Fragmen

NU, Tukang Sunat, dan Sunatan Massal 

Senin, 10 Maret 2025 | 04:05 WIB

NU, Tukang Sunat, dan Sunatan Massal 

Iklan tukan sunat yang dikenal kalangan NU di Surabaya pada koran Penjebar Semangat (Foto: SS Penjebar Semangat)

Pada salah satu lagunya, Iwan Fals membidik tema sunatan massal dengan judul sama. Liriknya menggambarkan keceriaan anak-anak yang berjingkrak-jingkrak, menari-nari, dan berjoget. Keceriaan itu tentu terjadi sebelum anak-anak disunat; kalau setelahnya, mereka tak banyak bergerak. Jangankan menari cha cha cha, bercelana longgar saja terasa rawan. Hanya bersarung dengan jalan pun tertatih-tatih. 


Tema lagu itu hampir tak ditemukan pada karya para musikus lain, baik genre rock, dangdut, maupun pop. Belum ditemukan juga dalam reggae atau keroncong. Hanya ada dalam kasidah Nasida Ria berjudul “Khitanan”. 


Bedanya, Iwan Fals mengungkapkan tentang peristiwa sunatan dalam bentuk massal, sementara Nasida Ria mengacu kepada keinginan seorang kakak yang ingin segera mengkhitankan adiknya. Artinya tidak massal. Meski demikian, di lagu Nasida Ria itulah bisa diketahui sunatan merupakan syariat Nabi Ibrahim yang diadopsi dalam ajaran Nabi Muhammad. 


Mungkin sebagian orang sudah tidak tahu atau tak mau tahu sejak kapan sunatan disyariatkan. Yang jelas, aktivitas itu menjadi fakta yang hampir tak ditinggalkan tiap Muslim laki-laki. Hal yang mengingatkan pada masa kanak-kanak tentang ejekan teman-teman di sekolah atau di masjid saat belum disunat. 


Soal anak belum disunat itu ada beberapa kemungkinan, misalnya di satu daerah di Cianjur dan Sukabumi orang tua menyunat anaknya pada usia 2-3 tahun, bahkan ada yang setahun. Sementara di daerah lain, rata-rata 4-6 tahun. Ada yang tertunda-tunda menyunat anak karena kesibukan orang tua. Ada juga yang memang kurang mampu.  


Terkait yang kurang mampu ini, NU sebagai perkumpulan keagamaan sering melibatkan diri. Pada masa Hindia Belanda, misalnya, beberapa cabang NU menggelar sunatan massal untuk anak-anak yatim atau fakir miskin.


Berikut ini beberapa cabang NU yang pernah menyelenggarakan sunatan massal, yang ditemukan informasinya melalui beberapa koran. Namun, sebelum itu, ada baiknya diperkenalkan dulu tukang sunat yang terkenal di Surabaya.


Tukang Sunat Aboedarrin
Ada tukang sunat yang terkenal di Surabaya khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama yang diiklankan di koran Penjebar Semangat Edisi 25 Oktober 1941 (hlm. 17). 
 

“Ana salah sidjine tjalak (toekang soenat) kang woes mashoer leuwih2 ana ing koempoelan Nahdlatoel Oelama, panggawejane njenengke pepeling toemrap botjah kang arep disoenat kojo ngisor iki keterangane no 1. Ora kena dipidjeti, no. 2 soepaja di bergasi, no 3. Ora kena mangan kotor2 sak doeroenge lan sak woese, no 4. Di wehi Vrij 1 Minggoe nalika sedoeloer kaperloean. Tjoekoep kirim soerat wae loewih2 sedoeloer ing kang adoh sabab tjoekoep kaperloewane djam trima tamoe 4 sore – 8 bengi. 
M. Aboedarrin PS. 
Kedoeng Sroko G.7 No 38 Soerabaja”


Iklan serupa muncul di koran yang sama edisi 1 November 1941 (hlm. 8). Mungkin pada edisi sebelum atau sesudahnya terdapat iklan yang sama. Entah sampai edisi berapa. 


Berikut ini cabang-cabang dan ranting NU yang pernah menggelar sunatan massal yang didapat dari beberapa media massa pada awal abad ke-20. Susunan di bawah berdasarkan tahun tertua. Mungkin cabang lain juga pernah menyelenggarakannya, hanya saja belum ditemukan informasinya.  


NU Sumedang pada 1935
NU Sumedang mengadakan sunatan massal sebagaimana diberitakan majalah Al-Mawaidz pada berita pendek dengan judul “N.O. Soemedang”. Berita itu mengabarkan perhatian pengurus NU terhadap anak-anak dari keluarga fakir miskin dengan mengadakan sunatan untuk anak laki-laki dan perempuan. 


Berikut ini informasi kegiatan tersebut pada Al-Mawaidz (No. 48, tahun terhapus). Jika melihat edisi sebelumnya, diperkirakan diterbitkan pada akhir November 1935 (hlm. 750).


