Hukum Pemanfaatan Mayat sebagai Kadaver untuk Penelitian Ilmiah
Selasa, 6 Agustus 2024 | 09:15 WIB
Bushiri
Kolomnis
Dalam pendidikan kedokteran terdapat istilah 'bedah mayat anatomis', yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran. Pemeriksaan ini menjadi sangat penting bagi mahasiswa kedokteran dalam mempelajari ilmu anatomi manusia. Kadaver atau mayat sebagai media penelitian ilmiah menjadi sangat penting dalam pendidikan kedokteran modern.
Pemanfaatan Mayat untuk Kepentingan Ilmiah
Bagaimana pandangan Islam terkait pemanfaatan mayat sebagai kadaver untuk kepentingan ilmu kedokteran?
Dalam agama Islam tubuh manusia sangat dimuliakan dan dijaga kehormatannya, baik saat hidup maupun ketika sudah meninggal. Tubuh manusia yang sudah meninggal tidak boleh direndahkan dan dirusak dengan cara apapun.
Dalam hadits riwayatkan Sayyidah Aisyah ra, Rasulullah Saw bersabda:
Baca Juga
Nabi Musa dan Mayat di Tempat Sampah
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
Artinya, “Mematahkan tulang mayit sama seperti mematahkannya saat hidup.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Merujuk pada pendapat As-Shan'ani, hadits di atas menunjukkan larangan menyakiti mayat dalam bentuk apapun, baik dipukul, dilukai, dan semacamnya. Mayat yang dilukai akan merasakan rasa sakit yang sama seperti saat dia hidup. (As-Shan’ani, At-Tanwir Syarh Jami’is Shaghir, [Riyadh, Maktabah Darussalam: 2011], juz VIII, halaman 146).
Pemanfaatan Mayat dalam Keputusan Muktamar NU ke-32
Berkaitan pemanfaatan mayat untuk penelitian ilmiah, masalah ini pernah dibahas pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-32 di Makassar pada 27 Maret 2010/11 R.Akhir 1431. Dalam keputusan disebutkan bahwa hukum membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi diperbolehkan dalam kondisi darurat atau hajat.
Keputusan tersebut merujuk pada pendapat ulama kontemporer Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqhul Islami. Menurut Syekh Wahbah, membedah mayat untuk kepentingan studi kedokteran hukumnya diperbolehkan selama memang menjadi kebutuhan dan tidak ada jalan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
وبناء على هذه الآراء المبيحة: يجوز التشريح عند الضرورة أو الحاجة بقصد التعليم لأغراض طبية، أو لمعرفة سبب الوفاة وإثبات الجناية على المتهم بالقتل ونحو ذلك لأغراض جنائية إذا توقف عليها الوصول إلى الحق في أمر الجناية، للأدلة الدالة على وجوب العدل في الأحكام، حتى لا يظلم بريء، ولا يفلت من العقاب مجرم أثيم
Artinya, “Berdasarkan pendapat ini (Syafi’iyah dan Malikiyah) yang memperbolehkan (pembedahan jenazah karena menelan harta), maka diperbolehkan melakukan otopsi (operasi) pada tubuh jenazah dalam kondisi darurat atau dibutuhkan, untuk kepentingan pendidikan kedokteran, mengetahui sebab kematian, menetapkan pidana atas tersangka kasus pembunuhan dan semacamnya, ketika otopsi (operasi) tersebut menjadi satu-satunya jalan dalam mengungkap kasus kriminalitas berdasarkan dalil-dalil wajibnya menegakkan keadilan hukum. Sehingga seseorang tidak terzalimi berdasarkan suatu asumsi (saja) dan seorang penjahat tidak bisa berkelit dari hukuman yang setimpal." (Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Damaskus, Darul Fikr: 2015], juz III, halaman 521).
Dalam kasus ini ada dua kemaslahatan yang sama-sama harus dijaga. Yaitu antara tujuan menjaga kehormatan jenazah dan kepentingan ilmu medis atau kedokteran yang sangat dibutuhkan. Pendidikan ilmu medis dipandang sebagai kemaslahatan yang lebih diunggulkan karena menyangkut kepentingan umum yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, hingga pencegahan dari penyakit.
Dalam kaidah fiqih dijelaskan, bahwa jika ada dua kemaslahatan yang saling bertentangan maka mendahulukan kemaslahatan yang paling kuat.
إذا تعارضت المصلحتان وتعذر جمعهما فإن علم رجحان إحداهما قدمت
Artinya, “Jika dua kemaslahatan saling bertentangan dan sulit mengumpulkannya, jika diketahui salah satunya lebih unggul, maka didahulukan yang lebih unggul.” (Lihat Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 1991], juz I, halaman 44).
Pemanfaatan Mayat sebagai Kadaver dalam Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur
Sementara itu, Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur Komisi Waqi’iyah di UIN Malang tahun 2016 menyebutkan bahwa jenazah yang boleh dibedah untuk kepentingan medis adalah jenazah ghoiru muhtaram (tidak terhormat) seperti kafir harbi, murtad, dan kafir zindiq. Sementara jenazah muslim tidak diperbolehkan.
Penentuan kriteria jenazah yang boleh digunakan sebagai kadaver tersebut merujuk keterangan dalam kitab Fiqhul Nawazil sebagai berikut:
والرأي الثالث: التفصيل في هذه المسألة أنه يجوز تشريح جثة الكافر لغرض التعلم وأما المسلم فلا يجوز تشريح جثته
Artinya, “Pendapat ketiga memerinci dalam masalah ini, bahwa boleh membedah tubuh jenazah kafir karena tujuan pendidikan. Sedangkan jenazah muslim maka tidak boleh dibedah tubuhnya.” (Bakr bin Abdullah, Fiqhun Nawazil, [Saudi, Muassasatur Risalah: 1996], juz II halaman 54).
Meski hukumnya boleh, pemanfaatan jenazah sebagi kadaver untuk kepentingan medis tidak boleh meninggalkan prinsip-prinsip syariat dengan tetap menjaga kehormatan jenazah, membedah jenazah sesuai kebutuhan tidak berlebihan, dan merawat jenazah sebagaimana mestinya setelah proses bedah selesai.
ينبغى عدم التوسع فى التشريح لمعرفة وظائف الأعضاء وتحقيق الجناية والإقتصار على قدر الضرورة أو الحاجة وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالحياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة
Artinya, “Sebaiknya tidak sembarangan dalam membedah untuk mengetahui fungsi-fungsi anggota dan penegakan hukum, serta hanya disesuaikan dengan kebutuhan dan tetap menjaga kehormatan jenazah, memuliakan jenazah dengan merahasiakannya, menutupinya, mengumpulkan anggota tubuhnya, mengafaninya, dan mengembalikan tubuh jenazah pada kondisi semula dengan dijahit dan semacamnya setelah selesai dengan tujuan yang dimaksud.” (Az-Zuhaili, II/522).
Pemanfaatan Mayat sebagai Kadaver dan Etikanya
Penjelasan di atas dapat disimpulkan, pemanfaatan mayat untuk kepentingan penelitian ilmiah hukumnya dibolehkan dalam fiqih Islam selama hal itu menjadi kebutuhan mendesak dan menjadi jalan satu-satunya. Mayat yang sudah dibedah dan digunakan seperlunya sebagai kadaver harus dipenuhi hak-haknya, seperti dimandikan, dishalati, dikafani, dan dikuburkan. Wallahu a’lam.
Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Jawa Timur
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua