Warta

Jangan Ragu Tampilkan Keburukan DPR

Senin, 14 November 2005 | 01:45 WIB

Jakarta, NU Online
Pengamat politik J. Kristiadi meminta masyarakat dan media massa tidak ragu untuk menampilkan keburukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2004-2009.

Dalam sebuah wawancara di Jakarta, akhir pekan ini pengamat dari CSIS itu mengatakan untuk memperbaiki kualitas DPR yang saat ini dinilainya masih buruk maka para anggota dewan perlu menyadari keburukan mereka sendiri yang harus diekspose secara rutin oleh media.

<>

"Untuk memperbaiki sikap para anggota dewan itu tergantung dari masyarakat. Masyarakat harus mau memberi tekanan kepada mereka. Mereka harus terus diteriaki. Dan ini bisa dilakukan jika kita jangan ragu untuk menampilkan keburukan mereka," kata Kristiadi seperti dilansir ANTARA.

Ia menilai para wakil rakyat yang terpilih melalui pemilihan umum secara langsung melalui mekanisme partai tersebut belum memiliki sensitifitas terhadap kehidupan rakyat yang saat ini semakin sulit setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan para anggota DPR yang terpilih pada pemilu 2004 itu memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih baik dari para anggota DPR sebelumnya, Kristiadi menyatakan hal tersebut bukan berarti kepedulian mereka terhadap nasib rakyat juga lebih baik.

"Meski SDM mereka dikatakan lebih baik dari sebelumnya, saya belum melihat kepedulian mereka terhadap nasib rakyat akan lebih baik. Justru mereka sudah terjebak pada mekanisme kerja yang menuruti pimpinan partai politik daripada memperjuangkan kepentingan rakyat," katanya.

Pakar politik lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mencontohkan kegagalan DPR dalam mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kenaikan harga BBM yang sangat membebani rakyat. DPR juga dinilai gagal mengajukan berbagai haknya agar subsidi Bantuan Tunai Langsung (BLT) kepada keluarga miskin sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM diberikan melalui cara yang lebih memberdayakan masyarakat.

"Jika gagal mencegah kenaikan harga BBM, seharusnya DPR bisa meminta pemerintah untuk menyalurkan BLT dengan cara yang lebih baik untuk mendorong rakyat miskin lebih produktif , misalnya melalui program padat karya," ujarnya.

Kristiadi menilai para wakil rakyat tersebut sudah melupakan kepentingan rakyat yang sudah mempercayai mereka dengan memberikan suaranya pada pemilu 2004. "Bisa dilihat dari cara kerja mereka yang lebih sibuk memperebutkan posisi pimpinan komisi. Bahkan, sejak awal masa jabatan mereka hal itu sudah terlihat dari "molornya" waktu sidang hanya untuk meributkan posisi pimpinan MPR dan DPR," ujarnya.

Kristiadi pun menilai DPR gagal dalam menjalankan fungsi utamanya menyusun Undang-Undang (UU). Selama satu tahun masa kerjanya, DPR hanya menghasilkan sepuluh UU dari target menyelesaikan 55 UU. Yang benar-benar baru hanya UU Keolahragaan dan UU tentang Pengadilan Tinggi agama, sedangkan delapan UU lainnya hanya merupakan revisi dari UU yang lama. Sedangkan untuk waktu lima tahun, DPR menargetkan menghasilkan 284 UU.

"Dilihat dari UU yang telah mereka hasilkan, mereka sama sekali tidak memiliki ’sense of law’. UU yang dihasilkan bukanlah yang memiliki kepentingan politis tinggi dan memang mendesak untuk segera disusun, seperti misalnya UU Perlindungan Saksi atau perbaikan terhadap UU Pemilu," katanya.

Harapan untuk memperbaiki kualitas DPR selama empat tahun mendatang, menurut dia, terletak kepada masyarakat untuk terus memberikan tekanan kepada para anggota dewan agar mereka memperbaiki sikapnya.

Sedangkan untuk menghadapi pemilihan wakil rakyat pada pemilu 2009, Kristiadi meminta agar partai-partai politik memperbaiki sistem rekrutmen dan pembinaan para kadernya yang akan diajukan sebagai wakil rakyat. "Selama partai politiknya tidak memperbaiki diri, maka harapan untuk perbaikan kualitas para wakil rakyat itu sama sekali tidak ada," katanya. (atr/cih)