Nasional

NU Tak Pilih Salah Satu dari Dua Titik Ekstrem

Ahad, 13 Mei 2012 | 16:53 WIB

Jakarta, NU Online
Bagi Nahdlatul Ulama semua persoalan harus dilihat dalam sudut pandang yang utuh dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya. Untuk melahirkan keputusan yang bijak, pendapat yang pro dan kontra masing-masing harus didekati untuk tidak terperangkap pada salah satu dari dua titik ekstrem yang salah.<>

Wakil Sekretaris Jendral Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Enceng Shobirin menyampaikan hal itu dalam sambutan atas nama PBNU pada Seminar Nasional “Eksistensi Anak Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, di Jakarta, Sabtu (12/5).

Enceng mencontohkan komitmen tersebut lewat sikap PBNU dalam menanggapi pengabulan MK terhadap gugatan Pasal 43 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berkisar soal status anak di luar nikah. Menaggapi putusan yang memicu kontroversi ini, PBNU berusaha untuk tetap setia pada konstitusi tapi juga tak menghilangkan substansi syari’ah Islam.

“PBNU juga concern dalam masalah ini (status anak di luar nikah). Salah satunya adalah dengan menjadikan isu ini sebagai topik Munas (musyawarah nasional) NU di Cirebon nanti,” imbuhnya.

Turut hadir dalam diskusi yang digelar oleh STAINU Jakarta ini, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Achmad Sodiki, Hakim MK Ahmad Fadlil Sumadi, Ketua Bidang Urusan Agama Islam Kemenag DKI Jakarta H Mukhobar, Ketua STAINU Jakarta KH Mujib Qulyubi.

Mujib Qulyubi menambahkan, ragam pendapat yang seolah bersebrangan seputar status anak di luar nikah sesungguhnya memiliki titik temu. Baik MK sebagai pemutus hasil uji materi pasal anak luar nikah maupun MUI sebagai penjaga syari’ah ternyata sama-sama menyimpan semangat yang sama.

“Semangat tersebut tak lain adalah menghindari perzinaan dan menghargai kemanusiaan. Itulah yang seharusnya kita tiru dan sikapi dengan benar,” tandas Ketua STAINU Jakarta yang juga Katib Syuriyah PBNU ini.


Redaktur  : Syaifullah Amin
Penulis      : Mahbib Khoiron