Nasional

Rais Aam PBNU Terima Penghargaan sebagai Tokoh Penyiaran 2018

Ahad, 1 April 2018 | 13:24 WIB

Palu, NU Online 
Rais Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Ma’ruf Amin mendapat penghargaan sebagai Tokoh Penyiaran tahun 2018 dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ia dinilai memiliki kepedulian besar terhadap dunia penyiaran di Tanah Air. 

Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, dan Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, kepada perwakilan KH Ma’ruf Amin pada acara puncak Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-85 yang berlangsung di Ballroom Hotel Mercure, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Ahad (1/4). 

Menurut Komisioner KPI Pusat sekaligus Ketua Panitia Harsiarnas ke-85, Ubaidillah, alasan KPI mendaulat KH Ma’ruf Amin sebagai Tokoh Penyiaran tahun 2018 lantaran memiliki perhatian besar terhadap penangkalan hoaks di televisi.

“Beliau tak kenal lelah mengimbau televisi untuk tidak serta menggoreng informasi palsu atau hoaks sebagaimana yang terjadi di sosial media,” jelas Ubaid. 

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini, lanjut Ubaid, selalu menekankan adanya pemberantasan terhadap radikalisme. Radikalisme dinilai dia sebagai paham dan gerakan yang bisa merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kiai Ma’ruf berpandangan kelompok yang ingin mengubah dasar negara muncul karena cara berpikir yang intoleran. Sementara intoleransi ini melahirkan radikalisme dan selanjutnya terorisme. Akar dari semua itu adalah cara berpikir tekstual dalam membaca dan memahami kitab suci. 

”Pandangan-pandangan KH Maruf Amin selalu menjadi rujukan baik oleh kelompok atau individu, tak terkecuali oleh KPI Pusat dalam memantau tayangan televisi yang berbau atau mendorong dengan peragaan visual menyebarkan paham-paham radikalisme,” kata Ubaid.

Selain itu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) bidang Hubungan Antar Agama Periode 2010 hingga 2014 juga memiliki perhatian terhadap tayangan Ramadahan. Kepedulian terhadap tayangan ramadhan diaplikasikan dalam bentuk kerjasama dengan KPI Pusat dan Kementerian Agama dengan memberikan perhargaan terhadap televisi yang menghibur sekaligus mencerahkan dan tidak melanggar nilai-nilai agama. 

“Beliau ingin memastikan bahwa lembaga penyiaran harus diawasi dan dikontrol atas konten siarannya, sehingga masyarakat benar-benar menerima tayangan yang edukatif, informatif serta menghibur. Keseriusan MUI tersebut dibuktikan dengan dibentuknya tim internal MUI bekerja sama dengan KPI untuk melakukan pengawasan terhadap konten siaran pada bulan Ramadhan,” kata Ubaidillah.

KH Ma’ruf Amin mendorong adanya kontrol kualitas terhadap dai yang siaran di televisi. Maraknya tayangan yang menyajikan program dakwah namun tidak diimbangi dengan kualitas pendakwah (da’i) atau materi dakwah yang cenderung menjurus pada persoalan khilafiyah yang menyebabkan pro dan kontra di masyarakat menjadi salah satu fokus perhatian MUI Pusat. 

Selama ini, kata Ubaid, sebagian dai yang tampil di televisi masih dinilai kurang mumpuni dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Di luar itu, bahkan tak jarang dai memonopoli tafsir nilai-nilai agama yang bertendensi mendorong ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi Bangsa.

“KH Ma’ruf Amin mengamini pentingnya pelatihan dan standarisasi bagi dai di tv. Beliau juga meminta kepada KPI Pusat agar memperhatikan dan menegur lembaga penyiaran yang menayangkan program seperti itu. Hal tersebut menjadi bukti nyata bahwa KPI dan MUI yang dipimpin oleh KH Ma’ruf Amin telah menjadi lembaga yang konsisten untuk terus membenahi permasalahan penyiaran nasional serta ikut serta dalam menjaga moral generasi bangsa,” kata Ubaid.

Fenomena infotainment menjadi perhatian besar KH Ma’ruf Amin. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menunjukkan kepeduliannya dengan mengeluarkan fatwa haram untuk tayangan infotainment pada 2010 baik bagi televisi yang menayangkan maupun pemirsa yang menontonnya. Menurut ketentuan umum fatwa mengenai infotainment disebutkan bahwa menceritakan aib, kejelekan gosip, dan hal-hal lain terkait pribadi kepada orang lain dan atau khalayak hukumnya haram. 

Dalam rumusan fatwa tersebut juga disebutkan upaya membuat berita yang mengorek, membeberkan aib, kejelekan, dan gosip juga haram. Begitu juga dengan mengambil keuntungan dari berita yang berisi tentang aib dan gosip dinyatakan hukumnya haram oleh MUI.

“Hal-hal itu menjadi dasar kami ketika memutuskan Beliau sebagai Tokoh Penyiaran. Pemikiran dan perhatian berliau terhadap pengembangan penyiaran yang berkualitas, mendidik dan bermanfaat untuk umat sangat besar,” jelas Ubaid usai acara Puncak Peringatan Harsiarnas ke-85.

KPI juga memberikan penghargaan kepada Provinsi atau daerah yang memiliki kepedulian terhadap penyiaran. Kali ini, Pemerintah Provinsi Sulteng memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, KPI memberikan penghargaan untuk Komunitas Indonesia Melek Media (IM Media) yang memiliki kepedulian terhadap literasi media. (A. Riadi/Abdullah Alawi)