Pada 9 Oktober 2012, dalam perjalanan pulang sekolah di daerahnya di kawasan Lembah Swat, Pakistan, Malala Yousafzai ditembak oleh segerombolan orang bertopeng yang diduga anggota Taliban. Gadis belia itu ditembak karena ia gigih memperjuangkan hak-hak anak perempuan agar bisa bersekolah, sesuatu yang tidak disukai Taliban.
<>Taliban berpandangan anak-anak perempuan tak boleh keluar rumah sendiri, tanpa ditemani muhrim, pun untuk sekolah. Mereka menganggap pendidikan tak penting buat perempuan. Karena luka yang serius, Malala diterbangkan ke Inggris.
Setelah menjalani perawatan beberapa lama, ia pun sembuh. Dan di hari ulang tahunnya yang keenam belas, 12 Juli 2013, ia diundang PBB untuk berbicara di depan Majelis Umum, di hadapan pejabat tinggi PBB dan utusan dari sejumlah lembaga.
Demikian terjemahan pidatonya, semoga menjadi pelajaran dan inspirasi buat kita semua khususnya umat Islam di Indonesia.
Bismillahir rahmanir rahim...
Atas nama Tuhan yang maha pengasih dan penyayang.
Yang terhormat Bapak Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Presiden Majelis Umum Bapak Vuk Jeremic, utusan khusus PBB bidang pendidikan global Bapak Gordon Brown, dan yang terhormat para tetua dan saudara-saudari sekalian:Assalamu’alaikum.
Hari ini adalah kehormatan bagi saya karena dapat berbicara lagi setelah waktu yang lama. Berada di sini, di antara orang-orang terhormat, adalah momen besar dalam hidup saya, dan merupakan kehormatan bagi saya karena hari ini saya memakai selendang mendiang Benazir Bhutto.
Saya tidak tahu dari mana mesti memulai pidato saya. Saya tidak tahu apa yang orang-orang harapkan untuk saya katakan. Tapi pertama-tama saya ingin berterima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan kita semua setara. Saya juga berterima kasih kepada semua orang yang telah berdoa bagi kesembuhan dan kehidupan baru saya. Saya tidak menyangka begitu besar rasa cinta orang-orang kepada saya, sebagaimana telah mereka tunjukkan. Saya menerima ribuan kartu ucapan dan hadiah dari berbagai penjuru dunia.
Terima kasih kepada mereka semua. Terima kasih kepada anak-anak yang kata-kata polosnya menguatkan saya. Terima kasih kepada para tetua yang doanya memperkuat saya. Saya juga ingin berterima kasih kepada para perawat saya, dokter dan staf rumah sakit di Pakistan dan Inggris serta pemerintah UEA yang telah membantu kesembuhan saya dan memulihkan kembali kekuatan saya.
Saya sepenuhnya mendukung Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon atas Global Education First Initiativenya, saya juga mendukung kerja Utusan Khusus PBB untuk Global Education Gordon Brown serta Presiden Majelis Umum PBB Vuk Jeremic. Saya berterima kasih atas kepemimpinan mereka. Mereka terus menginspirasi kita semua untuk bertindak.
Saudara-saudara tercinta, ingatlah satu hal: Hari Malala bukanlah hari saya. Ini adalah hari semua perempuan, semua anak, lelaki dan perempuan, yang telah berteriak lantang menyuarakan hak-haknya. Ada ratusan aktivis hak asasi manusia dan pekerja sosial yang tidak hanya menyuarakan hak-hak mereka, tapi berjuang untuk mencapai tujuan mereka, yaitu perdamaian, pendidikan dan kesetaraan. Ribuan orang telah tewas oleh teroris dan jutaan lainnya terluka. Saya hanya salah satu dari mereka.
Di sini saya berdiri, satu di antara sekian orang. Saya berbicara bukan untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk mereka yang tanpa suara dapat didengar, mereka yang telah berjuang untuk hak-hak mereka. Hak mereka untuk hidup dalam damai. Hak mereka untuk diperlakukan dengan hormat. Hak mereka untuk kesempatan yang sama. Hak mereka untuk mendapat pendidikan.
