Diskriminasi Meningkat, Muslim Australia Minta Perlindungan
Sabtu, 5 Oktober 2019 | 09:00 WIB
Canberra, NU Online
Pemerintah Australia tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Diskriminasi Agama. Federasi Dewan Islam Australia memberikan usulan terhadap RUU tersebut, terutama hal-hal yang menyangkut umat Islam di sana.
Federasi Dewan Islam Australia, Rateb Juneid, meminta agar draf RUU Diskriminasi Agama tersebut diperbaiki. Ia berharap, RUU tersebut bisa memberikan perlindungan yang lebih besar kepada umat Islam di Australia.
Menurutnya, perlindungan terhadap hak menjalankan agama sangat dibutuhkan Muslim di sana—yang notabennya minoritas- untuk mencegah diskriminasi. Federasi mengingatkan bahwa Muslim semakin rentan mengalami diskriminasi, mereka begitu mudah diidentifikasi; baik melalui nama, pakaian, ataupun tempat ibadah.
“Masyarakat Australia semakin tidak toleran terhadap minoritas, khususnya minoritas agama," seperti yang disebutkan dalam naskah usulan.
Oleh sebab itu, lembaga yang mewadahi sekitar 150 organisasi Islam di Australia ini meminta agar ketentuan-ketentuan mengenai apa yang selama ini dirasakan Muslim Australia, dimasukkan dalam RUU Diskriminasi Agama tersebut. Dikatakan, konten-konten online yang menyerang umat Muslim Australia dianggap biasa dan pada gilirannya konten-konten tersebut dianggap normal-normal saja.
Jaksa Agung Australia, Christian Porter, menilai RUU Diskriminasi Agama ini adalah ‘perisai’ untuk melindungi umat beragama dan bukan ‘pedang’ yang memungkinkan seseorang melakukan diskriminasi.
Salah satu poin dalam naskah RUU tersebut menyebutkan bahwa perbuatan diskriminasi terhadap seseorang karena agama akan dijerat hukuman pidana. Di samping itu, perusahaan-perusahaan besar yang memecat pegawainya karena menyuarakan agamanya akan diwajibkan membuktikan ‘kesulitan keuangan’ yang ditimbulkan pegawainya itu.
Federasi Dewan Islam Australia mempertanyakan ketentuan tersebut; di mana itu hanya berlaku di perusahaan-perusahaan besar, tidak di semua perusahaan. Tapi, mereka menekankan agar langkah perlindungan agama tidak mengorbankan kepentingan orang lain.
Pada Agustus lalu, sebuah masjid di wilayah Holand Park, Brisbane, Australia dirusak dengan gambar dan tulisan yang menyerang umat Islam. Di dinding luar masjid itu terlihat gambar swastika Nazi, tulisan ‘St Tarrant’, dan ‘Basmi Kebab.’
Kemudian pada Maret lalu, Brenton Harrison Tarrant (28), seorang warga Australia, menembak secara brutal ke arah orang-orang yang akan melaksanakan Shalat Jumat di dua masjid di Christchurch, yaitu Masjid Al-Noor dan Lindwood. Kejadian-kejadian itu dikhawatirkan meningkatkan serangan islamophobia di negeri kanguru tersebut.
Penulis: Muchlishon
Editor: Aryudi AR