Daerah

Ponpes DIY Tolak Pengambilan Sidik Jari Santri

Jumat, 9 Desember 2005 | 11:49 WIB

Yogyakarta, NU Online
Sejumlah pondok pesantren (ponpes) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menolak gagasan pengambilan sidik jari kepada para santri dalam upaya mengantisipasi terorisme.

"Kami menilai gagasan itu diskriminatif dan tidak rasional, sehingga ponpes di DIY menolaknya. Ponpes yang menolak antara lain Nurul Ummahat, Ilmu Giri, Mlangi, dan Pandanaran," kata pengasuh Ponpes Nurul Ummahat KH Abdul Muhaimin di Yogyakarta, Jumat.

<>

Menurut dia, pada dasarnya ponpes di DIY anti terorisme dan menolak segala bentuk kekerasan, sehingga tidak mungkin mengajarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan aksi kekerasan dan terorisme, apalagi dijadikan tempat persembunyian teroris. "Oleh karena itu, tidak perlu dilakukan pengambilan sidik jari kepada para santri di ponpes," katanya.

Sementara itu, pengasuh Ponpes Ilmu Giri HM Nasruddin Anshory Ch mengatakan, gagasan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk melakukan pengambilan sidik jari kepada para santri jelas suatu ide yang ceroboh, tidak masuk akal, dan tidak akan menyelesaikan masalah terorisme itu sendiri.

"Umat Islam, khususnya yang berasal dari pesantren, jelas menolak segala bentuk kekerasan, apalagi terorisme. Jangankan berbicara bom, berpikir tentang bom itu sendiri sepertinya haram, karena Islam adalah agama yang memberikan kedamaian dan cinta kasih bagi semesta alam," katanya.

Menurut dia, Islam yang berwajah teror hanya diikuti oleh orang yang bisa dihitung dengan jari tangan. "Tidak bisa dibayangkan jika Islam berwajah teror itu dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia, khususnya pesantren yang berjumlah lebih dari 15.000 dengan santrinya yang berjumlah jutaan orang," katanya.

Namun, mayoritas umat Islam di Indonesia adalah inklusif, ramah, toleran, dan anti kekerasan. Sayangnya, profil, karya, aspirasi, pemikiran, dan tindakan kalangan Islam moderat dan pesantren yang berwawasan murah senyum itu belum banyak diberitakan oleh media massa, khususnya media massa Barat.

"Profil Islam toleran dan pesantren murah senyum dan anti kekerasan itu yang seharusnya diliput secara obyektif untuk membendung dan mengikis stigma maupun stereotipe Islam sebagai agama yang haus darah maupun pesantren berwajah angker, teroris, dan penyebar kebencian," katanya.(ant/mkf)


Terkait