasi megamendung,” jelasnya.

Dari segi isinya, naskah kuno juga menawarkan pengetahuan alternatif dari pandangan umum.

“Saya sedang meneliti tarekat Syatariyah yang berkembang di Cirebon. Data yang saya temukan, tarekat tersebut berkembang melalui jalur Abdullah bin Abdul Qohhar. 

Para peneliti Indonesia selalu berdasar pada temuan AH John, bahwa tarekat syatariyah bermuara pada silsilah keguruan Syekh Abdul Muhyi (1071-1151 H/1650-1730 M) dari Pamijahan Tasikmalaya, yang merupakan murid dari Syaikh Abdurrauf Singkel.

“Nah, para peneliti Indonesia selalu mengutip temuan AH John tersebut. Padahal dalam naskah yang saya pelajari, sanad tarekat Syatariyah di Cirebon tidak melalui Syekh Muhyi. Begitu juga dengan silsilah tarekat Syatariyah yang berkembang di Kendal,” tegasnya. 

Naskah yang saya temukan tersebut, lanjut Mahrus, adalah kitab Syatory Muhammadiyah dengan tebal seratus halaman. 

Sayangnya, perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap naskah-naskah kuno bernuansa pesantren sangat kurang. Di kalangan akademik juga selalu mengandalkan data yang ditemukan orang luar. 

Di sisi lain, sepengetahuan saya, kolektor naskah kuno yang belum tentu bisa  memanfaatkannya, juga tidak percaya kepada lembaga-lembaga resmi untuk menitipkan naskahnya.



Redaktur : Syaifullah Amin
Penulis     : Abdullah Alawi