“Malem Minggoe noe geus kaliwat N.O. Tjabang Soemedang geus ngajakeun soenatan boedak pakir miskin. Djoemlahna boedak anoe disoenatan aja 19 boedak lalaki djeung koerang leuwih 30 boedak awewe. Ti beurangna diajakeun iring-iringan kalawan bantoean koesir-koesir kabeh kahar noe dipake, pere.”


Berita tersebut dimuat pula di koran Sipatahoenan edisi 22 November 1935 (hlm. 2) pada berita berjudul “Nahdlatoel Oelama Njoenatan.”


“Powe Minggoe n.a.k. N.O. tjabang Soemedang geus njoenatan 19 boedak jatim djeung fakir, tempatna di clubhuis ieu pakoempoelan, di Kota kaler.

Samemehna, powe Saptoe baroedak soenatan teh koengsi diiring iringankeun, disina soekan soekan, peutingna ngajakeun taswir sarta isoekna pockoel genep proeng disoenatanana.

Panjetjep ti hadirin aja welas perakna, dibagikeun walatra ka anoe boga hadas (baroedak). 

Djaba ti njoenatan anoe 19 oerang teh, powe Saptoena N.O. njoenatan baroedak awewe, aja 47 oerang atoeh paradjina nja biasa bae, awewe deui.”


NU Ranting Sukamandi, Purwakarta pada 1936
NU Ranting Sukamandi (masuk ke dalam NU Cabang Purwakarta, saat ini berada di Kabupaten Subang) menyelenggarakan sunatan massal untuk 7 anak yatim seperti dikabarkan Pemandangan edisi 9 April 1936 pada artikel berjudul “Nachdatoel Oelama Soekamandi.”


Kabar tersebut muncul lagi pada Pemandangan edisi 29 Juni 1936 yang dimuat dalam berita bertajuk “Perkara Soenat Anak Jatim”. Disebutkan NU Sukamandi mengadakan sunatan kepada 7 anak yatim, tetapi 2 anak batal turut serta. Jadi hanya 5 anak.


NU Ranting Wonoredjo, Surabaya pada 1937 
Koran Sin Jit Po edisi 5 Maret 1937 memuat informasi berjudul “Soenatan Gratis” yang dilaksanakan salah satu ranting NU di Surabaya. 


“Dengan hormat
Saja membilang diperbanjak terima kasih atas soedara-soedara Moeslimin jang telah berhadlir menjaksiken Chitanan (soenatan) 43 anak-anak jang diadaken oleh Nahdlatoel Oelama Kring Wonoredjo Kedoenganjar 3/11 Soerabaja koetika hari Minggoe 28 Februari 1937 j.l. dimoelai dari djam 8.30 sampai djam 11.10 pagi, adanja. 
Wassalam jang menjoenat 
H. Mohd. Djen-Masoed 
Plampitan Gang 2 No 11
Soerabaja”


NU Sidoardjo pada 1937 
NU Sidoarjo juga menyelenggarakan sunatan massal terdokumentasi pada Soeara Oemoem edisi 24 Februari 1937 pada berita berjudul “Sidhoardjo Comete Penjoenatan”. Berita tersebut mengabarkan tentang sunatan untuk 100 anak yatim dan fakir miskin.


“Pada tg. 10 Besar 1355 (22 Februari ’37) soedah dilakoekan pekerdjaan tsb dengan menjelam anak2 k.l. 100 anak. Anak jang selam ini satoe-satoenja diberi djoega pakaian jang sederhana.“


NU Jakarta pada 1939
NU di Jakarta juga melakukan aksi sosialnya. Pemandangan edisi 15 Mei 1939 (hlm .6) melaporkan tentang rangkaian kegiatan peringatan Maulid Nabi di NU Jakarta pada berita berjudul “Doenia Nahdlatoel Oelama”. 


Menurut berita tersebut, peringatan Maulid Nabi NU Jakarta berlangsung pada Kamis malam, 11-12 Mei 1939. Kegiatan tersebut dikunjungi lebih kurang 1.000 orang. Kemudian keesokan paginya diadakan sunatan massal anak-anak yatim.


NU Madiun pada 1940 
Koran Sipatahoenan edisi 28 Agustus 1940 memberitakan dengan judul “Nahdlatoel Oelama. Njoenatan Boedak”.


Minggoe tukang koempoelan Nahdlatoel Oelama di Madioen geus ngajakeun raramean, njoenatan 31 baroedak di masdjidna di kampoeng Oro2 Ombo. Di antara noe disoenatanana aja 21 boedak ti Armenzorg.”


Berdasarkan berita itu, NU cabang Madiun mengelar sunatan massal untuk anak-anak yang berlangsung di masjid kampung Oro-oro Ombo. Tiga puluh satu anak berasal dari Armenzorg.