Nasional

Tragedi Kanjuruhan, Intelektual Muslim Didorong Ikut Cari Solusi

Selasa, 4 Oktober 2022 | 09:00 WIB

Tragedi Kanjuruhan, Intelektual Muslim Didorong Ikut Cari Solusi

Aparat menembakkan gas air mata usai di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022). (Foto: bola.net)

Jombang, NU Online

Mudir Madrasatul Qur'an Tebuireng, Jombang, Jawa Timur,KH Ahmad Musta'in Syafi'ie meminta intelektual Muslim Indonesia ikut aktif mencari solusi atas tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.


"Kepada Tuan-tuan di Majelis Ulama Indonesia, Syuriyah NU, Majelis Tarjih Muhammadiyah, kaum akademik mohon segera menyelenggarakan seminar, bahtsul masail atau kajian khusus membahas sepak bola negeri ini dari perspektif maslahah dan mafsadah," katanya lewat keterangan tertulis, Senin (3/10/2022).


Kiai Mustain Syafi'ie menambahkan, setelah melakukan kajian ilmiah lalu hasilnya direkomendasikan ke pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab ilmuwan Muslim di hadapan Tuhan nanti.


Menurutnya, jika urusan tahlilan saja mendalil-dalil, urusan vaksin saja berfatwa, urusan rokok adu argumen, seharusnya urusan nafsu, main-main, menghamburkan uang dan menghilangkan nyawa dalam peristiwa Kanjuruhan juga tidak boleh diam. 


"Tuan-tuan itu ilmuwan Muslim yang diamanati Tuhan memberi fatwa," jelas Kiai Mustain Syafi'i.


Kiai Mustain menyarankan intelektual Muslim sesekali meniru Al-Imam Al-Ghazali, dengan pola syadd al-dzari'ah, menunjuk bahwa setiap permainan yang sangat berpotensi menimbulkan al-'adawah (permusuhan fisik), al-baghdla' (perseteruan psikhis), shadd 'an dzikr Allah (terpental dari Allah) hukumnya haram. 


"Bukan haram fi nafs al-amr, tapi haram fi amr kharij. Hadana Allah," imbuhnya. 


Menurut Kiai Mustain Syafi'ie, peristiwa tragedi kolosal yang menyebabkan sekitar 174 nyawa melayang sia-sia dan ratusan korban terluka harus disikapi serius.


Oleh karenanya, apakah tidak lebih adil dan maslahah jika sepak bola juga dibubarkan. Atau klub tuan rumah saja dibubarkan. Jika sekedar diskors, sudah sering dan nyatanya tidak menimbulkan efek jera.


"Sudah sering tragedi macam ini terjadi dan pemerintah cuma bisa menyesalkan, berbela sungkawa, semoga tidak terulang. Nyatanya, terus berulang dan kini lebih mengerikan. Perlu sikap lebih tegas," tandasnya.


Benahi Protap Pengamanan

Peristiwa Stadion Kanjuruhan yang menewaskan di atas seratur orang menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) selain meminta penghentian sementara Liga 1 juga mendorong pembenahan suporter dan protap pengamanan.


PSTI menilai terjadinya kericuhan usai laga Arema vs Persebaya pada Sabtu (1/10/2022)menggambarkan masih kurangnya kesiapan panitia penyelenggara mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bisa saja pada laga-laga di Liga 1.

 

Ketua Umum PSTI, Ignatius Indro mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh stakeholder sepak bola Indonesia, pertama adalah usut tuntas kejadian kericuhan yang terjadi di Kanjuruhan.


"Lakukan investigasi bagaimana terjadinya kejadian seperti ini yang menjadi tragedi bagi sepak bola Indonesia. Siapa yang bersalah, apakah panitia penyelenggara sudah menjalankan SOP atau protap yang benar saat menghadapi suporter? Bagaimana juga peran fan base dalam mengingatkan masa di dalam maupun luar stadion untuk tidak bertindak anarkis? Bagaimana juga peran Federasi dalam mengantsipasi laga panas seperti ini?" ujar Ignatius Indro dalam rilisnya. 


Berikutnya adalah maksimalkan Undang-Undang Keolahragaan yang di dalamnya ada pasal mengenai suporter. "Untuk itu kami mendesak Menpora untuk segera membuat aturan turunan khusus tentang suporter. Ini ditujukan untuk bisa memaksa seluruh stakeholder sepak bola Indonesia untuk terlibat melakukan edukasi kepada suporter Indonesia. Karena edukasi ini adalah tanggung jawab kita semua," lanjutnya.


Selain itu, pembenahan di seluruh bidang juga perlu dilakukan oleh PSSI sembari menghentikan sementara Liga 1 hingga Liga 3. Pembenaha tersebut seperti penentuan protap pengamanan dalam sebuah pertandingan, perbaikan sistem Liga,hingga pendidikan suporter sehingga memiliki satu pemikiran, bahwa ada hal yang lebih besar dari rivalitas atau bahkan dari sepak bola itu sendiri yakni kemanusiaan.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan