Tradisi Megengan, Ekspresi Gembira Masyarakat Bojonegoro Sambut Ramadhan
Sabtu, 1 Maret 2025 | 11:00 WIB
Bojonegoro, NU Online
Ramadhan sudah berada di ambang pintu, ia akan segera bertamu. Umat muslim bersukacita menyambut kehadirannya, warga Bojonegoro, Jawa Timur khususnya, usai malam Nisfu Sya'ban mereka mengadakan tradisi megengan secara bergantian, tepatnya beberapa hari sebelum datangnya Ramadhan.
Megengan adalah salah satu tradisi warga Jawa Timur untuk menyambut bulan Ramadhan. Megengan berasal dari kata megeng yang artinya ngempet, dan megengan menjadi pengingat bahwa sebentar lagi akan memasuki bulan puasa.
Ada pula yang mengistilahkan Megengan sebagai kepanjangan dari "dipengeng gak oleh mangan (dilarang makan)", sebagaimana yang telah dituturkan Suntini, salah satu warga asal desa Sembung, kecamatan Trucuk, kabupaten Bojonegoro. Sama-sama memiliki makna sebagai pengingat bahwa sebentar lagi orang-orang akan memasuki bulan Ramadhan.
Tradisi ini telah diwariskan sejak zaman nenek moyang dengan tujuan untuk mengirim doa kepada keluarga yang telah meninggal, syukuran, menjalin momen kebersamaan antar warga serta sebagai penguatan spiritual. Umumya dirayakan di akhir bulan Sya'ban. Lambat laun Megengan di Bojonegoro pun memiliki istilah berbeda, ada yang menyebutnya mapak poso (menjemput bulan puasa), ada pula yang menyebutnya kirim duwo (kirim doa).
Berkat tetap menjadi khas setiap perayaan tradisi. Sore itu, baskom-baskom ditata rapi, diberi tatakan kertas minyak lalu diisi nasi yang masih mengepul. Saat sudah tidak terlalu panas, di atasnya diberi samir plastik yang berisi berbagai macam lauk pauk, seperti mie, ayam atau telur bali, oseng kacang, dan tempe orek. Sesuai keinginan si empunya hajat. Kemudian ditutup dengan potongan kertas minyak kembali lantas dibungkus dengan kresek. Tak hanya itu, di atas makanan tadi akan diberi tambahan makanan ringan, pisang dan apem. Sesuka hati si empunya hajat.
Konon, dalam acara megengan, apem adalah jajanan yang wajib ada. Apem terbuat dari tepung beras yang dicampur ragi, air, santan, tape dan sedikit gula kemudian dikukus, memiliki rasa manis dan aroma yang khas. Katanya, apem bermakna permohonan maaf sebab berasal dari serapan bahasa Arab "Afwun". Apem dimaksud sebagai simbol permohonan maaf kepada sesama dan permohonan ampunan kepada Tuhan.
Setelah berkat siap, si pemilik rumah akan mengundang para tetangga kanan kiri untuk membaca tahlil lalu mengajak doa bersama-sama, lantas saat pulang masing-masing orang akan menenteng berkat dari pemilik rumah. Tak heran, jika akhir bulan Sya'ban sering diistilahkan dengan hujan berkat. Berkat nasi dan berkat doa.
"Mangkane selama 15 hari sedurunge poso mesti berkat jajan akih (makanya selama 15 hari sebelum puasa banyak berkat dan jajan)," kata Yanaul, salah satu warga desa Sembung, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, pada Kamis lalu.
Terkait pelaksanaannya, ada banyak ragam cara warga Bojonegoro melakukannya. Ada yang melakukan Megengan di rumah masing-masing, bergilir dari rumah ke rumah.
"Sejak dulu kalau di sini ya di rumah masing-masing, seperti kondangan biasa. Sehingga kalau ada 3 orang yang megengan, akan dapat 3 berkat dalam sehari," terang Yanaul.
Sedangkan warga daerah Dukuh Brangkulon Dusun Njambe desa Kepohkidul kecamatan Kedungadem kabupaten Bojonegoro, melaksanakan megengan dengan sistem patungan antar beberapa rumah.
"Kalau di sini patungan, misal 2 rumah mengadakan megengan di salah satu rumah saja. Misal satu dukuh ada 32 KK, kalau buat berkatnya patungan 16-an berkat," ujar Putri Ayu Agustin.
Berbeda lagi dengan warga Desa Kandangan, Kecamatan Trucuk. Megengan dilaksanakan di musholla-musholla dan masjid, tiap perwakilan keluarga membawa berkat sebanyak 3 sampai 5 berkat.
"Kalo kondangan ya di langgar-langgar. Kalau Kandangan begitu. Ada juga yang menggelar kondangan di jalan," ujar Amak Abdillah, warga desa Kandangan.
Sedangkan di Kecamatan Malo, warganya mengadakan megengan di sepanjang jalan jembatan. Masih khas dengan tradisi masa lampau. Meski berbeda-beda cara warga melaksanakan megengan, inti dari semuanya adalah merawat dan melestarikan tradisi baik yang telah sejak dahulu ada.