Warta

Dari Motor sampai Pesawat, Pengurus PBNU Mudik

Selasa, 1 November 2005 | 03:35 WIB

Jakarta, NU Online
Walaupun terjadi kenaikan biaya transportasi akibat kenaikan harga BBM, sebagian besar pengurus dan karyawan PBNU tetap membulatkan tekad untuk bisa merayakan Idul Fitri di kampung halaman masing-masing. Mereka secara sporadis pulang dengan menggunakan berbagai moda angkutan sesuai dengan kemampuan kantongnya masing-masing.
 
Berbeda dengan para karyawan yang harus menyesuaikan diri dengan jadual kantor PBNU yang baru libur 1 November, para pengurus PBNU lebih fleksibel dalam mengatur jadual mudiknya. Mereka dapat pulang kapan saja asal urusan sudah selesai.

Vivin, salah satu pengurus Fatayat sudah mudik ke kampungnya di Kertosono sejak 24 Oktober lalu dengan menggunakan kerata api klas eksekutif Bima. Ia mengaku ingin berlama-lama di kampung untuk bisa menikmati suasananya yang masih alami.

<>

Sementara itu, Ketua Sarbumusi H. Djunaidi Ali pulang ke Surabaya bersama istri dengan menggunakan mobilnya melalui jalur utara pada 29 Oktober lalu dengan sejumlah orang yang ‘nebeng’. Demikian juga Wasekjen Syaiful Bahri Ansori, ia pulang ke Jember menggunakan mobil yang disopirinya sendiri bersama anak, istri dan pembantunya.

Bagi mereka yang mampu, naik pesawat yang lebih cepat dan nyaman tentu saja jadi pilihan. Ketua PBNU yang mantan Menteri BUMN HM Rozy Munir bersama istri pulang ke Mojokerto dengan menggunakan pesawat tanggal 30 Oktober lalu. Demikian juga Rizka Hasan, staff NU Online ini pulang ke Aceh dengan pesawat via Medan 30 Oktober lalu. Selanjutnya ia menggunakan jalan darat untuk bisa sampai ke Banda Aceh.

Sementara itu Sahid, karyawan PBNU memilih menggunakan motornya yang masih baru untuk mudik ke Purwodadi. Ia berboncengan dengan temannya dan berangkat Minggu, 30 Oktober lalu.

Ali, pengurus IPNU memilih menggunakan bus dengan tiket seharga 270 ribu agar bisa ke Surabaya. Sebenarnya ia sudah mendapat tiket kereta, namun karena tanggal 2 Oktober yang sudah mepet lebaran, akhirnya ia tukarkan tiketnya dan memilih menggunakan bus 31 Oktober lalu. “Daripada takbiran dijalan,” tandasnya saat ngobrol dengan NU Online. Demikian juga Alifatul Lailiyah, Ia ke Sidoarjo dengan bus karena sudah tak ada lagi tiket kereta.

Yang belum pulang, adalah mereka yang mendapat tiket pemberangkatan tanggal 2 November besok. Martoyo, karyawan PBNU mengaku baru mendapat tiket kereta kelas bisnis jurusan Semarang untuk pemberangkatan tanggal 2 November.

Namun tak berarti semuanya pulang kampung. Ketua LTN NU Mun’im DZ memilih tinggal di Jakarta selama lebaran. Ia biasanya mudik bersama keluarganya saat liburan sekolah untuk menghindari padatnya transportasi.

Niam, juga tidak mudik dengan alasan mahalnya ongkos. “Minimal saya habis sejuta untuk mudik ke Jawa Timur, mendingan THR-nya di tabung. Toh saya juga sering banget pulang kampung selain waktu lebaran,” tandasnya. Ia cukup berkomunikasi lewat telepon kepada orang tuanya dan berlebaran di tempat saudaranya atau bersilaturrahmi pada para pengurus PBNU yang tinggal di Jakarta.(mkf)