60 Persen Pengajar Masjidil Haram Pernah dari Nusantara
Kamis, 13 Februari 2020 | 19:00 WIB
“Ini yang Syafii 60 persen pengajarnya dalam masa awal Saudi adalah Jawiyun, ulama dari Nusantara, baik yang datang ke Mekkah ataupun lahir di Makkah dalam rentang abad 20,” kata Ahmad Ginanjar Sya’ban, pengajar Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) saat sesi panel 1 Simposium Nasional Islam Nusantara di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Sabtu (8/2).
Ginanjar mendapatkan data tersebut dari sebuah tesis yang ditulis oleh Sayid Hasan Syuaib di Fakultas Tarbiyah, Universitas Ummul Quro, Arab Saudi. Karya ilmiah yang berjudul Halaqat Talim fi Masjid al-Haram fi Ahdi al-Malik Abdil Aziz itu memuat klasifikasi pengajian berdasarkan mazhab yang masih berlaku di Masjidil Haram pada era Raja Abdul Aziz.
Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur itu menyampaikan bahwa tentu saja para pengajar asal Nusantara itu memiliki murid-murid yang berasal dari berbagai belahan dunia. Data tersebut, baginya, merupakan bukti otoritas intelektual atau keulamaan ulama Nusantara.
Dari data itu juga, Ginanjar mengatakan bahwa ada lompatan masyarakat Islam Nusantara menjadi arus besar pada masa itu. Meskipun Islam datang lebih belakangan ke wilayah Asia Tenggara, tetapi otoritasnya mampu bersaing dengan wilayah yang lebih dulu.
“Meskipun datang ke Nusantara belakangan, kita cepat sekali mengejar,” ungkap alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu.
Saat ini, menurutnya, otoritas tersebut memang terjadi pasang surut. Namun, ia yakin bahwa otoritas ulama Nusantara akan kembali menjadi arus besar lagi dengan mengusung Islam Nusantara. Hal ini juga perlu diperkuat dengan menyusun katalog karya ulama Nusantara dan hagiografi ulama Nusantara.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi