Nasional

Peneliti: Efisiensi Anggaran Tidak Buruk, tapi Jangan Asal Pangkas

Selasa, 25 Februari 2025 | 21:30 WIB

Peneliti: Efisiensi Anggaran Tidak Buruk, tapi Jangan Asal Pangkas

Gambar hanya sebagai ilustrasi pemangkasan anggaran. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Peneliti Center for Strategic dan Internasional Studies (CSIS) Departemen Ekonomi Riandy Laksono mengatakan efisiensi yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto tidak buruk. Menurutnya, efisiensi membutuhkan perhitungan secara matang.


"Efisiensi tidak buruk, tetapi jangan asal pangkas. Efisiensi perlu diperhitungan dengan budget yang diperlukan," kata Riandy dalam acara Media Briefing bertajuk Efisiensi Anggaran dan Pembentukan Danantara: Peluang Ekonomi atau Tantangan Fiskal di Auditorium CSIS, Jakarta, pada Selasa (25/2/2025).


Riandy mengatakan bahwa ada kontradiksi dari narasi yang diungkap Prabowo. Semula, efisiensi dilakukan karena ekonomi nasional sedang sulit. Namun narasi itu kemudian berkembang untuk membuat pertumbuhan ekonomi.


"Dari kemarin-kemarin itu narasinya adalah kita perlu efisiensi karena ekonomi sedang susah. Ternyata itu dipatahkan dengan pidato-pidato banyak di circle-nya Pak Prabowo, di konferensi-konferensi internasional bahwa mereka percaya dengan men-shifting ini ada tambahan dua persen dari tiga persen growth dari langit, ini yang sekarang berbeda," katanya.


Perhitungan anggaran yang dilakukan kembali oleh pemerintah itu karena dana yang dialokasikan bukan bersumber dari kelebihan anggaran, tetapi pergeseran anggaran.


"Kita perlu jujur, review terhadap efisiensi dan efektivitas anggaran itu tidak buruk, itu perlu. Cuma yang terjadi sekarang adalah ini main pangkas-pangkas saja tanpa kita tahu benar-benar budget diperlukan apa nggak?" jelasnya.


Selama ini, ia menilai pemerintah sering menerabas aturan-aturan yang ada.


"Perlu kita jujur, apakah alokasinya sudah efektif dan efisien? Karena efisiensi ini penting tetapi dilakukannya dengan masih-masih sangat tergesa-gesa dan tidak terorganisir dengan baik," katanya.


Sementara itu, Peneliti CSIS Departemen Ekonomi Adinova Fauri menimbang bahwa ruang fiskal Indonesia sedang mengalami defisit anggaran dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.


"Memang kita masih bisa mempertahankan di level disiplin fiskal yang baik yaitu 3 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) selain dari masa Covid-19 yang ada relaksasi tapi itu juga menandakan adanya ruang fiskal yang terbatas," katanya.


Tak hanya itu, pembayaran utang jatuh tempo Indonesia yang mencapai Rp700-800 triliun pada tahun ini (2025) juga menjadi bukti bahwa ruang fiskal makin terbatas.


Dalam kaitannya dengan efisiensi, Adi menjelaskan bahwa Prabowo ingin menjalankan program-program barunya di tengah ruang fiskal yang terbatas itu, sehingga tercetus ide efisiensi anggaran.


"Atau sebenarnya yang kami lebih tepat membicarakannya adalah realokasi anggaran.
Kalau berbicara terkait realokasi anggaran, maka yang ingin dibicarakan lebih jauh adalah efek sebenarnya yaitu seberapa efektif dari ekonomi yang berputar akibat dari dana pemerintah?" kata Adi.


Karena itu, ketika pemerintah ingin melakukan realokasi anggaran maka tahap awal yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan kajian-kajian terlebih dahulu, sehingga bisa diketahui pos-pos anggaran yang bisa memberikan multiplier effect yang lebih tinggi.