Teman-teman,
Pada tanggal 9 Oktober 2012, Taliban menembak saya di dahi kiri saya. Mereka juga menembak teman-teman saya. Mereka berpikir peluru akan membungkam kami, tetapi mereka gagal. Karena dari keheningan muncul ribuan suara. Para teroris mengira mereka akan mengubah tujuan saya dan menghentikan ambisi saya, tapi tidak ada yang berubah dalam hidup saya kecuali ini: kelemahan, ketakutan serta keputusasaan telah sirna dan kekuatan, tenaga serta keberanian telah lahir. Saya adalah Malala yang sama. Ambisi saya tetap sama. Harapan saya sama. Impian saya juga sama.
Saudara-saudari sekalian yang saya cintai,
Saya tidak melawan siapa pun. Saya di sini bukan untuk berbicara soal balas dendam terhadap Taliban atau kelompok teroris lainnya. Saya berada di sini, berbicara, untuk hak pendidikan anak-anak. Saya ingin pendidikan bagi putra dan putri Taliban dan semua teroris dan ekstremis. Saya bahkan tidak membenci Taliban yang menembak saya. Bahkan jika ada pistol di tangan saya dan dia berdiri di depan saya, saya tidak akan menembaknya.
Inilah belas kasih yang saya pelajari dari Mohammad, nabi yang welas asih, Yesus Kristus dan Buddha. Inilah warisan perubahan yang saya warisi dari Martin Luther King, Nelson Mandela dan Mohammed Ali Jinnah. Ini adalah ajaran tanpa kekerasan yang saya pelajari dari Gandhi, Bacha Khan dan Bunda Teresa. Dan ini adalah semangat memberi maaf yang saya pelajari dari ayah dan ibu saya. Inilah yang dibisikkan jiwa saya: damai dan cintalah semua orang.
Saudara dan saudari tercinta,
Kita menyadari betapa pentingnya secercah cahaya ketika kita melihat kegelapan. Kita menyadari betapa pentingnya suara kita ketika kita dibungkam. Dengan cara yang sama, ketika kami di Swat, bagian utara Pakistan, kami menyadari pentingnya pena dan buku ketika kami melihat senjata. Orang bijak berkata, "Pena lebih tajam dari pedang." Dan itu benar adanya. Para ekstremis takut terhadap pena dan buku. Kekuatan pendidikan menakutkan mereka. Mereka juga takut terhadap perempuan. Kekuatan suara perempuan membuat mereka takut. Inilah sebabnya mengapa mereka membunuh 14 siswa tak bersalah dalam serangan terbaru di Quetta. Dan karena itu pula mereka membunuh guru perempuan. Mereka juga meledakkan sekolah setiap hari, karena mereka takut perubahan dan kesetaraan yang akan kita bawa ke masyarakat.
Saya ingat ketika seorang anak di sekolah kami ditanya oleh wartawan: "Mengapa Taliban menentang pendidikan?" Jawaban dia sangat sederhana. Dengan mengacungkan telunjuk ke buku, ia berkata, "Taliban tidak tahu apa yang tertulis dalam buku ini."
Mereka berpikir Allah itu kerdil, yang demikian konservatif sampai harus menodongkan senjata ke kepala orang hanya karena pergi ke sekolah. Para teroris tersebut menyalahgunakan Islam untuk keuntungan mereka sendiri. Pakistan adalah negara yang cinta damai, negara yang demokratis. Suku Pashtun menginginkan pendidikan untuk anak-anak mereka, baik laki-laki maupun perempuan. Islam adalah agama perdamaian, kemanusiaan dan persaudaraan. Memberikan pendidikan terhadap setiap anak adalah tugas dan tanggung jawab, demikian ajaran Islam.
Bapak Sekjen PBB,
Perdamaian adalah prasyarat penting untuk pendidikan. Di banyak bagian dunia, terutama Pakistan dan Afghanistan, terorisme, perang dan konflik membuat anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah. Kami benar-benar lelah dengan peperangan ini. Perempuan dan anak-anak menderita dalam berbagai bentuk di berbagai belahan dunia.
Di India, anak-anak miskin tak berdosa menjadi korban perburuhan. Banyak sekolah di Nigeria hancur. Orang-orang di Afghanistan telah dirasuki ekstremisme. Gadis-gadis belia harus melakukan pekerjaan domestik dan dipaksa menikah di usia dini. Kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, rasisme dan perampasan hak-hak dasar merupakan masalah utama yang dihadapi oleh laki-laki maupun perempuan.
Saudara-saudari,
Saat ini, saya memfokuskan diri pada hak-hak perempuan dan pendidikan anak perempuan, karena merekalah yang paling menderita. Ada masa di mana para aktivis perempuan meminta laki-laki untuk membela hak-hak mereka. Tapi kali ini kami akan melakukannya sendiri. Saya tidak meminta kaum laki-laki untuk tidak melibatkan diri dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, tapi saya menekankan pada kaum perempuan untuk mandiri dan berjuang bagi diri mereka sendiri.
Saudara dan saudari tercinta,
Sekarang saatnya untuk bersuara. Hari ini, kita serukan kepada para pemimpin dunia untuk mengubah kebijakan strategisnya demi mendukung perdamaian dan kemakmuran. Kita serukan kepada para pemimpin dunia bahwa semua kebijakan harus melindungi perempuan dan hak anak-anak. Sebuah kebijakan yang bertentangan dengan hak-hak perempuan tidak dapat diterima. Kita serukan kepada semua pemerintah untuk menjamin pendidikan wajib, gratis, di seluruh dunia untuk setiap anak.
Kita serukan kepada semua pemerintah untuk memerangi terorisme dan kekerasan. Untuk melindungi anak-anak dari kebrutalan dan mara bahaya. Kita serukan kepada negara-negara maju untuk mendukung perluasan kesempatan pendidikan bagi anak perempuan di negara berkembang. Kita serukan kepada seluruh masyarakat untuk bersikap toleran, menolak prasangka berdasarkan kasta, keyakinan, sekte, warna kulit, agama atau agenda tertentu untuk memastikan kebebasan dan kesetaraan bagi perempuan sehingga mereka dapat berkembang. Kita tidak bisa berhasil jika setengah dari kita mundur ke belakang. Kita serukan kepada saudari-saudari kita di seluruh dunia untuk menjadi pemberani, merangkul kekuatan dalam diri mereka sendiri dan menyadari potensi penuh mereka.
Saudara-saudari,
Kita ingin sekolah dan pendidikan demi masa depan setiap anak. Kita akan melanjutkan perjalanan kita ke tujuan perdamaian dan pendidikan, dan tidak ada yang bisa menghentikan kita. Kita akan menyuarakan hak-hak kita dan kita akan membawa perubahan suara kita. Kami percaya pada pengaruh dan kekuatan kata-kata. Kata-kata kita akan bisa mengubah seluruh dunia karena kita semua bersama-sama, bersatu untuk persoalan pendidikan. Dan jika kita ingin mencapai tujuan kita, maka marilah kita berdayakan diri kita dengan senjata pengetahuan dan marilah kita lindungi diri kita dengan persatuan dan kebersamaan.
Saudara-saudari tercinta,
Kita tidak boleh lupa bahwa jutaan orang sedang menderita karena kemiskinan, ketidakadilan dan kebodohan. Kita tidak boleh lupa bahwa jutaan anak-anak terpaksa keluar dari sekolahnya. Kita tidak boleh lupa bahwa saudara-saudari kita mendambakan masa depan yang cerah dan damai.
Jadi mari kita galakkan perjuangan mulia melawan buta huruf, kemiskinan dan terorisme. Mari kita suarakan tuntutan kita, gunakan buku dan pena kita, karena itulah senjata yang paling ampuh. Satu anak, satu guru, satu buku dan satu pena akan sanggup mengubah dunia. Pendidikan adalah satu-satunya solusi. Mari dahulukan pendidikan. Terima kasih.
Syafi' Alielha